Rabu, 26 September 2018

Beyond the Highland Mist, 1


Skotlandia
1 April 1513

SIDHE JAMES LYON DOUGLAS, EARL ketiga dari Dalkeith, berjalan menyusuri lantai. Tetesan air jatuh dari rambutnya yang basah, membasahi dadanya yang bidang, kemudian berkumpul membentuk sungai kecil yang mengalir di antara otot-otot perutnya. Cahaya bulan masuk dari jendela yang terbuka, membuat kulitnya yang berwarna tembaga berkilau, seakan ia adalah patung yang dipahat dari besi yang membara.

Bak mandi di belakangnya sudah menjadi dingin dan terlupakan. Demikian pula wanita yang berada di atas ranjangnya. Wanita itu menyadarinya.


Dan sama sekali tak menyukainya.

Terlalu tampan untukku, ujar Esmeralda dalam hati. Tapi demi Tuhan, lelaki itu bagaikan penawar racun, satu kali lagi mereguk tubuh pria itu adalah satu-satunya penawar racun. Esmeralda teringat kembali semua hal yang rela ia lakukan untuk menyita perhatiannya, untuk tidur bersamanya, dan –semoga Tuhan mengampuninya– segala hal yang rela ia lakukan untuk tetap bersamanya.

Esmeralda hampir membencinya karena hal itu. Ia membenci dirinya sendiri karena hal itu. Ia seharusnya jadi milikku, ujarnya dalam hati. Ia mengawasinya berjalan melintasi kamar menuju jendela yang terbuka di antara tiang-tiang batu granit yang melengkung enam meter di atas kepalanya. Esmeralda mencemooh lelaki itu di belakang. Bodoh –bagian terbuka yang begitu besar di benteng ini –atau kesombongan. Memangnya kenapa jika seseorang bisa berbaring di ranjang bulu angsa berukuran besar lalu memandang ke atas melalui lengkungan berwarna merah jambu ke arah langit beledu mersemat bintang?

Esmeralda memergokinya memandang ke arah itu juga malam tadi, saat lelaki itu menidurinya, memuaskan hasratnya yang senantiasa lapar dengan kejantanan perkasa yang hanya dimiliki lelaki itu. Esmeralda merintih di bawahnya dalam rasa nikmat tiada tara, tapi lelaki itu melihat ke arah jendela –seolah Esmeralda tidak ada di sana.

Apakah ia sedang menghitung bintang?

Atau ia diam-diam menyenandungkan lagu pendek mesum agar tak jatuh tertidur?

Esmeralda merasa kehilangan dia.

Tidak, ia bersumpah, ia tak akan pernah kehilangan lelaki itu.

“Hawk?”

“Hmmm?”

Esmeralda merapikan seprai ranjang sutra berwarna ungu dengan jarinya yang gemetar. “Kembalilah ke sini, Hawk.”

“Aku tak bisa tidur malam ini, manisku.” Ia mempermainkan tangkai bunga berwarna biru pucat. Setengah jam yang lalu ia menyapukan bunga itu ke sepanjang kulit Esmeralda yang halus.

Esmeralda tersentak atas pernyataan lelaki itu bahwa ia masih punya energi. Sambil mengantuk dan lemas, Esmeralda bisa melihat bahwa tubuh lelaki itu masih segar bertenanga. Wanita macam apa yang bisa –atau berapa banyak – yang bisa membuat lelaki ini lemas sekaligus puas?

Lebih dari Esmeralda tampaknya, dan betapa hal itu membuatnya tersinggung.

Apakah adiknya lebih mampu memuaskannya? Adiknya yang selama ini menghangatkan ranjangnya sebelum Zeldie menemukan cara untuk merebut posisinya?

“Apakah aku lebih baik dari adikku?” Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya tanpa bisa dicegah. Ia menggigit bibirnya, tak sabar menunggu jawaban.

Kata-kata yang keluar dari mulut Esmeralda mengalihkan pandangan Hawk dari bintang-bintang di langit malam, berpindah ke ranjangnya yang luas, tempat berbaringnya wanita Gypsy yang berambut hitam. “Esmeralda,” Hawk berujar lembut.

