Bab 10
Malam
terasa panjang, karena Angela kesulitan untuk tidur. Ia menghabiskan waktu
berjam-jam mengingat setiap kata yang diutarakan di meja makan.
Crystal
membencinya, ia yakin. Tapi Robert Lonsdale berbeda. Pada awalnya Robert
terkejut, tapi kemudian Angela melihat bahwa pria itu penasaran. Robert
terus-menerus menatapnya sepanjang malam, seperti hewan ternak yang akan
dibeli. Ia harus berhati-hati pada Robert, ia yakin itu.
Saat
malam terus bergulir, Angela mulai mengkhawatirkan Bradford. Bagaimanakah
reaksi Bradford? Ia tiba-tiba sadar Bradford mungkin akan sama tidak sukanya
seperti Zachary.
Angela
tertidur sambil memikirkan ayahnya. William Sherrington memang tidak bisa
diandalkan dan terlalu sering mabuk, namun ia menyayangi ayahnya itu. Masa
kecilnya sulit, tapi ia akan memberikan segalanya agar bisa bersama ayahnya
saat ini. Ia menangis hingga tertidur.
***
"Selamat
pagi, Missy." Hanna muncul di dalam kamar dengan suasana hati yang cerah.
"Matahari bersinar cerah saat ini. Tak biasanya kau bangun sesiang ini,
kan?"
Angela
membuka matanya dan melihat bahwa kamarnya sudah terang benderang. "Pukul
berapa ini?"
"Pukul
delapan lewat sedikit."
"Delapan!"
Angela dengan cepat bangkit dari tempat tidur dan berlari menuju lemari.
"Kenapa
kau begitu terburu-buru, Sayang?"
Angela
berhenti sebentar saat ia sadar tak perlu terburu-buru. Ia tidak lagi harus
mengerjakan banyak tugas.
"Kurasa
aku lupa."
Hannah
tertawa riang. “Kau akan cepat terbiasa dengan hidup yang mudah ini. Yang harus
kau khawatirkan hanyalah apakah kau ingin sarapan di bawah atau minta sarapanmu
dibawakan ke atas.”
“Apa yang
lain akan turun untuk makan?” Angela bertanya dengan gugup.
“Hanya
Mr. Lonsdale. Master Jacob sudah makan duluan, dan Miss Crystal makan di kamarnya.”
“Bagaimana
dengan Zachary?”
“Dia
pergi ke kota pagi ini,” jawab Hannah. “Dia mencoba membuka kembali biro
hukumnya karena perang telah berakhir.”
“Jika
begitu, kurasa aku akan turun untuk sarapan, Hannah,” kata Angela. Selama ia
tidak harus bertemu Crystal atau Zachary, yang menunjukkan rasa tidak suka
mereka dengan jelas, tak ada gunanya untuk berdiam di kamar. “Aku tidak boleh
menjadi malas.”
“Gadis
baik. Kau harus lebih sering berolahraga karena tidak banyak yang harus kau
lakukan sekarang. Sesudah sarapan, Master Jacob ingin bertemu denganmu di ruang
kerja.”
“Apa aku
melakukan kesalahan lagi?”
“Tidak,
Sayang, dia hanya ingin bicara denganmu,” Hannah menjawab dengan cepat, membuat
Angela menjadi tenang. “Nah, aku akan mengirim Eulalia untuk menata rambutmu
dan membantumu berpakaian. Dia akan menjadi pelayan pribadimu, kecuali kau
tidak menyukainya.”
“Tapi,
aku tidak...”
“Tenanglah,”
sela Hanna sambil menuju pintu, tahu bahwa Angela keberatan. “Kau akan menjadi
seorang Lady sekarang, dan seorang ladi tidak melakukan apa-apa sendiri. Kau
harus membiasakan diri dengan banyak hal, Nak.”
Tak lama
kemudian, Angela mengenakan gaun katun warna hijau, dengan rok dalam berbahan
keras yang berwarna sama. Ia jauh lebih suka mengenakan celana ketat selutut
dan kaus katunnya. Namun Hannah telah berinisiatif untuk membuang pakaian
lamanya itu.
Angela
berusaha menolak namun gagal. Ia juga menghabiskan setengah jam untuk berkelit
dari gadis muda yang akan menjadi pelayannya. Eulalia telah menerima perintah Hannah
untuk menyanggul rambut Angela. Rambut Angela hanya beberapa senti di bawah
pundak, dan ia hanya terbiasa menjepitnya, atau mengikatnya dengan pita. Ia
memenangkan pertarungan tersebut, dan rambutnya yang coklat kemerahan diikat
rapi dengan pita hijau.
Saat
berjalan dengan gugup ke ruang makan, Angela melihat Robert masih ada di sana,
menyesap kopinya.
“Aku
mulai berpikir kau takkan turun,” kata Robert, senyum hangat menghiasi
bibirnya. “Aku senang telah memilih untuk menunggu.”
“Aku
minta maaf karena lama. Apa kau sudah makan?” Angela bertanya dengan canggung.
Ia berharap Robert tak memandangnya dengan hangat.
“Sudah,
dan hidangannya sungguh lezat. Kemahiran Tilda telah membuatku terus datang ke
Golden Oaks selama bertahun-tahun. Tapi sekarang harus kuakui Golden Oaks punya
daya tarik yang lebih hebat lagi,” Robert menambahkan dengan penuh arti.
Pipi
Angela memerah. “Aku sungguh tidak mengerti maksudmu. Namun jika kau sudah
selesai sarapan, jangan sampai aku menahanmu. Tentunya kau punya banyak hal
yang mesti kau kerjakan selain menemaniku makan.”
Robert
tertawa. “Tapi gadisku sayang, aku selalu punya banyak waktu, dan tak ada cara
yang lebih baik untuk menghabiskannya selain denganmu.”
Wajah
Angela memerah dan ia duduk sambil menyibukkan diri mengisi piringnya. Ia
melihat akan mudah menjadikan Robert sebagai sekutunya, tapi ia takut harga
yang harus dibayarnya akan jauh lebih besar.
“Bukankah
kau punya perkebunan yang harus diawasi, Mr. Lonsdale?” tanya Angela dengan
nada tegas.
“Tidak
selama ayahku masih hidup. Dia menolak bantuanku, dan terus terang, aku juga
tidak mau membantunya. Walau perang telah menghabiskan kekayaannya, ayahku
masih sanggup membayar pajak The Shadows dan cukup bisa mengurusnya sendiri.
Aku mencari-cari sesuatu yang bisa kulakukan, untuk menghabiskan waktu.”
Angela
terkejut dengan kemalasan Robert. “Minum dan berjudi, tak diragukan lagi.
Kalian anak-anak pemilik perkebunan memang sama saja.”
“Tidak
semuanya,” timpal Robert sambil menyeringai. “Beberapa orang tidak seberuntung
aku.”
Angela
menatapnya, terkesima. Robert telah menanggapi pernyataannya sebagai sebuah
pujian, bukan sebagai sindirian seperti yang ia maksudkan. Pria itu benar-benar
sudah bebal.
“Mungkin
kau mau berkuda pagi ini,” Robert melanjutkan dengan percaya diri, “untuk
melihat The Shadows? Ayahku telah membenahinya. The Shadows sudah indah lagi,
setelah hancur tahun lalu karena peperangan... budak-budak kabur saat keadaan
mulai memburuk. Namun mereka dengan cepat kembali, setelah sadar bahwa ide orang-orang
Yankee tentang kebebasan lebih buruk daripada kondisi mereka sebelumnya.”
Angela
mendinginkan emosinya sendiri. Robert hanya bersikap sebagaimana biasanya pria
itu, dan ia membutuhkan Robert sebagai teman, bukan sebagi musuh. Ia menahan
ucapan sinis yang sudah akan terlontar dan memberi Robert seulas senyuman. Ia
merasa beruntung bahwa ia punya alasan untuk menolak tawaran pria itu.
“Aku akan
senang melihat The Shadows bersamamu, Mr. Lonsdale, tapi Jacob ingin bertemu
denganku setelah sarapan. Mungkin lain waktu, jika itu tidak masalah.”
Robert
membeku untuk sesaat, kemudian tersenyum cerah lagi. “Tentunya akan ada lain
waktu. Dan jangan memanggilku Mr. Monsdale lagi. Kau harus memanggilku Robert.
Aku memaksa.”
***
Bab 11
Jacob
Maitland membawa Angela ke Mobile tak lama kemudian. Mereka naik kereta kuda
tertutup sehingga tidak terkena sinar matahari.
Angela
tidak tahu kalau Jacob Maitland bisa sangat dermawan. Ia tak pernah bermimpi
saat Jacob berkata ingin menjadi ayah baginya, maksudnya adalah, menyediakan
segala hal yang biasanya di dapat keluarga Maitland.
“Angela,”
ujar Jacob, “aku tahu kau mengatakan padaku bahwa kau tak punya waktu untuk
sekolah. Sekarang setelah kau tak perlu lagi bekerja, apa kau ingin sekolah?”
Angela
menghela napas dengan penuh penyesalan. “Aku sekarang sudah terlalu tua untuk
sekolah.”
“Omong
kosong,” sergah Jacob sambil tetap tersenyum. “Tidak ada kata terlambat untuk
belajar. Dan maksudku bukan sekolah publik untuk anak-anak, Sayangku. Maksudku
sekolah swasta untuk wanita muda.”
“Tapi aku
bahkan tidak bisa menulis namaku sendiri.”
“Aku akan
mengatur agar kau punya guru khusus untuk mengajarimu dasar-dasarnya, kemudian
kau bisa bergabung di kelas dengan gadis-gadis lainnya. Pilihan sepenuhnya
tergantung padamu, tentu saja. Aku tidak bilang bahwa kau harus sekolah.”
“Tapi aku
ingin bisa sekolah,” dengan cepat ia menjawab. “Aku selalu bertanya-tanya
mengapa orang begitu tertarik pada buku.”
“Kau bisa
mengetahuinya sendiri sekarang. Dan saat kau pulang ke rumah, kau mungkin ingin
membantuku dengan catatan keuanganku.”
“Oh, aku
ingin membantumu, Mr... Jacob.”
“Bagus.
Sekarang kita harus memutuskan sekolah mana. Ada banyak pilihannya, di sini dan
di Utara. Ada sekolah yang bagus di Massashusetts. Salah seorang guru di sana,
Naomi Barkley, adalah teman baik ibumu. Bahkan, ibumu juga bersekolah di
sekolah yang sama saat seusiamu.”
“Ibuku
sekolah di Utara?”
“Ya.
Massachusetts adalah rumahnya sampai ia datang ke Alabama dan menikah dengan
ayahmu.”
Angela
terkejut. “Aku tidak tahu... maksudku, ayahku tidak pernah mengatakannya
padaku. Aku selalu mengiria ibuku lahir di sini. Bagaimana kau bisa tahu semua
ini?”
Jacob
terlihat segan sebelum menjawab dengan hati-hati, “Aku dulu juga tinggal di
Massachsetts. Sampai saat ini bisnisku juga masih ada di sana. Ayahku kenal
dengan orang tua Charissa. Orang tua Charissa berkecukupan sampai datangnya
Depresi tahun 1837. Tak lama kemudian mereka meninggal, dan ibumu ditinggalkan
tanpa harta. Charissa menjadi pengasuh anak untuk sementara, kemudian dia
pindah kemari.”
“Kenapa
dia pindah kemari?”
“Ya, aku
tidak... Jika nanti kau sudah lebih dewasa, mungkin kau akan bisa mengerti.”
Jacob
pasti tahu alasannya, tapi tidak ingin memberitahunya. Dan Angela tidak bisa
memaksa Jacob memberika jawaban. Ia benar-benar tidak bisa. Tapi ia sungguh
ingin tahu.
“Sekarang,
mengenai sekolah,” Jacob melanjutkan. “Menurutku, sekolah di Utara tetap yang
terbaik. Kedua putraku sekolah di Utara. Tapi, kau punya pilihan. Aku bisa saja
mengirimmu ke Eropa, namun kurasa kau ingin melihat kampung halaman ibumu.”
“Ya, aku
mau!” seru Angela dengan penuh semangat. “Sekolah di Massachusetts adalah
pilihanku.”
“Kau
tidak punya rasa benci terhadap Utara kalau begitu?”
“Tidak.
Bradford... maksudku, putra tertuamu... berjuang untuk Utara. Aku sama sekali
tidak membenci orang Utara.”
Jacob
terpaku.
“Bagaimana
kau bisa tahu Bradford berjuang untuk Utara?”
Angela
menjadi pucat. Bagaimana ia bisa kelepasan mengatakan hal itu?
“aku...
aku...” Ia tidak bisa memikirkan penjelasan apa pun.
Jacob
melihat bagaimana bingungnya Angela dan dengan cepat tersenyum untuk
menenangkannya. “Tak apa-apa, Angela. Aku hanya terkejut kau tahu. Tidak
penting lagi siapa yang tahu, karena Utara sekarang telah menang.” Ia
mengabaikan topik tadi. “Kau harus berangkat sepuluh hari lagi, Angela, dan
kita tidak punya banyak waktu. Kita akan ke kota hari ini untuk membeli
pakaian. Aku diberi tahu bahwa kau butuh tujuh belas baju untuk keperluan
sekolah. Kita tak punya banyak waktu untuk membuat semuanya di sini, dan di
Utara juga tersedia bahan yang lebih hangat. Jadi Miss Barkley, wanita yang
kusebutkan tadi, akan menolongmu melengkapi koleksi pakaianmu saat kau tiba di
sana.”
Angela
terkejut. “Tapi aku tidak butuh...”
Namun
Jacob telah mengantisipasi keberatan Angela. “Aku sudah meminta agar kau
mengizinkan aku menganggapmu sebagai putriku Angela, “ia menyela dengan lembut.
“Aku juga akan melakukan hal yang sama untuk istri Zachary, jadi kumohon
izinkan aku melakukan ini untukmu. Dan jika kau merasa segan, anggap saja aku
sedang menolong penjahit baju yang butuh pelanggan.”
Akhirnya
mereka berangkat ke kota untuk memilih pakaian dan bahan yang cocok untuk gadis
berusia tujuh belas tahun. Tak lama, mereka membeli semua aksesori yang Jacob sarankan,
di toko yang sebelumnya Angela pandang dengan penuh rasa iri. Mereka membeli
koper, topi, sepatu, alat rias, dan jaket hangat untuk menepis udara dingin
yang akan segera ia hadapi. Begitu banyaknya uang yang berpindah tangan
sehingga Angela terkesima. Ini semua sungguh-sungguh terjadi, dan terjadi pada
Angela Sherrington!
***
Bab 12
Setelah
tiga kali musim dingin di Hadley Selatan, Massachusetts, seharusnya Angela
sudah terbiasa dengan udara dingin, namun ternyata tidak. Menurutnya ia takkan
pernah terbiasa. Gadis-gadis lain tidak terlihat keberatan, walau memang
sebagian besar berasal dari utara.
Angela
tidak punya teman di sekolah, hanya Naomi Barkley, yang memperlakukannya lebih
sebagai anak dan bukannya buridnya. Angela sudah tidak mau bersusah payah
mencari teman lagi. Ini bukan salahnya. Ia sudah berusaha keras untuk bersikap
ramah. Namun murid-murid lain dengan segera tidak menyukainya karena aksen
Selatannya. Sebagian besar dari mereka kehilangan saudara laki-laki mereka
karena perang. Karena menyalahkan pihak Selatan, maka mereka menyalahkannya
juga.
Sambil
berharap situasinya berbeda, Angela berhasil menjalani hidup dalam suasana
permusuhan pada tahun pertama, karena ia punya Naomi, dan Angela asyik belajar.
Tapi karena terus menerus menjadi sasaran kejahilan teman-temannya, terkadang
ia kehilangan kendali emosi juga. Ia membuat gadis-gadis lain terkejut dengan
kosakata kotornya. Ia akan terus menatap mereka dengan tajam saat wajah mereka
memerah. Ia suka membuat mereka terkejut. Hanya itu satu-satunya pelampiasan
yang dimilikinya.
Satu hal
baik adalah, melalui Naomi, Angela menjadi banyak tahu tentang ibunya. Ia
bahkan jadi tahu hal-hal yang sebelumnya enggan didiskusikan Jacob Maitland,
yaitu alasan ibunya meninggalkan Springfield, Massachusetts.
Charissa
berumur tiga belas tahun saat orang tuanya mengalami Depresi tahun 1837. Namun
mereka berhasil membuatnya tetap bersekolah, dan ia sama sekali tidak tahu
tentang kemiskinan dan utang mereka yang bertumpuk. Ia tidak tahu keadaan sebenarnya
sampai mereka meninggal di tahun 1845. Karena keluarga Charrisa dan Maitland
berteman dekat, Charissa menjadi dekat dengan ibu Jacob. Saat ibu Jacob
meninggal di tahun 1847, Charissa menjadi pengasuh anak pada keluarga seorang
bankir.
Naomi terkadang
bertemu dengan Charissa, dan Charissa mengaku bahwa ia jatuh cinta pada
laki-laki yang sudah beristri, namun laki-laki itu tidak bisa meninggalkan
istri dan anak-anaknya. Charissa tidak mengatakan siapa pria itu, Namun Naomi
menyangka pria itu adalah sang bankir. Karena putus asa dengan nasib
percintaannya, Charissa meninggalkan Springfield menuju Alabama.
Angela
jadi bertanya-tanya mengapa Jacob enggan mengutarakan cerita yang sesungguhnya.
Angela merasa sudah cukup umur untuk bisa mengerti.
Dalam
satu kunjungan ke Springfied, Angela berdiri di dekat pintu masuk sebuah toko,
menunggu teman-temannya selesai berbelanja. Seharusnya ia tidak ikut hari ini
karena harus belajar. Namun ia membutuhkan benang biru untuk menyelesaikan
sweter yang dibuatnya untuk Naomi.
Angela
merapatkan tudung kepalanya, merasakan dinginnya udara menyentuh wajahnya. Ia
berharap teman-temannya akan segera selesai.
Tiba-tiba
sebuah keributan menyita perhatiannya. Di seberang jalan, dua anak laki-laki
sedang bertengkar. Angela mengawasi dengan hati-hati saat salah seorang dari
mereka mendorong lawannya, dan perkelahian pun dimulai. Namun tak lama
kemudian, seorang pria yang bertubuh tinggi mendekat dan mengatakan sesuatu
pada mereka. Mereka dengan segera berhenti berkelahi dan berlari menjauh.
Pria itu
terlihat familier, dan Angela terus mengawasinya.
Angela
terkesiap, membuat Jane dan Sybil yang sudah keluar dari toko, terkejut.
“Apa kau
kenal pria itu, Angela?” tanya jane.
Angela
berbalik untuk melihat ke arah mereka, wajahnya pucat pasi. Sudah hampir lima
setengah tahun yang lalu saat ia terakhir bertemu Bradford Maitland. Karena
alasan misterius yang tidak dibicarakan oleh keluarga, Bradford tidak kembali
ke Golden Oaks sejak musim panas tahun 1862. Apa yang dilakukannya di Springfield?
Sybil
terkikik dan membisikkan sesuatu pada Jane, yang matanya terbuka lebar. Namun
Angela tidak memperhatikan mereka karena sedang memperhatikan bangunan coklat
di seberang jalan. Ia terhanyut suasana masa lalu. Tidak satu hari pun yang
dilewatinya tanpa memikirkan Bradford, dan sekarang ia melihat pria itu sekali
lagi.
Jane
menggoyang-goyangkan lengan Angela. “Kenapa kau tidak masuk saja ke sana dan
menemuinya? Kau pasti ingin melakukannya.”
“Aku...
aku tidak bisa.” Tubuh Angela bergetar.
“Tentu
saja bisa,” sanggah Jane dengan sinar mata menggoda. “Kami akan bilang kau
bertemu teman wanita yang menawarkan akan mengantarmu pulang.”
“Tapi itu
tak benar.”
“Kami
tidak akan membuka rahasia. Angela,” Sybil menyemangati. “Dan kau selalu bisa
menyewa kereta yang bisa mengantarmu ke sekolah jika temanmu itu tidak
mengantarkanmu. Ini masih siang. Kau tidak akan dicari-cari sampai waktunya
makan malam. Ayo, masuklah ke sana.”
Angela
menyerahkan bungkusan yang dibawanya kepada Jane dan perlahan-lahan menyeberangi
jalan.
Tapi saat
ia menaiki tangga ke bangunan coklat tersebut, tiba-tiba ia merasa ragu.
Mendatangi seorang laki-laki adalah sesuatu yang bodoh. Apa anggapan Bradford
nanti?
Angela
segera membalik badannya, bersiap kembali ke toko. Namun gadis-gadis itu sudah
pergi. Mengapa tidak melakukannya saja? Kelihatannya bodoh jika tidak menemui
Bradford dan bicara dengannya.
