Jumat, 04 Mei 2018

Glorious Angel 8


Angela yakin ia tadi mimpi berbincang dengan Jacob Maitland. Namun dua jam kemudian, kereta yang berwarna hitam baru tadi, datang menjemputnya, dan ia tahu bahwa ini adalah kenyataan. Ia akan ke Golden Oaks.

Satu-satunya hal yang bisa ia pikirkan dalam perjalanan singkat menuju rumah barunya adalah ia akan lebih dekat dengan Bradford Maitland. Ia tak pernah berharap besar pada mimpi masa kecilnya. Namun kenyataannya, Angela yang berumur tujuh belas tahun semakin mencintai Bradford Maitland, lebih dari saat berumur empat belas tahun.

Hannah mengatakan padanya bahwa Bradford sudah tidak di militer lagi, tapi ia masih berada di Utara menjalankan perusahaan-perusahaan Maitland di New Nyork. Zachary ada di rumah, setelah dikirim pulang dari medan perang pada tahun 1862 karena luka pada kakinya. Ia menikahi Crystal Lonsdale, dan mereka berdua tinggal di Golden Oaks sekarang.

Angela ingat saat pertama kalinya ia melihat Golden Oaks, sepuluh tahun yang lalu, saat istri Jacob Maitland wafat. Ayahnya datang melayat dan ia mengikuti. Lalu ada juga saat-saat lain di mana ayahnya membawakan hasil panen mereka ke gudang Maitland, dan pada tahun-tahun belakangan ini, ia selalu ikut bersama ayahnya. Namun ia tidak pernah masuk ke rumah besar yang megah itu. Sekarang ia akan bekerja di sana.

Angela tidak merasa kecil hati karena menjadi pelayan. Bekerja di rumah sebagus itu akan jauh lebih mudah daripada menggarap ladang. Menjadi seorang pelayan Maitland membuatnya lebih sering bisa bertemu Bradford saat pria itu pulang. Walau Bradford tak membalas cintanya, ia akan bisa dekat dengan lelaki itu, dan hanya itu yang penting. Kereta itu berhenti di depan rumah dan Angela menatap pilar ala Yunani yang menjulang, berjejer di serambi depan yang luas. Namun matanya tertuju pada seseorang yang mengintip dari balik jendela atas. Tirainya ditutup terburu-buru, membuat dirinya tidak tenang. Siapa yang mengawasi kedatangannya?

"Well, Angela, selamat datang di Golden Oaks," Jacob Mailand berkata saat keluar menyambutnya.

"Terima kasih, Sir," Angela menjawab dengan senyum malu-malu, namun mata violetnya berbinar dan ia menjadi tenang saat Hannah muncul di serambi di belakang Jacob.

"Missy Angela, aku sangat senang kau akan tinggal di sini!" Hannah berteriak dengan suara kerasnya seperti biasa. "Aku sungguh menyesal mendengar meninggalnya ayahmu, tapi aku lega mengetahui bahwa kau sudah ada yang menjaga."

"Mr. Maitland sangat baik kepadaku."

"Angela, kumohon, Aku ingin kau memanggilku Jacob. Lagi pula, kita ini teman lama, kan?"

"Baiklah, Sir... maksudku, Jacob."

"Itu jauh lebih baik." Jacob tersenyum ramah. "Hannah akan mengantarmu ke kamar. Dan Hannah, jangan membuatnya bosan dengan ocehanmu. Pagi ini Angela sangat lelah, dan aku ingin dia istirahat sepanjang sore ini." Ia berbalik menghadap Angela lagi. "Kami sudah makan siang, Sayang, tapi Hannah akan membawa makananmu ke kamar. Nanti juga akan ada orang yang memanggilmu untuk makan malam. Putraku Zachary telah terbiasa dengan kebiasaan orang Selatan yang tidur sehabis makan siang, begitu juga istrinya, karena udara yang panas. Namun kau akan bertemu mereka nanti malam."

"Ayo, Missy," Hannah berkata sambil tetap memegang pintu agar tetap terbuka. "Aku sudah menyiapkan kamar di sisi rumah yang dingin untukmu. Pemandangannya ke arah sungai yang biasanya ada hembusan angin."

Angela mengikuti Hannah masuk ke ruang utama, tergesa-gesa agar bisa mengikuti langkah cepat Hannah yang menuju tangga melingkar di ujung ruangan itu. Angela tidak sempat berhenti dan melihat-lihat lukisan indah yang menghiasi dinding putih. Ia hanya melihat sekilas melalui pintu terbuka yang mereka lewati.

Di atas tangga adalah ruang panjang yang memenuhi panjang rumah, dan pada tiap ujungnya ada jendela yang terbuka lebar, sehingga cahaya matahari dan angin semilir bisa masuk. Ada delapan pintu di koridor, masing-masing empat pada tiap sisinya. Hannah berbelok ke kiri di ujung atas tangga dan berdiri menunggu di pintu terakhir di bagian belakang rumah.

