Rabu, 05 Februari 2020

The Bride #Prolog


Skotlandia, 1100

Upacara penguburan itu selesai.

Istri Alec Kincaid akhirnya dibaringkan untuk selamanya. Cuaca suram sekali, sesuram ekspresi di wajah-wajah beberapa anggota klan yang berkumpul di tanah pemakaman di atas punggung bukit yang dingin.

Helena Louise Kincaid dibaringkan di tanah yang tidak suci karena mempelai baru dari ketua klan besar itu mengakhiri hidupnya sendiri dan karenanya dihukum dengan dikubur di tempat peristirahatan terakhir di luar pemakaman Kristen yang sebenarnya. Gereja tidak akan mengizinkan tubuh yang bergelimang dosa besar beristirahat di dalam tanah yang diberkati. Jiwa yang kotor seperti apel yang busuk, kata para pemuka gereja, dan gagasan bahwa satu jiwa busuk bisa menodai jiwa-jiwa yang suci terlalu mengerikan untuk diabaikan.

Hujan deras membasahi tubuh para anggota klan. Jasad Helena yang dibungkus kain kotak-kotak keluarga Kincaid yang berwarna merah, hitam, dan lembayung keabu-abuan, meneteskan air dan berat ketika dimasukkan ke peti pinus baru. Alec Kincaid yang mengerjakannya sendiri, tidak mengizinkan orang lain menyentuh istrinya yang sudah meninggal.

Sang pastor tua, Bapa Murdock, berdiri dengan jarak yang cukup jauh dari yang lainnya. Ia sama sekali tidak tampak nyaman karena tidak ada upacara yang selayaknya. Tidak ada doa bagi mereka yang bunuh diri. Dan penghiburan apa yang bisa ia berikan pada pare pelayat sementara semuanya tahu kalau Helena sudah dalam perjalanan menuju neraka? Gereja telah menetapkan  takdir Helena yang malang. Keabadian dalam api neraka merupakan satu-satunya hukuman bagi pelaku bunuh diri.



***


Ini tidak mudah bagiku. Aku berdiri di samping pastor, ekspresiku seserius anggota klan lainnya. Aku juga mengucapkan doa, walau bukan untuk Helena. Tidak, aku berterima kasih pada Tuhan karena tugas ini akhirnya selesai.

Helena sekarat lama sekali. Tiga hari penuh penderitaan dan ketegangan yang harus kulalui sementara aku berdoa agar ia tidak membuka mata atau menyatakan yang sebenarnya.

Mempelai wanita Kincaid memberiku siksaan yang berat, berlama-lama menunda kematiannya. Ia mungkin melakukan itu hanya untuk membuat perutku mulas. Aku mengakhiri siksaan itu ketika akhirnya ada kesempatan, dengan mudah menghentikan napasnya dengan membekap kain kotak-kotak keluarga Kincaid di atas wajahnya. Sama sekali tidak perlu waktu lama, dan Helena, dalam kondisi lemahnya, tidak terlalu ribut.

Oh, Tuhan, itu saat yang menyenangkan. Rasa takut ketahuan membuat tanganku berkeringat, tapi pada saat yang bersamaan ketegangannya juga menyemburkan kekuatan yang mengalir di punggungku.

Aku lolos setelah membunuh! Oh, aku berharap bisa memamerkan kecerdikanku. Tapi, tentu saja, aku tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun dan aku tidak berani menunjukkan kegembiraan di wajahku.

Aku mengalihkan perhatian ke Alec Kincaid sekarang. Suami Helena itu berdiri di samping lubang yang menganga. Tangannya mengepal di samping dan kepalanya menunduk. Aku bertanya-tanya apakah ia merasa marah atau sedih dengan kematian istrinya yang berlumur dosa itu. Sulit membaca pikirannya karena ia selalu bisa menyembunyikan emosinya dengan baik.

Bagiku, tidak penting apa yang dirasakan Alec Kincaid sekarang ini. Seiring dengan waktu, ia akan melupakan kematian istrinya. Dan waktu jualah yang kubutuhkan sebelum menuntut posisi yang sudah menjadi hakku.

Pastor tiba-tiba batuk, suara menyiksa yang mengembalikan perhatianku padanya. Ia tampak seolah hendak menangis. Aku menatapnya hingga ia tenang kembali. Kemudian, ia menggeleng. Sekarang aku tahu apa yang sedang dipikirkannya. Pikirannya tercermin di wajahnya, dan semua orang bisa melihatnya.

Istri Alec Kincaid telah membuat mereka semua malu.

Oh Tuhan, tolong aku, aku tidak boleh tertawa.



Synopsis




Tidak ada komentar:

Posting Komentar