Angela
menaiki tangga dan mengetuk pintu dengan keras. Beberapa saat kemudian pintu
tersebut dibukakan oleh seorang pria berbadan tinggi dengan lengan kemeja
tergulung dan mengenakan rompi. Sebatang rokok terselip di mulutnya dan ia
menunggu Angela bicara. Saat Angela tak bersuara, ia menarik Angela masuk lalu
menutup pintu.
“Jangan
sampai udara dinginnya masuk, Sayang,” pria itu berkata dengan suara kasar tapi
ramah.
Mata
Angela butuh beberapa detik untuk bisa menyesuaikan dengan cahaya ruangan yang
redup di ruang depan, namun ia bisa melihat dengan jelas ke dalam ruangan
karena di dalam ruangan cahayanya sangat terang dan penuh dengan pria dan
wanita yang berpakaian mahal yang mengelilingi sebuah meja. Ini rumah judi!
Asap melayang-layang keluar dari pintu ganda. Suara tawa, geraman, teriakan,
dan makian bercampur baur. Angela memperhatikan bahwa ruang depan dan ruangan
di belakangnya berdinding merah, dengan berbagai lukisan menghiasinya.
Pria yang
berdiri di belakangnya mengejutkannya dengan melepaskan topinya. “Karena kau
tidak ditemani siapa-siapa, kau pasti gadis baru yang dijanjikan Henry. Hai,
Peter! Beritahu Maudie gadis baru itu sudah datang. Sebaiknya kau lepaskan juga
jaketmu, Sayang. Di sini hangat dan kami tidak ingin kau menyembunyikan apa
yang kau punya. Kau ini berpakaian bagus, tapi tidak banyak bicara. Ayolah,
Maudie sudah menunggu.”
Angela
tidak bisa berkata apa-apa. Gadis baru apa yang dimaksud? Ia seharusnya
menjelaskan, tapi pria itu sudah menariknya. Pria itu masuk ke ruangan depan di
mana para penjudi menang dan kalah. Ia meninggalkan Angela sendirian tanpa
berkata apa-apa lagi.
Ruangan
itu besar, penuh dengan wanita berpakaian sutra dan satin mengkilap, yang duduk
dengan nyaman di sofa. Dindingnya pun berlapis beludru. Ada sebuah tangga mewah
di belakang ruangan, dan di sana Angela melihat bradford sedang naik ke lantai
atas, sambil memeluk seorang gadis cantik berambut merah. Bradford juga melihat
Angela dan tiba-tiba berhenti. Jantung angela juga terasa mau berhenti dan
telapak tangannya mulai berkeringat. Apakah Bradford mengenalinya setelah
selama ini?
“Hei,
Maudie, aku berubah pikiran,” kata Bradford. “Aku mau gadis baru itu.”
Maudie
melihat ke arah Angela kemudian tersenyum pada Bradford. “Pilihan yang bagus,
Tampan. Tapi untuk yang ini, kau harus membayar lebih.”
“Dasar!”
Bradford menggerutu. “Aku sudah kalah banyak di mejamu, jadi bermurah hatilah
sedikit.”
“Maaf,
tapi untuk yang ini banyak yang mengantre. Tarifnya tinggi.”
“Baiklah,
berapa?”
“Dua kali
lipat,” jawab Maudie.
Maudie
mendekati Angela saat si rambut merah meninggalkan Bradford dan menuruni tangga
dengan ekspresi kesal di wajahnya yang ber-make
up tebal. Sekarang Angela sadar bahwa semua wanita ini adalah pelacur.
Ia akan
kesulitan jika ingin mencoba keluar dari sini. Namun Bradford mungkin akan
mengenalinya dan menyelamatkannya dari situasi memalukan. Bradford akan
mencarikan jalan untuk mengeluarkannya dari sini, ia yakin itu. Ia bergegas ke
arah Bradford dan Bradford segera melingkarkan tangan di pinggangnya. Saat
mereka naik, Angela mencium bau minuman keras dari mulut Bradford.
“Namaku
Bradford, Sayang, dan kau jauh lebih bernilai daripada harga yang kubayar,”
katanya, mata coklat kuningnya menjelajahi tubuh Angela.
Angela
takut untuk mengatakan sesuatu, dan membiarkan Bradford menuntunnya naik ke
kamar di atas. Bradford menutup pintunya. Kata-katanya yang berikut membuat Angela
tercekat.