“Apakah aku begitu?” suaranya yang bernada rendah mendadak meninggi. Hawk menghela napas, “Kita sudah pernah membicarakan hal ini –”

“Tapi kau tak pernah menjawab.”

“Tak perlu membanding-bandingkan dirimu, manisku. Kau tahu itu tolol...”

“Bagaimana mungkin aku tak memperbandingkan diriku jika kau bisa melakukan itu dengan ratusan, ribuan wanita lainnya, bahkan dengan adikku sendiri?” Sepasang alis yang rapi tercabut membentuk lengkungan di atas matanya yang berkilau.

Hawk tertawa. “Dan berapa pria yang sudah kau bandingkan denganku, Esmeralda?”

“Adikku tak mungkin lebih baik dariku. Ia hampir-hampir perawan.” Esmeralda seakan meludahkan kata itu dengan rasa jijik. Hidup ini terlalu banyak kejutan bagi seseorang untuk tetap memelihara keperawanannya. Gairah badani, dalam cara apa pun mengeluarkannya, adalah salah satu aspek yang sehat dalam kebudayaan Rom.

Hawk mengangkat tangannya. “Hentikan.”

Tapi Esmeralda tak bisa berhenti. Kata-kata berbisa penuh tuduhan berhambur keluar dari mulutnya sebagai curahan amarah pada pria yang sudah mampu membuat darahnya berdesir, dan rasa bosan Hawk yang Esmeralda rasakan di antara kedua pahanya seakan terpahat di wajah rupawan itu, malam ini. Sebenarnya, sudah ia rasakan di banyak malam sebelumnya.

Hawk mendiamkan amarah Esmeralda tercurah, dan saat akhirnya makiannya berhenti, Hawk kembali berbalik menatap ke luar jendela. Sebuah suara lolongan serigala terdengar mengoyak malam, dan Esmeralda seolah merasakan teriakan yang serupa meluap di dadanya. Ia sadar, kebisuan Hawk sebenarnya adalah ucapan selamat tinggal. Seakan tersengat rasa malu dan dicampakkan, ia berbaring dengan tubuh gemetar di aras ranjang Hawk –ranjang yang ia tahu tak akan pernah ditidurinya lagi.

Esmeralda bersedia membunuh untuk pria ini.

Hal yang memang ia lakukan sesaat kemudian, saat Esmeralda berlari ke arahnya dengan belati perak terhunus yang ia ambil dari meja di samping ranjang. Esmeralda mungkin bisa meninggalkan ruangan itu tanpa bersumpah akan melakukan pembalasan, jika saja Hawk memperlihatkan sedikit rasa terperanjat. Atau sedikit terkejut. Bahkan, rasa iba sekalipun.

Tapi Hawk sama sekali tak memperlihatkan semua itu. Wajahnya yang tampan hanya tertawa sambil mengelak dengan santai, menangkap tangan Esmeralda dan membuang belati perak yang ia genggam ke luar jendela.

Hawk tertawa.

Dan Esmeralda mengutuknya. Juga semua keturunannya, dan keturunan selanjutnya.

Saat Hawk membungkamnya dengan ciuman, Esmeralda mengutuknya dengan gigi terkatup, bahkan saat tubuhnya sendiri berkhianat, meleleh tanpa daya dalam sentuhan Hawk. Seharusnya tak ada pria yang tak terjamah seperti ini. Juga tak kenal rasa takut seperti ini.

Tak ada pria yang boleh mencampakkan Esmeralda. Pria ini sudah selesai dengannya, tapi Esmeralda belum selesai. Tak akan pernah selesai.

***

“Bukan salahmu, Hawk,” Grimm menghibur. Mereka berdua duduk di teras batu Dalkeith sambil menyeruput anggur dan menghisap tembakau impor dengan penuh rasa puas.

Sidheach James Lyon douglas mengusap rahangnya yang sempurna dengan tangannya yang sempurna, merasa terganggu dengan anak brewok yang tampaknya sudah muncul hanya beberapa jam setelah ia mencukurnya.