Angela berjalan cepat-cepat, melihat sekilas pada potret keluarga yang berbaris di ruang utama. Ia berhenti sebentar saat sepasang mata coklat emas menatapnya dari arah dinding. Lukisan itu sungguh-sungguh mirip dengan aslinya. Pelukisnya bisa menangkap pandangan angkuhnya. Dagu yang terangkat, tulang pipi yang tinggi, hidung yang lurus dan lancip, bibir tegas yang tersenyum, dahi yang tinggi, serta alis melengkung yang tebal dan hitam yang cocok dengan rambutnya. Itu lukisan wajah Bradford Maitland.

"Itu lukisan Master Jacob Maitland yang sangat bagus. Aku selalu beranggapan itu lebih cocok digantung di ruang belajar," ujar Hannah sambil mendekati lukisan tersebut.

"Tapi kukira ini lukisan Bradford."

"Bukan, Nak, Ini Master Jacob Maitland  saat dia masih muda. Lukisan Bradford ada di ruang depan. Jika kita menaruhnya berdampingan, akan tampak dua lukisan dari orang yang sama, kecuali bagian matanya. Mata Bradford lebih menyala karena dia tidak suka dilukis, dan itu terlihat. Dia ingin lukisannya jauh-jauh dari kamarnya di sisi rumah yang ini."

"Sisi ini?"

"Ya, Missy." Hannah tergelak. "Kukira kau akan senang dapat kamar yang letaknya di seberang kamarnya... itu jika Bradford akan pernah memutuskan untuk pulang ke rumah."

Kenyataan bahwa ia akan tinggal di dalam rumah, dan bukan bersama pelayan yang lain, membuat Angela bingung. Ia sama sekali tidak mengerti. Mungkin Jacob Maitland sangat baik karena hanya ia satu-satunya pelayan berkulit putih.

Angela sangat kaget dengan bentuk kamar yang akan ditempatinya. Kamar ini lebih besar daripada rumah yang ditinggalinya seumur hidupnya. dicat dengan warna lavender dan ungu kebiruan yang mewah. Baunya pun bahkan seperi lavender. Ia tidak pernah melihat sesuatu yang seindah ini. Dan kamar ini akan menjadi kamarnya!

Lantainya dipoles dengan sangat baik sehingga memantulkan perabot mahal yang mengisinya. Tempat tidurnya yang besar dan punya empat tiang dan kanopi di atasnya. Renda beludrunya berwarna biru dan saat ini ditutup agar terhindar dari panas. Ada sebuah kursi yang nyaman di sudut, sebuah sofa panjang, meja, meja rias, dan cermin berbingkai yang tinggi. Bagaimana ia bisa terbiasa hidup seperi ini?"

"Kau yakin kamar ini untukku?" Angela berbisik, rasa tidak percaya muncul di wajah cantiknya.

Hannah tertawa. "Master Jacob bilang aku bisa memilih kamar kosong mana pun untukmu, dan aku pilih yang ini. Semua kamar hampir sama. Aku tahu ini tidak seperti rumahmu yang dulu, Missy, tapi kau sekarang ada di sini, dan kau harus terbiasa. Tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, dan aku senang akan hal itu. Sekarang istirahatlah, seperti yang diminta Master." Lalu Hannah meninggalkannya sendirian di sana.

Istirahat? Tengah hari begini? Bagaimana bisa?

Angin semilir yang berembus menggoyang tirai yang tebal. Angela mendekati jendela dan membuka tirai itu. Sungai bisa ditempuh dengan berjalan kaki, dan ia membayangkan bagaimana rasanya duduk di sini dan melihat kapal uap lewat. Ada sebuah kebun yang indah di belakang rumah. Wangi melati dan magnolia tercium olehnya.

Hamparan rumput yang indah berada di sisi rumah yang ini. Di belakang, yang menuju ke sungai, terdapat hamparan rumput yang diteduhi pohon ek yang besar dan semak willow. Pondok para pelayan dan kandang kuda ada di bagian kanan rumah, tertutup pohon cedar yang lebat. Ini adalah pemandangan yang luar biasa indah.

Terdengar sebuah ketukan dan seorang gadis Negro berkulit coklat yang umurnya hampir sama dengan Angela, masuk membawa nampan berisi makanan, yang ditatanya di atas meja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Angela tersenyum ramah pada gadis itu saat gadis itu keluar. Ia tidak tahu bagaimana harus bersikap terhadap pelayan lain, namun ia ingin berteman dengan mereka. Ia berharap mereka tidak iri dengan kehadirannya di sini.



Next
Back
Synopsis


Tidak ada komentar:

Posting Komentar