“Kau bisa
melepaskan pakaianmu saat aku membuatkan kita minum. Kulihat Maudie sudah
menyediakan minuman.”
Mungkin
aku salah paham, pikir Angela. “Kau sudah minum, Bradford. Bukankah itu sudah
cukup?”
“Mulailah
melepaskan pakaian bagusmu itu. Entah mengapa aku harus memberitahumu cara
melakukan pekerjaanmu.”
Angela
terkejut. Bradford tidak mengenalinya! Bradford mengira dirinya pelacur! Apa
yang akan dilakukannya?
“Bradford,
kau tak mengerti. Aku...”
Angela
mulai mengumpulkan keberaniannya saat Bradford mendekatinya dengan cepat
mengangkat wajahnya mendekat ke wajah pria itu. Angela terpaku saat ia
memandang mata Bradford yang bersinar. Ini Bradford yang ada di foto. Ia
merasakan rasa takut yang aneh saat Bradford merengkuh bahunya.
“Ada apa
denganmu? Jika tampang ketakutanmu ini kau pikir bisa membuat pelangganmu
penasaran, kau bisa segera menghentikannya. Ini tidak cocok untukku. Sekarang,
cepat tanggalkan pakaianmu.”
“Aku...
aku tidak bisa.” Angela gemetaran, pikirannya melayang.
Tiba-tiba
Bradford tertawa, cahaya menari di matanya.
“Kenapa
tidak bilang dari tadi?”
Bradford
membalikkan badan Angela dan mulai melonggarkan ikatan pakaiannya. Angela
menyadari Bradford telah salah mengartikan penolakannya. Bradford mengira
Angela tidak bisa membuka pakaiannya tanpa dibantu. Ia berdiri tak bergerak
saat jari-jari bradford membuka kaitan bajunya. Ia takut untuk bergerak.
Sekarang setelah ia membiarkan Bradford berlaku sejauh ini, bisakah ia
menghentikan pria itu? Dan tiba-tiba ia tersadar bahwa ia tidak ingin Bradford
berhenti. Ia sudah membayangkan momen seperti ini ratusan kali, mereka
berduaan, dan bercinta.
Ini
adalah pria yang selama bertahun-tahun dicintainya, dan saat ini ia juga
menginginkannya. Angela ingin merasakan tangan Bradford pada tangannya,
merasakan ciuman pria itu, walau hanya untuk sekali ini saja.
Mengapa
tidak? Ia bisa mendapatkan momen ini bersama Bradford, dan mengingatnya
selamanya. Ia bisa memberikan cintanya pada Bradford, seperti yang selalu
diinginkannya. Ia akan memberikan dirinya secara cuma-cuma dan berpura-pura
bahwa Bradford juga mencintainya.
Bradford
membungkuk dan mencium lehernya dengan lembut, membuat Angela bergetar karena
pria itu begitu dekat.
“Aku
minta maaf tadi berteriak kepadamu, Sayang, tapi kau membuatku khawatir,
kupikir kau tidak ingin melakukannya.”
“Maksudmu
kau tidak akan memaksaku jika aku tidak menginginkannya?” Angela bertanya saat
ia berbalik untuk memandang wajah Bradford.
“Oh,
tentu tidak!” Bradford menggeliat, tersinggung.
Bradford
membuat Angela terkejut karena merenggutnya dan membuat kepalanya berputar
dengan kekuatan ciuman pria itu. Ini adalah ciuman pertamanya, dan diberikan
oleh pria yang selama ini dicintainya! Ia merasa lemah, namun disaat yang sama
menikmatinya., dan sebuah sensasi aneh mengaliri tubuhnya.
Tiba-tiba
Bradford melepaskannya, membuatnya tak bisa bernapas. Dengan lembut Bradford
melepaskan pakaian Angela. Dengan perlahan Bradford melepaskan jepit rambut
Angela, sehingga ikal lembut rambut coklatnya jatuh di bahu. Bradford mencium
mata dan bibirnya sebelum mengangkatnya dan membawanya ke tempat tidur.
Angela
takut ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, tapi Bradford menuntunnya di
setiap langkahnya. Bradford begitu lembut saat memperkenalkan sentuhan dan bibirnya
pada tubuh Angela. Angela tidak merasa malu saat bradford menjelajahinya.
Dengan cepat ia bisa membalas, bahkan merangsang Bradford di titik
kenikmatannya.
