Sabtu, 26 Mei 2018

Glorious Angel 10


Bab 10
  
Malam terasa panjang, karena Angela kesulitan untuk tidur. Ia menghabiskan waktu berjam-jam mengingat setiap kata yang diutarakan di meja makan.

Crystal membencinya, ia yakin. Tapi Robert Lonsdale berbeda. Pada awalnya Robert terkejut, tapi kemudian Angela melihat bahwa pria itu penasaran. Robert terus-menerus menatapnya sepanjang malam, seperti hewan ternak yang akan dibeli.  Ia harus berhati-hati pada Robert, ia yakin itu.

Saat malam terus bergulir, Angela mulai mengkhawatirkan Bradford. Bagaimanakah reaksi Bradford? Ia tiba-tiba sadar Bradford mungkin akan sama tidak sukanya seperti Zachary.

Angela tertidur sambil memikirkan ayahnya. William Sherrington memang tidak bisa diandalkan dan terlalu sering mabuk, namun ia menyayangi ayahnya itu. Masa kecilnya sulit, tapi ia akan memberikan segalanya agar bisa bersama ayahnya saat ini. Ia menangis hingga tertidur.

***

"Selamat pagi, Missy." Hanna muncul di dalam kamar dengan suasana hati yang cerah. "Matahari bersinar cerah saat ini. Tak biasanya kau bangun sesiang ini, kan?"

Angela membuka matanya dan melihat bahwa kamarnya sudah terang benderang. "Pukul berapa ini?"

"Pukul delapan lewat sedikit."

"Delapan!" Angela dengan cepat bangkit dari tempat tidur dan berlari menuju lemari.

"Kenapa kau begitu terburu-buru, Sayang?"

Angela berhenti sebentar saat ia sadar tak perlu terburu-buru. Ia tidak lagi harus mengerjakan banyak tugas.

"Kurasa aku lupa."

Hannah tertawa riang. “Kau akan cepat terbiasa dengan hidup yang mudah ini. Yang harus kau khawatirkan hanyalah apakah kau ingin sarapan di bawah atau minta sarapanmu dibawakan ke atas.”

“Apa yang lain akan turun untuk makan?” Angela bertanya dengan gugup.

“Hanya Mr. Lonsdale. Master Jacob sudah makan duluan, dan Miss Crystal makan di kamarnya.”

“Bagaimana dengan Zachary?”

“Dia pergi ke kota pagi ini,” jawab Hannah. “Dia mencoba membuka kembali biro hukumnya karena perang telah berakhir.”

“Jika begitu, kurasa aku akan turun untuk sarapan, Hannah,” kata Angela. Selama ia tidak harus bertemu Crystal atau Zachary, yang menunjukkan rasa tidak suka mereka dengan jelas, tak ada gunanya untuk berdiam di kamar. “Aku tidak boleh menjadi malas.”

“Gadis baik. Kau harus lebih sering berolahraga karena tidak banyak yang harus kau lakukan sekarang. Sesudah sarapan, Master Jacob ingin bertemu denganmu di ruang kerja.”

“Apa aku melakukan kesalahan lagi?”

“Tidak, Sayang, dia hanya ingin bicara denganmu,” Hannah menjawab dengan cepat, membuat Angela menjadi tenang. “Nah, aku akan mengirim Eulalia untuk menata rambutmu dan membantumu berpakaian. Dia akan menjadi pelayan pribadimu, kecuali kau tidak menyukainya.”

“Tapi, aku tidak...”

“Tenanglah,” sela Hanna sambil menuju pintu, tahu bahwa Angela keberatan. “Kau akan menjadi seorang Lady sekarang, dan seorang ladi tidak melakukan apa-apa sendiri. Kau harus membiasakan diri dengan banyak hal, Nak.”

Tak lama kemudian, Angela mengenakan gaun katun warna hijau, dengan rok dalam berbahan keras yang berwarna sama. Ia jauh lebih suka mengenakan celana ketat selutut dan kaus katunnya. Namun Hannah telah berinisiatif untuk membuang pakaian lamanya itu.

Angela berusaha menolak namun gagal. Ia juga menghabiskan setengah jam untuk berkelit dari gadis muda yang akan menjadi pelayannya. Eulalia telah menerima perintah Hannah untuk menyanggul rambut Angela. Rambut Angela hanya beberapa senti di bawah pundak, dan ia hanya terbiasa menjepitnya, atau mengikatnya dengan pita. Ia memenangkan pertarungan tersebut, dan rambutnya yang coklat kemerahan diikat rapi dengan pita hijau.

Saat berjalan dengan gugup ke ruang makan, Angela melihat Robert masih ada di sana, menyesap kopinya.

“Aku mulai berpikir kau takkan turun,” kata Robert, senyum hangat menghiasi bibirnya. “Aku senang telah memilih untuk menunggu.”

“Aku minta maaf karena lama. Apa kau sudah makan?” Angela bertanya dengan canggung. Ia berharap Robert tak memandangnya dengan hangat.

“Sudah, dan hidangannya sungguh lezat. Kemahiran Tilda telah membuatku terus datang ke Golden Oaks selama bertahun-tahun. Tapi sekarang harus kuakui Golden Oaks punya daya tarik yang lebih hebat lagi,” Robert menambahkan dengan penuh arti.

Pipi Angela memerah. “Aku sungguh tidak mengerti maksudmu. Namun jika kau sudah selesai sarapan, jangan sampai aku menahanmu. Tentunya kau punya banyak hal yang mesti kau kerjakan selain menemaniku makan.”

Robert tertawa. “Tapi gadisku sayang, aku selalu punya banyak waktu, dan tak ada cara yang lebih baik untuk menghabiskannya selain denganmu.”

Wajah Angela memerah dan ia duduk sambil menyibukkan diri mengisi piringnya. Ia melihat akan mudah menjadikan Robert sebagai sekutunya, tapi ia takut harga yang harus dibayarnya akan jauh lebih besar.

“Bukankah kau punya perkebunan yang harus diawasi, Mr. Lonsdale?” tanya Angela dengan nada tegas.

“Tidak selama ayahku masih hidup. Dia menolak bantuanku, dan terus terang, aku juga tidak mau membantunya. Walau perang telah menghabiskan kekayaannya, ayahku masih sanggup membayar pajak The Shadows dan cukup bisa mengurusnya sendiri. Aku mencari-cari sesuatu yang bisa kulakukan, untuk menghabiskan waktu.”

Angela terkejut dengan kemalasan Robert. “Minum dan berjudi, tak diragukan lagi. Kalian anak-anak pemilik perkebunan memang sama saja.”

“Tidak semuanya,” timpal Robert sambil menyeringai. “Beberapa orang tidak seberuntung aku.”

Angela menatapnya, terkesima. Robert telah menanggapi pernyataannya sebagai sebuah pujian, bukan sebagai sindirian seperti yang ia maksudkan. Pria itu benar-benar sudah bebal.

“Mungkin kau mau berkuda pagi ini,” Robert melanjutkan dengan percaya diri, “untuk melihat The Shadows? Ayahku telah membenahinya. The Shadows sudah indah lagi, setelah hancur tahun lalu karena peperangan... budak-budak kabur saat keadaan mulai memburuk. Namun mereka dengan cepat kembali, setelah sadar bahwa ide orang-orang Yankee tentang kebebasan lebih buruk daripada kondisi mereka sebelumnya.”

Angela mendinginkan emosinya sendiri. Robert hanya bersikap sebagaimana biasanya pria itu, dan ia membutuhkan Robert sebagai teman, bukan sebagi musuh. Ia menahan ucapan sinis yang sudah akan terlontar dan memberi Robert seulas senyuman. Ia merasa beruntung bahwa ia punya alasan untuk menolak tawaran pria itu.

“Aku akan senang melihat The Shadows bersamamu, Mr. Lonsdale, tapi Jacob ingin bertemu denganku setelah sarapan. Mungkin lain waktu, jika itu tidak masalah.”

Robert membeku untuk sesaat, kemudian tersenyum cerah lagi. “Tentunya akan ada lain waktu. Dan jangan memanggilku Mr. Monsdale lagi. Kau harus memanggilku Robert. Aku memaksa.”


***


Bab 11

Jacob Maitland membawa Angela ke Mobile tak lama kemudian. Mereka naik kereta kuda tertutup sehingga tidak terkena sinar matahari.

Angela tidak tahu kalau Jacob Maitland bisa sangat dermawan. Ia tak pernah bermimpi saat Jacob berkata ingin menjadi ayah baginya, maksudnya adalah, menyediakan segala hal yang biasanya di dapat keluarga Maitland.

“Angela,” ujar Jacob, “aku tahu kau mengatakan padaku bahwa kau tak punya waktu untuk sekolah. Sekarang setelah kau tak perlu lagi bekerja, apa kau ingin sekolah?”

Angela menghela napas dengan penuh penyesalan. “Aku sekarang sudah terlalu tua untuk sekolah.”

“Omong kosong,” sergah Jacob sambil tetap tersenyum. “Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Dan maksudku bukan sekolah publik untuk anak-anak, Sayangku. Maksudku sekolah swasta untuk wanita muda.”

“Tapi aku bahkan tidak bisa menulis namaku sendiri.”

“Aku akan mengatur agar kau punya guru khusus untuk mengajarimu dasar-dasarnya, kemudian kau bisa bergabung di kelas dengan gadis-gadis lainnya. Pilihan sepenuhnya tergantung padamu, tentu saja. Aku tidak bilang bahwa kau harus sekolah.”

“Tapi aku ingin bisa sekolah,” dengan cepat ia menjawab. “Aku selalu bertanya-tanya mengapa orang begitu tertarik pada buku.”

“Kau bisa mengetahuinya sendiri sekarang. Dan saat kau pulang ke rumah, kau mungkin ingin membantuku dengan catatan keuanganku.”

“Oh, aku ingin membantumu, Mr... Jacob.”

“Bagus. Sekarang kita harus memutuskan sekolah mana. Ada banyak pilihannya, di sini dan di Utara. Ada sekolah yang bagus di Massashusetts. Salah seorang guru di sana, Naomi Barkley, adalah teman baik ibumu. Bahkan, ibumu juga bersekolah di sekolah yang sama saat seusiamu.”

“Ibuku sekolah di Utara?”

“Ya. Massachusetts adalah rumahnya sampai ia datang ke Alabama dan menikah dengan ayahmu.”

Angela terkejut. “Aku tidak tahu... maksudku, ayahku tidak pernah mengatakannya padaku. Aku selalu mengiria ibuku lahir di sini. Bagaimana kau bisa tahu semua ini?”

Jacob terlihat segan sebelum menjawab dengan hati-hati, “Aku dulu juga tinggal di Massachsetts. Sampai saat ini bisnisku juga masih ada di sana. Ayahku kenal dengan orang tua Charissa. Orang tua Charissa berkecukupan sampai datangnya Depresi tahun 1837. Tak lama kemudian mereka meninggal, dan ibumu ditinggalkan tanpa harta. Charissa menjadi pengasuh anak untuk sementara, kemudian dia pindah kemari.”

“Kenapa dia pindah kemari?”

“Ya, aku tidak... Jika nanti kau sudah lebih dewasa, mungkin kau akan bisa mengerti.”

Jacob pasti tahu alasannya, tapi tidak ingin memberitahunya. Dan Angela tidak bisa memaksa Jacob memberika jawaban. Ia benar-benar tidak bisa. Tapi ia sungguh ingin tahu.

“Sekarang, mengenai sekolah,” Jacob melanjutkan. “Menurutku, sekolah di Utara tetap yang terbaik. Kedua putraku sekolah di Utara. Tapi, kau punya pilihan. Aku bisa saja mengirimmu ke Eropa, namun kurasa kau ingin melihat kampung halaman ibumu.”

“Ya, aku mau!” seru Angela dengan penuh semangat. “Sekolah di Massachusetts adalah pilihanku.”

“Kau tidak punya rasa benci terhadap Utara kalau begitu?”

“Tidak. Bradford... maksudku, putra tertuamu... berjuang untuk Utara. Aku sama sekali tidak membenci orang Utara.”

Jacob terpaku.

“Bagaimana kau bisa tahu Bradford berjuang untuk Utara?”

Angela menjadi pucat. Bagaimana ia bisa kelepasan mengatakan hal itu?

“aku... aku...” Ia tidak bisa memikirkan penjelasan apa pun.

Jacob melihat bagaimana bingungnya Angela dan dengan cepat tersenyum untuk menenangkannya. “Tak apa-apa, Angela. Aku hanya terkejut kau tahu. Tidak penting lagi siapa yang tahu, karena Utara sekarang telah menang.” Ia mengabaikan topik tadi. “Kau harus berangkat sepuluh hari lagi, Angela, dan kita tidak punya banyak waktu. Kita akan ke kota hari ini untuk membeli pakaian. Aku diberi tahu bahwa kau butuh tujuh belas baju untuk keperluan sekolah. Kita tak punya banyak waktu untuk membuat semuanya di sini, dan di Utara juga tersedia bahan yang lebih hangat. Jadi Miss Barkley, wanita yang kusebutkan tadi, akan menolongmu melengkapi koleksi pakaianmu saat kau tiba di sana.”

Angela terkejut. “Tapi aku tidak butuh...”

Namun Jacob telah mengantisipasi keberatan Angela. “Aku sudah meminta agar kau mengizinkan aku menganggapmu sebagai putriku Angela, “ia menyela dengan lembut. “Aku juga akan melakukan hal yang sama untuk istri Zachary, jadi kumohon izinkan aku melakukan ini untukmu. Dan jika kau merasa segan, anggap saja aku sedang menolong penjahit baju yang butuh pelanggan.”

Akhirnya mereka berangkat ke kota untuk memilih pakaian dan bahan yang cocok untuk gadis berusia tujuh belas tahun. Tak lama, mereka membeli semua aksesori yang Jacob sarankan, di toko yang sebelumnya Angela pandang dengan penuh rasa iri. Mereka membeli koper, topi, sepatu, alat rias, dan jaket hangat untuk menepis udara dingin yang akan segera ia hadapi. Begitu banyaknya uang yang berpindah tangan sehingga Angela terkesima. Ini semua sungguh-sungguh terjadi, dan terjadi pada Angela Sherrington!

***


Bab 12

Setelah tiga kali musim dingin di Hadley Selatan, Massachusetts, seharusnya Angela sudah terbiasa dengan udara dingin, namun ternyata tidak. Menurutnya ia takkan pernah terbiasa. Gadis-gadis lain tidak terlihat keberatan, walau memang sebagian besar berasal dari utara.

Angela tidak punya teman di sekolah, hanya Naomi Barkley, yang memperlakukannya lebih sebagai anak dan bukannya buridnya. Angela sudah tidak mau bersusah payah mencari teman lagi. Ini bukan salahnya. Ia sudah berusaha keras untuk bersikap ramah. Namun murid-murid lain dengan segera tidak menyukainya karena aksen Selatannya. Sebagian besar dari mereka kehilangan saudara laki-laki mereka karena perang. Karena menyalahkan pihak Selatan, maka mereka menyalahkannya juga.

Sambil berharap situasinya berbeda, Angela berhasil menjalani hidup dalam suasana permusuhan pada tahun pertama, karena ia punya Naomi, dan Angela asyik belajar. Tapi karena terus menerus menjadi sasaran kejahilan teman-temannya, terkadang ia kehilangan kendali emosi juga. Ia membuat gadis-gadis lain terkejut dengan kosakata kotornya. Ia akan terus menatap mereka dengan tajam saat wajah mereka memerah. Ia suka membuat mereka terkejut. Hanya itu satu-satunya pelampiasan yang dimilikinya.

Satu hal baik adalah, melalui Naomi, Angela menjadi banyak tahu tentang ibunya. Ia bahkan jadi tahu hal-hal yang sebelumnya enggan didiskusikan Jacob Maitland, yaitu alasan ibunya meninggalkan Springfield, Massachusetts.

Charissa berumur tiga belas tahun saat orang tuanya mengalami Depresi tahun 1837. Namun mereka berhasil membuatnya tetap bersekolah, dan ia sama sekali tidak tahu tentang kemiskinan dan utang mereka yang bertumpuk. Ia tidak tahu keadaan sebenarnya sampai mereka meninggal di tahun 1845. Karena keluarga Charrisa dan Maitland berteman dekat, Charissa menjadi dekat dengan ibu Jacob. Saat ibu Jacob meninggal di tahun 1847, Charissa menjadi pengasuh anak pada keluarga seorang bankir.

Naomi terkadang bertemu dengan Charissa, dan Charissa mengaku bahwa ia jatuh cinta pada laki-laki yang sudah beristri, namun laki-laki itu tidak bisa meninggalkan istri dan anak-anaknya. Charissa tidak mengatakan siapa pria itu, Namun Naomi menyangka pria itu adalah sang bankir. Karena putus asa dengan nasib percintaannya, Charissa meninggalkan Springfield menuju Alabama.

Angela jadi bertanya-tanya mengapa Jacob enggan mengutarakan cerita yang sesungguhnya. Angela merasa sudah cukup umur untuk bisa mengerti.

Dalam satu kunjungan ke Springfied, Angela berdiri di dekat pintu masuk sebuah toko, menunggu teman-temannya selesai berbelanja. Seharusnya ia tidak ikut hari ini karena harus belajar. Namun ia membutuhkan benang biru untuk menyelesaikan sweter yang dibuatnya untuk Naomi.

Angela merapatkan tudung kepalanya, merasakan dinginnya udara menyentuh wajahnya. Ia berharap teman-temannya akan segera selesai.

Tiba-tiba sebuah keributan menyita perhatiannya. Di seberang jalan, dua anak laki-laki sedang bertengkar. Angela mengawasi dengan hati-hati saat salah seorang dari mereka mendorong lawannya, dan perkelahian pun dimulai. Namun tak lama kemudian, seorang pria yang bertubuh tinggi mendekat dan mengatakan sesuatu pada mereka. Mereka dengan segera berhenti berkelahi dan berlari menjauh.

Pria itu terlihat familier, dan Angela terus mengawasinya.

Angela terkesiap, membuat Jane dan Sybil yang sudah keluar dari toko, terkejut.

“Apa kau kenal pria itu, Angela?” tanya jane.

Angela berbalik untuk melihat ke arah mereka, wajahnya pucat pasi. Sudah hampir lima setengah tahun yang lalu saat ia terakhir bertemu Bradford Maitland. Karena alasan misterius yang tidak dibicarakan oleh keluarga, Bradford tidak kembali ke Golden Oaks sejak musim panas tahun 1862. Apa yang dilakukannya di Springfield?

Sybil terkikik dan membisikkan sesuatu pada Jane, yang matanya terbuka lebar. Namun Angela tidak memperhatikan mereka karena sedang memperhatikan bangunan coklat di seberang jalan. Ia terhanyut suasana masa lalu. Tidak satu hari pun yang dilewatinya tanpa memikirkan Bradford, dan sekarang ia melihat pria itu sekali lagi.

Jane menggoyang-goyangkan lengan Angela. “Kenapa kau tidak masuk saja ke sana dan menemuinya? Kau pasti ingin melakukannya.”

“Aku... aku tidak bisa.” Tubuh Angela bergetar.

“Tentu saja bisa,” sanggah Jane dengan sinar mata menggoda. “Kami akan bilang kau bertemu teman wanita yang menawarkan akan mengantarmu pulang.”

“Tapi itu tak benar.”

“Kami tidak akan membuka rahasia. Angela,” Sybil menyemangati. “Dan kau selalu bisa menyewa kereta yang bisa mengantarmu ke sekolah jika temanmu itu tidak mengantarkanmu. Ini masih siang. Kau tidak akan dicari-cari sampai waktunya makan malam. Ayo, masuklah ke sana.”

Angela menyerahkan bungkusan yang dibawanya kepada Jane dan perlahan-lahan menyeberangi jalan.

Tapi saat ia menaiki tangga ke bangunan coklat tersebut, tiba-tiba ia merasa ragu. Mendatangi seorang laki-laki adalah sesuatu yang bodoh. Apa anggapan Bradford nanti?

Angela segera membalik badannya, bersiap kembali ke toko. Namun gadis-gadis itu sudah pergi. Mengapa tidak melakukannya saja? Kelihatannya bodoh jika tidak menemui Bradford dan bicara dengannya.

Angela menaiki tangga dan mengetuk pintu dengan keras. Beberapa saat kemudian pintu tersebut dibukakan oleh seorang pria berbadan tinggi dengan lengan kemeja tergulung dan mengenakan rompi. Sebatang rokok terselip di mulutnya dan ia menunggu Angela bicara. Saat Angela tak bersuara, ia menarik Angela masuk lalu menutup pintu.

“Jangan sampai udara dinginnya masuk, Sayang,” pria itu berkata dengan suara kasar tapi ramah.

Mata Angela butuh beberapa detik untuk bisa menyesuaikan dengan cahaya ruangan yang redup di ruang depan, namun ia bisa melihat dengan jelas ke dalam ruangan karena di dalam ruangan cahayanya sangat terang dan penuh dengan pria dan wanita yang berpakaian mahal yang mengelilingi sebuah meja. Ini rumah judi! Asap melayang-layang keluar dari pintu ganda. Suara tawa, geraman, teriakan, dan makian bercampur baur. Angela memperhatikan bahwa ruang depan dan ruangan di belakangnya berdinding merah, dengan berbagai lukisan menghiasinya.

Pria yang berdiri di belakangnya mengejutkannya dengan melepaskan topinya. “Karena kau tidak ditemani siapa-siapa, kau pasti gadis baru yang dijanjikan Henry. Hai, Peter! Beritahu Maudie gadis baru itu sudah datang. Sebaiknya kau lepaskan juga jaketmu, Sayang. Di sini hangat dan kami tidak ingin kau menyembunyikan apa yang kau punya. Kau ini berpakaian bagus, tapi tidak banyak bicara. Ayolah, Maudie sudah menunggu.”

Angela tidak bisa berkata apa-apa. Gadis baru apa yang dimaksud? Ia seharusnya menjelaskan, tapi pria itu sudah menariknya. Pria itu masuk ke ruangan depan di mana para penjudi menang dan kalah. Ia meninggalkan Angela sendirian tanpa berkata apa-apa lagi.

Ruangan itu besar, penuh dengan wanita berpakaian sutra dan satin mengkilap, yang duduk dengan nyaman di sofa. Dindingnya pun berlapis beludru. Ada sebuah tangga mewah di belakang ruangan, dan di sana Angela melihat bradford sedang naik ke lantai atas, sambil memeluk seorang gadis cantik berambut merah. Bradford juga melihat Angela dan tiba-tiba berhenti. Jantung angela juga terasa mau berhenti dan telapak tangannya mulai berkeringat. Apakah Bradford mengenalinya setelah selama ini?

“Hei, Maudie, aku berubah pikiran,” kata Bradford. “Aku mau gadis baru itu.”

Maudie melihat ke arah Angela kemudian tersenyum pada Bradford. “Pilihan yang bagus, Tampan. Tapi untuk yang ini, kau harus membayar lebih.”

“Dasar!” Bradford menggerutu. “Aku sudah kalah banyak di mejamu, jadi bermurah hatilah sedikit.”

“Maaf, tapi untuk yang ini banyak yang mengantre. Tarifnya tinggi.”

“Baiklah, berapa?”

“Dua kali lipat,” jawab Maudie.

Maudie mendekati Angela saat si rambut merah meninggalkan Bradford dan menuruni tangga dengan ekspresi kesal di wajahnya yang ber-make up tebal. Sekarang Angela sadar bahwa semua wanita ini adalah pelacur.

Ia akan kesulitan jika ingin mencoba keluar dari sini. Namun Bradford mungkin akan mengenalinya dan menyelamatkannya dari situasi memalukan. Bradford akan mencarikan jalan untuk mengeluarkannya dari sini, ia yakin itu. Ia bergegas ke arah Bradford dan Bradford segera melingkarkan tangan di pinggangnya. Saat mereka naik, Angela mencium bau minuman keras dari mulut Bradford.

“Namaku Bradford, Sayang, dan kau jauh lebih bernilai daripada harga yang kubayar,” katanya, mata coklat kuningnya menjelajahi tubuh Angela.

Angela takut untuk mengatakan sesuatu, dan membiarkan Bradford menuntunnya naik ke kamar di atas. Bradford menutup pintunya. Kata-katanya yang berikut membuat Angela tercekat.

“Kau bisa melepaskan pakaianmu saat aku membuatkan kita minum. Kulihat Maudie sudah menyediakan minuman.”

Mungkin aku salah paham, pikir Angela. “Kau sudah minum, Bradford. Bukankah itu sudah cukup?”

“Mulailah melepaskan pakaian bagusmu itu. Entah mengapa aku harus memberitahumu cara melakukan pekerjaanmu.”

Angela terkejut. Bradford tidak mengenalinya! Bradford mengira dirinya pelacur! Apa yang akan dilakukannya?

“Bradford, kau tak mengerti. Aku...”

Angela mulai mengumpulkan keberaniannya saat Bradford mendekatinya dengan cepat mengangkat wajahnya mendekat ke wajah pria itu. Angela terpaku saat ia memandang mata Bradford yang bersinar. Ini Bradford yang ada di foto. Ia merasakan rasa takut yang aneh saat Bradford merengkuh bahunya.

“Ada apa denganmu? Jika tampang ketakutanmu ini kau pikir bisa membuat pelangganmu penasaran, kau bisa segera menghentikannya. Ini tidak cocok untukku. Sekarang, cepat tanggalkan pakaianmu.”

“Aku... aku tidak bisa.” Angela gemetaran, pikirannya melayang.

Tiba-tiba Bradford tertawa, cahaya menari di matanya.

“Kenapa tidak bilang dari tadi?”

Bradford membalikkan badan Angela dan mulai melonggarkan ikatan pakaiannya. Angela menyadari Bradford telah salah mengartikan penolakannya. Bradford mengira Angela tidak bisa membuka pakaiannya tanpa dibantu. Ia berdiri tak bergerak saat jari-jari bradford membuka kaitan bajunya. Ia takut untuk bergerak. Sekarang setelah ia membiarkan Bradford berlaku sejauh ini, bisakah ia menghentikan pria itu? Dan tiba-tiba ia tersadar bahwa ia tidak ingin Bradford berhenti. Ia sudah membayangkan momen seperti ini ratusan kali, mereka berduaan, dan bercinta.

Ini adalah pria yang selama bertahun-tahun dicintainya, dan saat ini ia juga menginginkannya. Angela ingin merasakan tangan Bradford pada tangannya, merasakan ciuman pria itu, walau hanya untuk sekali ini saja.

Mengapa tidak? Ia bisa mendapatkan momen ini bersama Bradford, dan mengingatnya selamanya. Ia bisa memberikan cintanya pada Bradford, seperti yang selalu diinginkannya. Ia akan memberikan dirinya secara cuma-cuma dan berpura-pura bahwa Bradford juga mencintainya.

Bradford membungkuk dan mencium lehernya dengan lembut, membuat Angela bergetar karena pria itu begitu dekat.

“Aku minta maaf tadi berteriak kepadamu, Sayang, tapi kau membuatku khawatir, kupikir kau tidak ingin melakukannya.”

“Maksudmu kau tidak akan memaksaku jika aku tidak menginginkannya?” Angela bertanya saat ia berbalik untuk memandang wajah Bradford.

“Oh, tentu tidak!” Bradford menggeliat, tersinggung.

Bradford membuat Angela terkejut karena merenggutnya dan membuat kepalanya berputar dengan kekuatan ciuman pria itu. Ini adalah ciuman pertamanya, dan diberikan oleh pria yang selama ini dicintainya! Ia merasa lemah, namun disaat yang sama menikmatinya., dan sebuah sensasi aneh mengaliri tubuhnya.

Tiba-tiba Bradford melepaskannya, membuatnya tak bisa bernapas. Dengan lembut Bradford melepaskan pakaian Angela. Dengan perlahan Bradford melepaskan jepit rambut Angela, sehingga ikal lembut rambut coklatnya jatuh di bahu. Bradford mencium mata dan bibirnya sebelum mengangkatnya dan membawanya ke tempat tidur.

Angela takut ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, tapi Bradford menuntunnya di setiap langkahnya. Bradford begitu lembut saat memperkenalkan sentuhan dan bibirnya pada tubuh Angela. Angela tidak merasa malu saat bradford menjelajahinya. Dengan cepat ia bisa membalas, bahkan merangsang Bradford di titik kenikmatannya.

Tapi Angela tidak siap dengan apa yang terjadi selanjutnya. Rasa sakit meledak bagaikan api di dalam tubuhnya. Ia menggigit bibirnya dan yang terdengar hanya sebuah rintihan. Bradford memandang ke arahnya dengan terkejut.

“Apa aku menyakitimu?”

“Tidak,” dengan cepat ia meyakinkan pria itu.

“Lalu kenapa kukumu mencengkram punggungku?” Bradford tersenyum.

“Maafkan aku. Aku tidak sadar...”

“Jangan minta maaf. Aku tidak sering menjumpai wanita yang bergairah. Bahkan aku lebih sering bertemu wanita sedingin es selama ini, sampai akhirnya bertemu denganmu.”

Bradford menciumnya dan mulai memasukinya lagi. Rasa sakitnya sekarang sudah hilang. Rasanya menyenangkan Bradford ada di dalamnya. Kemudian Bradford berhenti, membuat Angela kecewa karena semua telah selesai. Ia mengira Bradford akan berguling ke samping, tapi ternyata tidak. Bradford hanya bebaring di atasnya, mengambil napas berat, lalu mulai bergerak lagi.

Angela senang bahwa ini belum usai, bahwa Bradford masih di dalamnya, mencintainya. Kemudian sebuah sensasi baru muncul dari dalam dirinya, yang rasanya sama sekali berbeda. Rasa itu semakin meningkat, semakin menguat sampai meledak dengan sebuah sensasi kenikmatan yang tiada tara. Ia telah memasuki dunia baru.

Bradford menciumnya dengan lembut, kemudian berbisik, “Jik aku tidak selelah ini, aku bisa bercinta denganmu sepanjang sore dan malam ini. Mungkin lain kali.”

Bradford bergesre dengan helaan napas yang berat dan berbaring telengkup di samping Angela. Matanya tertutup dan dengan cepat ia jatuh tertidur. Angela menatap otot di tubuh Bradford, begitu kuat dan sempurna, kemudian wajahnya, tenang dalam tidurnya.

Sekarang semua sudah berakhir, dan Angela tahu ia harus segera meninggalkan tempat ini sebelum Maudie mencarikan pelanggan lain. Ia menyelinap keluar dari tempat tidur perlahan, berusaha agar tidak membangunkan Bradford, lalu ia melihat noda darah pada seprai satin itu. Ia terhenyak memandang bukti keperawanannya, dan dengan cepat menarik bedcover untuk menutupi tubuh Bradford dan noda itu, kemudian ia mendekati mangkuk air yang berada di pojokan dan membasuh wajahnya.

Angela meluangkan waktu untuk menjepit rambutnya, membiarkan beberapa ikal rambutnya menjuntai, karena ia harus terlihat sama seperti saat ia meninggalkan sekolah. Kemudian ia mulai mengenakan pakaiannya, namun dengan cepat sadar bahwa ia tidak bisa mengencangkan pakaiannya sendiri. Ia harus mengenakan sesuatu untuk menutupi punggungnya yang terbuka, dan di ruangan itu tidak ada yang bisa dikenakannya kecuali rompi perak, kemeja putih, atau mantel Bradford. Ia akhirnya memutuskan untuk mengenakan rompi guna melapisi pakaiannya. Kemudian ia tersadar bahwa ia harus meninggalkan topi dan jaketnya. Ia tidak bisa turun mengambilnya. Ia berharap ada jalan keluar dari bangunan ini selain melawati ruangan di mana Maudie sebelumnya berada.

Angela melintasi tempat tidur untuk melihat terakhir kalinya sosok pria yang sedang tidur di sana. “Aku mencintaimu, Bradford Maitland, dan akan selalu mencintaimu,” ia berbisik.

“Apa?” Bradford bergumam, tanpa membuka mata coklat emasnya.

Angela menarik napas dengan cepat. “Tidak ada apa-apa, Bradford. Kembalilah tidur.”

Dengan sebuah helaan napas yang dalam, ia meninggalkan kamar, menutup pintunya perlahan. Ia kemudian menuju bagian belakang bangunan, berdoa agar menemukan jalan keluar yang aman.




Back


Tidak ada komentar:

Posting Komentar