“Aku tak mengerti, Grimm. Kukira ia ingin mencari kenikmatan denganku. Kenapa lalu ia ingin membunuhku?”

Grim mengangkat sebelah alisnya. “Memangnya apa yang kau lakukan pada wanita di ranjang, Hawk?”

“Aku berikan yang mereka inginkan. Fantasi. Tubuh dan darahku untuk memuaskan apapun hasrat mereka.”

“Lalu apa yang kau tahu tentang fantasi para wanita?” Grimm bertanya dengan lantang.

Sang Earl Dalkeith tertawa lembut, suara tawa yang menyerupai dengkuran lembut yang ia tahu bisa membuat wanita gila. “Ah, Grimm, kau harus mendengarkan dengan segenap ragamu. Dari sorot matanya kau bisa mengetahuinya atau tidak. Dari erangannya yang lembut, ia membimbingmu. Dalam setiap gerakan tubuhnya yang terbalik, kau  bisa mengetahui apakah ia menginginkanmu dari depan atau dari belakang lekukan tubuhnya. Dengan kelembutan atau kekuatan; apakah ia menginginkan pecinta lembut atau hewan buas. Apakah ia ingin bibirnya dikecup, atau direnggut dengan kasar. Apakah ia ingin payudara –”

“Aku mengerti,” Grimm memotong kalimatnya, sambil menelan ludah. Ia beringsut ke kursinya dan menurunkan kakinya yang tadi bersilang. Lalu menyilangkan kembali, sambil merapikan pakaiannya. Menurunkan kakinya lagi dan menghela napas. “Lalu Esmeralda? Apa kau tahu fantasinya?”

“Sangat tahu. Salah satunya menjadi Lady Hawk.”

“Ia pasti tahu hal itu tak mungkin, Hawk. Semua orang tahu kau akan dinikahkan sejak Raja James mengumumkan pertunanganmu.”

“Semua orang tahu aku akan mati. Dan aku tak ingin membicarakannya.”

“Waktunya semakin dekat, Hawk. Bukan hanya kau harus membicarakannya, kau juga harus melakukan sesuatu –seperti misalnya menjemput mempelaimu. Waktumu tinggal sedikit. Tidakkah kau peduli?”

Hawk mengerling tajam ke atah Grimm.

“Hanya memastikan. Hanya tinggal dua malam tersisa, bukan?”

Hawk menatap ke langit malam yang sarat dengan bintang-bintang. “Bgaimana aku bisa lupa?”

“Menurutmu James akan mewujudkan ancamannya jika kau tak menikahi si gadis Comyn itu?”

“Tentunya,” Hawk menjawab dengan datar.

“Aku tak mengerti kenapa ia begitu membencimu.”

Seulas senyum sinis membayang di wajah Hawk. Ia tahu mengapa James membencinya. Tiga puluh tahun lalu orang tua Hawk telah mempermalukan James habis-habisan. Karena ayah Hawk wafat sebelum James sempat membalaskan dendamnya, sang raja mengalihkan dendamnya pada Hawk.

Selama lima belas tahun James mengendalikan setiap menit kehidupan Hawk. Beberapa hari sebelum masa pemerintahannya selesai, James mengatur rencana yang berpengaruh kepada seluruh masa depan kehidupan Hawk. Dengan surat keputusan resmi kerajaan, Hawk dipaksa menikahi seorang gadis yang ia tak kenal dan ia inginkan. Seorang perempuan pemintal yang kata orang berwajah buruk dan tak waras. Itulah cara Raja James menjatuhkan hukuman seumur hidup untuknya. “Siapa yang bisa menyelami pikiran seorang raja, sahabatku?” Hawk mengelak, secara tegas mengakhiri pembahasan mengenai hal itu.

Kedua pria itu terdiam sejenak, masing-masing memikirkan hal berbeda sambil menatap langit beledu. Seekor burung hantu berbunyi lembut dari arah taman. Jangkrik membunyikan suara bagaikan konser yang manis, seakan memberi persembahan bagi tibanya senja di Dalkeith. Gemintang berpendar di langit yang mengilap.

“Lihat. Bintang jatuh. Di sana, Hawk. Apa yang kau pikirkan?” Grim menunjuk ke arah sebuah titik kecil yang melayang jatuh, meninggalkan ekor berwarna putih susu di belakangnya.

“Esmeralda bilang, jika kau memohon sesuatu saat bintang jatuh seperti itu, permintaanmu akan dikabulkan.”

“Apa kau baru saja memohon sesuatu?”

“Omong kosong,” Hawk mendengus. “Dongeng romantis untuk gadis-gadis pemimpi.” Tentu saja Hawk memohon sesuatu. Apalagi, waktu memang semakin dekat.

“Kalau begitu, aku sedang mencoba,” Grimm menggumam, mengacuhkan ejekan Hawk. “Aku ingin...”

“Sudahlah, Grimm. Apa permintaanmu?” Hawk bertanya penasaran.

“Bukan urusanmu. Kau tak percaya.”

“Aku? Seorang pencinta yang membuat ribuan orang mabuk kepayang dengan rayuan dan sajak –kau bilang aku bukan orang yang percaya dengan semua hal kewanitaan yang indah itu?”

Grimm menatapnya seolah memperingatkan. “Hati-hati dengan celaanmu itu, Hawk. Suatu saat nanti kau bisa membuat seorang gadis marah. Dan kau tak akan tahu bagaimana menghadapinya. Untuk sementara ini, mereka semua masih terpesona pada senyumanmu yang sempurna –“

“Seperti ini.” Hawk mengangkat sebelah alisnya dan menyunggingkan seulas senyuman, lengkap dengan kelopak mata meredup yang seolah berkata pada siapapun gadis yang sedang menatapnya bahwa ia adalah satu-satunya gadis cantik yang ada di hati Hawk, siapapun orangnya yang saat itu sedang berada di dalam pelukan Hawk.

Grimm menggeleng sambil berpura-pura jijik. “Kau melatihnya. Pasti. Ayo, akui saja.”

“Tentu saja aku melatihnya. Karena ini membawa hasil. Kau pasti juga mau melatihnya, bukan?”

“Dasar mata keranjang.”

“Ehm,” Hawk setuju.

“Apakah kau bahkan mengingat nama-nama mereka?”

Seluruh lima ribu gadis, semunya.” Hawk menyembunyikan senyumannya dengan meneguk anggur.

“Bajingan. Jangak.”

“Pencoleng. Cabul. Kurangajar. Ah, ada yang lebih cocok: orang yang menyukai kesenangan badaniah,” Hawk mengusulkan.

“Kenapa mereka semua tak bisa melihat siapa kau sebenarnya?”

Hawk mengangkat bahu. “Mereka menyukai apa yang mereka dapatkan dariku. Di luar sana ada banyak sekali gadis-gadis lapar. Aku tak tega membiarkan mereka begitu. Itu akan menjadi beban pikiran di kepalaku.”

“Kurasa aku tahu kepala yang mana yang akan terbebani,” ujar Grimm sinis. “Itu yang akan mendatangkan kesulitan untukmu suatu saat nanti.”

“Apa permintaanmu, Grimm?” Hawk mengacuhkan peringatan temannya dengan sikap acuh tak acuh yang jadi kebiasaannya jika topik pembicaraannya adalah mengenai gadis-gadis.

Grimm menyunggingkan seulas senyum dengan lamban. “Seorang gadis yang tak menginginkanmu. Gadis yang cantik, tidak, yang cantik luar biasa, yang cerdas dan bijaksana. Gadis yang sempurna kecantikan wajahnya, sempurna lekuk tubuhnya dan berbibir sempurna mengucapkan kata ‘tidak’ padamu, wahai sehabatku yang sempurna. Dan aku juga meminta agar diizinkan menyaksikan hal itu.”

Hawk tersenyum dengan congkak. “Itu tak akan pernah terjadi.”

***

 Angin yang berhembus di antara pohon pinus meniupkan aroma melati dan kayu cendana, membawa sebuah suara yang tak terdengar oleh kedua pria itu, yang kemudian seolah tertawa dan berkata ”kurasa itu bisa diatur.



Sinopsis
Next


Tidak ada komentar:

Posting Komentar