Tapi
Angela tidak siap dengan apa yang terjadi selanjutnya. Rasa sakit meledak
bagaikan api di dalam tubuhnya. Ia menggigit bibirnya dan yang terdengar hanya
sebuah rintihan. Bradford memandang ke arahnya dengan terkejut.
“Apa aku
menyakitimu?”
“Tidak,”
dengan cepat ia meyakinkan pria itu.
“Lalu
kenapa kukumu mencengkram punggungku?” Bradford tersenyum.
“Maafkan
aku. Aku tidak sadar...”
“Jangan
minta maaf. Aku tidak sering menjumpai wanita yang bergairah. Bahkan aku lebih
sering bertemu wanita sedingin es selama ini, sampai akhirnya bertemu denganmu.”
Bradford
menciumnya dan mulai memasukinya lagi. Rasa sakitnya sekarang sudah hilang.
Rasanya menyenangkan Bradford ada di dalamnya. Kemudian Bradford berhenti,
membuat Angela kecewa karena semua telah selesai. Ia mengira Bradford akan
berguling ke samping, tapi ternyata tidak. Bradford hanya bebaring di atasnya,
mengambil napas berat, lalu mulai bergerak lagi.
Angela
senang bahwa ini belum usai, bahwa Bradford masih di dalamnya, mencintainya.
Kemudian sebuah sensasi baru muncul dari dalam dirinya, yang rasanya sama
sekali berbeda. Rasa itu semakin meningkat, semakin menguat sampai meledak
dengan sebuah sensasi kenikmatan yang tiada tara. Ia telah memasuki dunia baru.
Bradford
menciumnya dengan lembut, kemudian berbisik, “Jik aku tidak selelah ini, aku bisa
bercinta denganmu sepanjang sore dan malam ini. Mungkin lain kali.”
Bradford
bergesre dengan helaan napas yang berat dan berbaring telengkup di samping
Angela. Matanya tertutup dan dengan cepat ia jatuh tertidur. Angela menatap
otot di tubuh Bradford, begitu kuat dan sempurna, kemudian wajahnya, tenang
dalam tidurnya.
Sekarang
semua sudah berakhir, dan Angela tahu ia harus segera meninggalkan tempat ini
sebelum Maudie mencarikan pelanggan lain. Ia menyelinap keluar dari tempat
tidur perlahan, berusaha agar tidak membangunkan Bradford, lalu ia melihat noda
darah pada seprai satin itu. Ia terhenyak memandang bukti keperawanannya, dan
dengan cepat menarik bedcover untuk
menutupi tubuh Bradford dan noda itu, kemudian ia mendekati mangkuk air yang
berada di pojokan dan membasuh wajahnya.
Angela
meluangkan waktu untuk menjepit rambutnya, membiarkan beberapa ikal rambutnya
menjuntai, karena ia harus terlihat sama seperti saat ia meninggalkan sekolah.
Kemudian ia mulai mengenakan pakaiannya, namun dengan cepat sadar bahwa ia
tidak bisa mengencangkan pakaiannya sendiri. Ia harus mengenakan sesuatu untuk
menutupi punggungnya yang terbuka, dan di ruangan itu tidak ada yang bisa
dikenakannya kecuali rompi perak, kemeja putih, atau mantel Bradford. Ia
akhirnya memutuskan untuk mengenakan rompi guna melapisi pakaiannya. Kemudian
ia tersadar bahwa ia harus meninggalkan topi dan jaketnya. Ia tidak bisa turun
mengambilnya. Ia berharap ada jalan keluar dari bangunan ini selain melawati
ruangan di mana Maudie sebelumnya berada.
Angela
melintasi tempat tidur untuk melihat terakhir kalinya sosok pria yang sedang
tidur di sana. “Aku mencintaimu, Bradford Maitland, dan akan selalu
mencintaimu,” ia berbisik.
“Apa?”
Bradford bergumam, tanpa membuka mata coklat emasnya.
Angela
menarik napas dengan cepat. “Tidak ada apa-apa, Bradford. Kembalilah tidur.”
Dengan
sebuah helaan napas yang dalam, ia meninggalkan kamar, menutup pintunya
perlahan. Ia kemudian menuju bagian belakang bangunan, berdoa agar menemukan
jalan keluar yang aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar