Skotlandia,
1100
Upacara
penguburan itu selesai.
Istri
Alec Kincaid akhirnya dibaringkan untuk selamanya. Cuaca suram sekali, sesuram
ekspresi di wajah-wajah beberapa anggota klan yang berkumpul di tanah pemakaman
di atas punggung bukit yang dingin.
Helena
Louise Kincaid dibaringkan di tanah yang tidak suci karena mempelai baru dari
ketua klan besar itu mengakhiri hidupnya sendiri dan karenanya dihukum dengan
dikubur di tempat peristirahatan terakhir di luar pemakaman Kristen yang
sebenarnya. Gereja tidak akan mengizinkan tubuh yang bergelimang dosa besar
beristirahat di dalam tanah yang diberkati. Jiwa yang kotor seperti apel yang
busuk, kata para pemuka gereja, dan gagasan bahwa satu jiwa busuk bisa menodai
jiwa-jiwa yang suci terlalu mengerikan untuk diabaikan.
Hujan
deras membasahi tubuh para anggota klan. Jasad Helena yang dibungkus kain
kotak-kotak keluarga Kincaid yang berwarna merah, hitam, dan lembayung
keabu-abuan, meneteskan air dan berat ketika dimasukkan ke peti pinus baru.
Alec Kincaid yang mengerjakannya sendiri, tidak mengizinkan orang lain
menyentuh istrinya yang sudah meninggal.
Sang
pastor tua, Bapa Murdock, berdiri dengan jarak yang cukup jauh dari yang
lainnya. Ia sama sekali tidak tampak nyaman karena tidak ada upacara yang
selayaknya. Tidak ada doa bagi mereka yang bunuh diri. Dan penghiburan apa yang
bisa ia berikan pada pare pelayat sementara semuanya tahu kalau Helena sudah
dalam perjalanan menuju neraka? Gereja telah menetapkan takdir Helena yang malang. Keabadian dalam
api neraka merupakan satu-satunya hukuman bagi pelaku bunuh diri.
***
Ini
tidak mudah bagiku. Aku berdiri di samping pastor, ekspresiku seserius anggota
klan lainnya. Aku juga mengucapkan doa, walau bukan untuk Helena. Tidak, aku
berterima kasih pada Tuhan karena tugas ini akhirnya selesai.
Helena
sekarat lama sekali. Tiga hari penuh penderitaan dan ketegangan yang harus
kulalui sementara aku berdoa agar ia tidak membuka mata atau menyatakan yang
sebenarnya.
Mempelai
wanita Kincaid memberiku siksaan yang berat, berlama-lama menunda kematiannya.
Ia mungkin melakukan itu hanya untuk membuat perutku mulas. Aku mengakhiri
siksaan itu ketika akhirnya ada kesempatan, dengan mudah menghentikan napasnya
dengan membekap kain kotak-kotak keluarga Kincaid di atas wajahnya. Sama sekali
tidak perlu waktu lama, dan Helena, dalam kondisi lemahnya, tidak terlalu
ribut.
Oh,
Tuhan, itu saat yang menyenangkan. Rasa takut ketahuan membuat tanganku
berkeringat, tapi pada saat yang bersamaan ketegangannya juga menyemburkan
kekuatan yang mengalir di punggungku.
Aku
lolos setelah membunuh! Oh, aku berharap bisa memamerkan kecerdikanku. Tapi,
tentu saja, aku tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun dan aku tidak berani
menunjukkan kegembiraan di wajahku.
Aku
mengalihkan perhatian ke Alec Kincaid sekarang. Suami Helena itu berdiri di
samping lubang yang menganga. Tangannya mengepal di samping dan kepalanya
menunduk. Aku bertanya-tanya apakah ia merasa marah atau sedih dengan kematian
istrinya yang berlumur dosa itu. Sulit membaca pikirannya karena ia selalu bisa
menyembunyikan emosinya dengan baik.
Bagiku,
tidak penting apa yang dirasakan Alec Kincaid sekarang ini. Seiring dengan
waktu, ia akan melupakan kematian istrinya. Dan waktu jualah yang kubutuhkan sebelum
menuntut posisi yang sudah menjadi hakku.
Pastor
tiba-tiba batuk, suara menyiksa yang mengembalikan perhatianku padanya. Ia
tampak seolah hendak menangis. Aku menatapnya hingga ia tenang kembali.
Kemudian, ia menggeleng. Sekarang aku tahu apa yang sedang dipikirkannya.
Pikirannya tercermin di wajahnya, dan semua orang bisa melihatnya.
Istri
Alec Kincaid telah membuat mereka semua malu.
Oh
Tuhan, tolong aku, aku tidak boleh tertawa.
Synopsis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar