“Bukan aku yang ingin dibunuh,” Adrienne mengulang kata-katanya.
Adrienne terbenam di timbunan bantal empuk dan selimut wol, seakan tertelan oleh gunung yang terbuat dari bulu angsa. Setiap ia bergerak, tempat tidur keparat ini ikut bergerak bersamanya. Ini membuatnya capai, seperti terperangkap dalam kepompong berbentuk jaket ikat terbuat dari bulu angsa. “Aku ingin bangun, Hawk. Sekarang.”
Sayangnya, suara yang ia keluarkan tidak segarang yang ia inginkan. Seharusnya bisa saja, tapi mencoba berdebat dengan lelaki satu ini selagi berada di tempat tidur, membuyarkan pikirannya seperti daun yang tertiup angin badai, lalu membentuk imaji-imaji yang penuh gairah; kulit berwarna tembaga bertemu kulit yang berwarna pucat, sorot mata tajam dan ciuman yang panas membara.
Hawk tersenyum, dan Adrienne harus menggigit bibirnya, menekan
hasrat memuncak untuk membalas senyumnya, seperti orang tolol. Hawk terlihat
rupawan jika sedang muram, tapi saat ia tersenyum, Adrienne berada dalam bahaya
besar sebab ia terancam lupa bahwa Hawk adalah sang musuh. Adrienne tak boleh
lupa itu. Segala rasa frustasi itu dapat ia gunakan, dan menghasilkan cacian
yang mengagumkan.
Senyum Hawk pupus. “Sayang, semuanya memang unttukmu. Kapan
kau mengerti? Kau harus dikawal. Nanti kau akan terbiasa. Kelak kau bahkan tak
menyadarinya.” Hawk menunjuk ke dua belas orang kekar yang berdiri di luar
kamar Adrienne.
Adrienne memandang ke arah “pengawal elit” yang disebut
Hawkk. Mereka berdiri dengan kaki terbuka lebar, lengan terlipat di dada
bidang. Wajah mereka tanpa ekspresi, dan perawakan keenam orang itu seakan
mampu membuat Atlas mengkerut. Di mana mereka mendapatkan orang-orang macam
ini? Peternakan lelaki kekar? Adrienne mendengus jijik. “Apa yang kau tak
mengerti adalah di saat kau sibuk melindungi aku, pembunuhnya akan lebih mudah
mencari siapa pun yang sebenarnya ia cari. Sebab itu bukan aku!”
“Apakah semua orang memanggilmu ‘Janet Gila’ sebab kau
menolak untuk menerima kenyataan?” Hawk bertanya. “Kenyataannya adalah
seseorang menginginkan kematianmu. Kenyataannya adalah aku hanya ingin
melindungimu. Kenyataannya adalah kau istriku dan aku akan selalu
melindungimu dari bahaya.” Hawk mencondongkan tubuhnya lebih dekat sambil
berbicara, menekankan kata kenyataannya adalah seakan menikam udara
tepat di depan Adrienne. Di saat yang sama, Adrienne membenamkan diri semakin
dalam ke timbunan bulu angsa, setiap kali Hawk menikamnya dengan kata-kata.
“Sudah menjadi tugasku, kehormatanku, dan kesenangan
bagiku,” Hawk melanjutkan. Sorot matanya menyapu wajah Adrienne dan menjadi
kelam karena gairah. “Kenyataan… kenyataannya adalah kau sungguh cantik
sayangku,” ujarnya dengan suara yang seketika menjadi serak.
Suaranya seolah menyulap imaji rum manis yang dicampur
dengan minuman Scotch mahal, yang disiramkan di atas bongkahan es yang
meleleh. Halus dan kasar sekaligus. Membuat Adrienne tidak tenang, membuyarkan
sisa-sisa pertahanan yang ia pegang erat-erat. Saat Hawk membasahi bibirnya
sendiri dengan lidahnya, Adrienne merasa mulutnya kering seperti padang pasir.
Dan mata Hawk berkilau dengan bara keemasan gairah tanpa akhir. Mata Hawk
terkunci pada bibir Adrienne dan oh, ia akan menciumnya dan Adrienne akan
melakukan apapun untuk mencegahnya!
“Sudah waktunya kau mengetahui yang sesungguhnya. Aku bukan
Janet Gila,” ia menyerocos, apa saja yang melintas di benaknya saat itu demi
mencegah bibir Hawk menyeretnya ke kenikmatan beracun itu. “Dan untuk kesekian
kalinya –aku bukan sayangmu!”
Hawk seketika setuju. “Kurasa kau memang bukan. Bukan gila,
maksudku. Tapi kau memang sayangku, suka atau tidak. Bahkan, Lidya juga
tidak. Tidak mengira kau gila, maksudku. Kami berdua tahu kau cerdas dan mampu.
Kecuali mengenai dua hal: keselamatanmu, dan aku. Kau menjadi sama sekali tidak
beralasan untuk dua alasan tadi.” Hawk mengangkat salah satu bahu kekarnya.
Maka dari itulah aku mengadakan pembicaraan kecil ini denganmu. Untuk
membantumu melihat segalanya lebih jelas.”
“Oh! Dua hal itu yang justru membuatmu bebal. Aku tidak
dalam bahaya dan aku tak menginginkanmu!”
Hawk tertawa. Lelaki ini memang sialan, tapi ia tertawa.
“Kau memang ada dalam bahaya, dan untuk soal menginginkan aku…” Hawk bergeser
mendekat. Berat badannya menindih selimut bulu angsa di dekat Adrienne dan
membuatnya bergeser dengan kaget. Tepat ke dalam pelukan Hawk. Kebetulan
sekali, pikir Adrienne dengan sinis. Sekarang ia paham kenapa selimut bulu
angsa ini banyak digunakan di masa lalu. Dan mengapa mereka memiliki anak.
“Kau benar, aku memang menginginkanmu–”
Tubuh Hawk menjadi kaku. “Sungguh?”
“Keluar dari kamarku,” Adrienne melanjutkan. “Keluar dari
sini dan dari hidupku. Jangan ada di tempatku berada, bahkan jangan hirup
udara nafasku!”
“Udara itu milikku, seperti halnya tuan tanah, atau
semuanya. Tapi aku bisa dibujuk untuk membaginya denganmu, istriku yang
cantik.”
Ia tersenyum!
“Dan aku bukan istrimu! Atau setidaknya, bukan wanita yang
seharusnya kau nikahi! Aku berasal dari tahun seribu sembilan ratus – itu
jaraknya hampir lima ratus tahun di masa depan, seandainya kau tak bisa
berhitung – dan Comyn membunuh anaknya sendiri. Caranya? Entah, tapi aku sudah
curiga, dan aku sama sekali tak tahu bagaimana bisa berujung ada di
pangkuannya. Tapi ia harus menikahkan seseorang padamu – katanya aku ini
karunia dari Tuhan – jadi ia menggunakan aku saat aku muncul! Dan itulah
kira-kira cerita sampai akhirnya aku terperangkap bersamamu.”
Nah. Sudah tersampaikan. Yang sebenarnya. Ini akan menyetop
upaya Hawk untuk menggodanya lagi. Walaupun jika apa yang diceritakan Lidya
tentang Raja James benar adanya, yang baru saja dilakukan Adridenne dapat
membahayakan seluruh klan Douglas. Kalimat yang terlontar dari mulut Adrienne
menghentikan bibir Hawk mencapai bibirnya, sebab itu adalah bahaya yang paling
besar yang bisa Adrienne lihat saat itu. Bahkan amarah seorang Raja yang penuh
dendam, tak lebih berbahaya dari itu. Satu lagi lelaki rupawan, satu lagi hati
yang hancur.
Hawk terduduk diam. Ia mengamati Adrienne sambil membisu,
seolah mencerna ucapan yang baru ia dengar. Lalu seulas senyum lembut mengusir
kabut di matanya. “Grimm bilang kau suka menceritakan kisah-kisah aneh. Ia
bilang imajinasimu luar biasa. Ayahmu bilang kepada grimm betapa kau memohon
padanya agar dijadikan penghiburnya daripada putrinya. Sayang, aku sama sekali
tak menentang kisah bagus dan bersedia mendengarkan, jika kau menuruti
nasihatku tentang keselamatanmu.”
Adrienne menghembuskan udara dengan putus asa, yang
melembungkan sebagian kecil rambutnya ke arah wajah Hawk. Ia mencium rambut
Adrienne saat melewati mulutnya.
Rasa panas terasa di perut Adrienne. Ia memejamkan mata dan
berusaha mengumpulkan kekuatan dari semua penjuru jiwanya. Aku tak akan
memikirkan ia mencium bagian apapun dari tubuhku, ia bertekad kuat.
“Aku bukan putri Red Comyn,” adrienne menghela napas,
memejamkan matanyakuat-kuat. Kapan ia sadar memejamkan mata tak berarti bisa
menyingkirkan sesuatu? Ia membuka matanya. Oh Tuhan, tapi lelaki ini sungguh
memesona. Adrienne mengumpulkan pikiran dengan sombongnya bahwa ia bisa
sebegitu tak menyukai lelaki inii, tapi tetap bisa obyektif tentang
keelokannya. Pertanda kedewasaan yang pasti.
“Tak apa, bukan masalah. Sekarang kau istriku. Itu saja.”
“Hawk – ”
“Diamlah, sayangku.”
Adrienne terdiam, terbawa pada kehangatan tangan Hawk yang
bertumpu di atas tangannya. Kapan dia menggenggam tangan Adrienne? Dan mengapa
Adrienne tidak segera menariknya? Dan mengapa Adrienne begitu mabuk atas
gesekan sensual kulit lelaki ini pada kulitnya?
“Adrienne… Racun Callabron ini. Agar bisa bekerja dengan
benar, ia harus masuk ke tubuh melalui aliran darah primer.” Jemari Hawk dengan
lembut menyentuh bekas luka berwarna merah yang tampak menonjol di atas kulit
Adrienne yang berwarna putih bersih. “Ini tidak meleset samasekali. Ini bidikan
yang tepat.”
“Siapa yang ingin membunuhku?” Adrienne menelan ludah. Siapa
yang sampai hati? Tak seorangpun di sini yang mengenalnya. Tapi… bagaimana jika
ada yang ingin membunuh Janet Gila, tapi tak menyadari bahwa Adrienne bukan
orangnya?
“Aku tak punya jawaban untuk pertanyaan itu, sayangku.
Belum. Tapi sebelum aku aku menemukan jawabannya, kau akan dikawal siang malam.
Setiap saat, setiap tarikan napas. Aku tak akan membiarkan jiwamu terancam
lagi.”
“”Tapi aku bukan Janet Comyn,” Adrienne masih mencoba dengan
keras kepala.
Matanya yang tajam menatap mata Adrienne. “Sayang, aku tak
peduli siapa kau, siapa kau sebenarnya, atau siapa yang kau inginkan. Aku
menginginkanmu. Di hidupku. Di pelukanku. Di ranjangku. Jika kau lebih senang
percaya bahwa… bahwa kau datang dari masa depan, maka lakukanlah. Tapi sejak
hari ini, kau adalah istriku, dan aku akan melindungimu dari apapun yang akan
menyakitimu. Kau tak perlu merasa takut lagi.”
Adrienne mengangkat tangannya dengan pasrah. “Baiklah. Kawal
saja aku. Jadi aku boleh bangun sekarang?”
“Tidak.”
“Lalu kapan?” Adrienne bertanya.
“Kalau aku bilang boleh.” Hawk tersenyum dan menunduk untuk
mencuri ciuman. Wajahnya dihentikan oleh dua telapak tangan Adrienne yang
menggenggam wajah Hawk. Adrienne berusaha dengan segenap kekuatannya untuk
tidak menimang wajah Hawk dan membimbingnya ke ciuman yang ia cari dengan
tangan gemetar.
Hawk menggeram dan menatap lama. “Aku seharusnya
memperlakukanmu sama dengan burung elang piaraanku, istriku.”
“Izinkan aku bangun dari tempat tidurku,” Adrienne menawar
dengan manis. Tak sudi ia menanyakan bagaimana suaminya memperlakukan
burung-burung elang piaraannya itu.
Hawk menggeram, lalu pergi. Tapi kedua belas pengawal elit
tetap tinggal di depan pintu kamar.
Setelah Hawk pergi, Adrienne mengingat satu-satunya kalimat
yang dikatakan oleh Hawk. Kau tak perlu lagi merasa takut. Lelaki itu
memang terlalu indah untuk jadi kenyataan.
***
Hari-hari pemulihan berlangsung sangat membahagiakan. Lidya
mengacuhkan semua keberatan Hawk dan menyuruh Adrienne dibawa keluar ke taman.
Walaupun masih dikawal dengan ketat, Adrienne sekarang bisa terbaring
bermandikan cahaya matahari seperti seekor kucing yang sedang berjemur, yang
sangat berpengaruh untuk kesembuhannya. Hari-hari yang dilewati dengan
bercakap-cakap bersama Lidya, membuat mereka semakin mengenal satu sama lain,
baik dari percakapan-percakapan kecil, ternyata berperan penting dalam
penyembuhannya. Sambil menyeruput the (sebenarnya Adrienne lebih menyukai kopi,
tapi kopi berarti melibatkan Hawk dan permintaannya itu muncul kembali dalam
skenario), sambil bercerita, sewaktu-waktu merasakan bulu kuduknya berdiri,
dilanda perasaan seakan di tempat inilah ia seharusnya berada seumur hidupnya.
Cinta dapat tumbuh di kehidupan paling keras sekalipun,
pikir Adrienne dikeheningan yang nyaman
bagaikan selimut tua yang hangat. Dari kehidupannya sebelumnya yang gersang,
sampai ia tiba di sini, hidupnya seakan terberkati – damai dan sempurna serta
sederhana.
Proses kesembuhan Adrienne berjalan lebih cepat dari yang
dibayangkan. Menurut Tavis, ini karena usia muda berpihak pada Adrienne, seraya
Tavis mengamati tangannya sendiri yang sudah dimakan usia. Belum lagi adanya
faktor alam, tambah Tavis. Maksudmu keras kepala, ujar Hawk mengoreksi.
Lidya yakin ada rona merah cinta di pipi Adrienne. Ha!
Hawk mengumpat. Cinta pada mentari pagi, mungkin lebih tepatnya. Dan
Lidya hampir tergelak melihat sebersit rasa cemburu yang ditujukan Hawk kepada
sinar mentari saat ia menatap keluar jendela dapur.
Grimm menawarkan teori kemungkinan bahwa Adrienne begitu
marah pada Hawk sehingga ia mempercepat kesembuhannya agar segera dapat
menghadapi Hawk kembali. Ini baru lelaki yang mengerti wanita, pikir
Hawk.
Tak ada seorangpun dari mereka yang tahu bahwa hari-hari itu
adalah saat paling bahagia bagi Adrienne, kecuali ketiadaan kucingnya,
Moonshadow.
Sembari berbaring bermandikan cahaya mentari dan rasa damai,
Adrienne begitu menikmati saat mana ia tak perlu berhati-hati. Sebelumnya ia
sungguh takut bahwa ia akan mengucap hal mengenai Eberhard selagi hilang
kesadaran akibat pengaruh obat. Ia tak akan mengerti jika ada orang yang
memberitahunya bahwa ia menyebut-nyebut soal ratu hitam, sebab benaknya saat
sadar tak pernah mengingat ia bermain catur.
Tanpa disadari Adrienne, selagi ia dan Lidya sedang
menghabiskan waktu menyenangkan bersama, Grimm telah pergi atas suruhan Hawk,
dan kini sudah dalam perjalanan pulang dari istana Comyn, tempat ia menemukan
informasi mengejutkan tentang Janet Gila.
Jika Adrienne mengetahui betapa terobsesinya Hawk untuk
menjadikannya istri, beserta seluruh aspek terkait dengan hal itu, ia
pasti akan segera mengepak pakaiannya dan lari tunggang langgang.
Tapi Adrienne tidak tahu menahu tentang ini. Dan oleh
karenanya waktu yang ia habiskan di taman Dalkeith-Upon-The-Sea akan ia
tempatkan sebagai permata indah di kenangannya, agar selalu bersinar bagaikan
berlian di tengah bayangan suram.
***
Memang tidak mudah menyelinap di istana dengan selusin
pengawal kekar yang mengikuti dari belakang, tapi Adrienne berhasil
melakukannya. Setelah beberapa lama, Adrienne menganggap mereka tak ada. Sama
halnya ia menganggap bahwa Hawk hanyalah serangga menjengkelkan yang selalu
harus diusir pergi.
Dalkeith-Upon-The-Sea adalah istana yang indah
seperti yang pernah ia bayangkan sejak kecil di kala ia menringkuk di bawah
selimut yang ia bentuk seperti tenda, dengan bantuan lampu senter, membaca
cerita dongeng lama setelah lampu kamarnya dipadamkan.
Kamar yang sekarang ini luas dan lapang, dengan anyaman hiasan
dinding berwarna cerah tergantung di dinding batu guna mencegah angin yang
masuk melalui celah dinding, walaupun Adrienne tak menemukan satupun celah di
dinding – ia sudah mengintip di balik hiasan dinding tersebut, hanya untuk
memuaskan rasa ingin tahunya.
Rasa ingin tahu yang wajar, pikirnya. Bukan berarti ia
sedang mencari-cari cela baik di istana ini maupun si empunya.
Ratusan jendela berbingkai yang indah. Sepertinya
orang-orang yang tinggal di Dalkeith tak ingin terkurung di dalam ruangan
sementara di luar sana banyak terdapat pemandangan indah pada pegunungan,
lembah dan pinggiran pantai Skotlandia.
Adrienne menghela napas sambil berhenti sejenak di samping
sebuah jendela untuk menikmati pemandangan ombak berwarna perak yang menghempas
di dinding jurang sebelah barat.
Seorang wanita bisa jatuh cinta di tempat seperti ini.
Gaun sutra halus di atas selop satin berhias pita serta romansa tepat di atas
kaki sempurna milik seorang tuan tanah yang juga sempurna.
Saat itu juga, seolah terpanggil oleh pikiran yang sendang
tak menentu, tiba-tiba Adrienne melihat Hawk yang sedang melintas di lantai
bawah, sedang membimbing seekor kuda hitam paling besar yang pernah ia lihat.
Adrienne bersiap beranjak pergi, namun kaki dan matanya mengacuhkannya,
sehingga akhirnya Adrienne hanya bisa berdiri memandangi Hawk, dengan kekaguman
yang tak bisa dihindari.
Dengan sebuah lompatan yang sigap, sang tuan tanah
Skotlandia yang sedang mengenakan kilt itu melemparkan tubuhnya ke atas seekor
kuda garang.
Saat ia menunggangi kuda, kilt yang dikenakannya
tersibak, memperlihatkan otot paha yang kokoh, serta sekelumit rambut yang
berwarna hitam. Adrienne mengerjapkan matanya, mencoba tak memikirkan hal lain
yang ia pikir terlihat.
Mereka pasti mengenakan sesuatu lagi dibalik kilt mereka.
Adrienne merasa ia pasti sedang berkhayal, tapi tetap saja dengan anehnya
seolah mematutkan kejantanan kuda itu ke tubuh Hawk.
Ya. Pasti itu yang terjadi. Adrienne trak sengata melihat ‘perabot’
sang kuda saat memandangi paha Hawk, dan ternyata mencampuradukkan kedua hal
tersebut. Adrienne berpikir, seingatnya ia tak pernah melihat kejantanan
Hawk berukuran sama dengan milik kuda jantan itu.
Pipi Adrienne bersemu mereah. Ia berbalik secepat kilat
untuk berhenti memikirkan hal itu dan segera mengamati ruangan berikutnya. Ia
memutuskan untuk menghabiskan pagi untuk mengeksplorasi istana, lebih bertujuan
untuk mengalihkan pikirannya dari lelaki sialan itu. Lalu kebetulan saja ia
berjalan ke arah jendela dan melongok keluar. Peristiwa kilt yang tersingkap
tadi malah menambah kobaran api khayalannya.
Adrienne memaksa pikirannya kembali ke arsitektur Dalkeith
yang indah. Sekarang ia berada di lantai dua, dan telah melihat-lihat puluhan
kamar tamu, termasuk kamar tempat ia menghabiskan malam pertamanya di sini.
Dalkeith begitu luas, pasti ada ratusan kamar dan sebagian besar darinya
seperti tak pernah dihuni puluhan tahun. Bagian istana tempatnya sekarang berada
adalah bagian yang baru saja direnovasi dan sering digunakan. Bagian ini
terbuat dari kayu ringan, dipoles sampai mengkilap, dan tak tampak sebutir debu
pun terlihat. Karpet-karpet tebal menutupi lantai, sehingga tak ada ubun
telanjang yang terlihat. Ikatan-ikatan rempah wangi serta bunga kering digantung
hampir di setiap kisi jendela, sehingga menebar wangi di depanjang lorong.
Selarik sinar matahari mengantar Adrienne ke sebuah ruangan
tertutup di tengah lorong. Di dinding kayunya terlihat sebuah ukiran seekor
kuda yang sedang berlari, dengan elegan surainya berkibar tertiup angin.
Sebentuk tanduk melingkar keluar dari dahinya. Seekor unicorn?
Tangan Adrienne bertumpu pada pintunya, saat ia berhenti
sesaat. Sekonyong-konyong mempunyai firasat bahwa ruangan ini sebaiknya tidak
diganggu. Rasa ingin tahu yang berlebihan selalu membawa celaka…
Saat pintu ruangan terbuka ke dalam diam-diam, Adrienne
terpaku, satu tangan gemetar menggapai tiang.
Tak dapat dipercayai. Sungguh mencengangkan. Tatapan matanya
yang penuh rasa takjub menyapu seluruh ruangan, dari lantai ke langit-langit,
dari satu sisi ke sisi lainnya dan kembali lagi.
Siapa yang membuatnya?
Kamar ini memikat setiap inci rasa kewanitaan di dalam
tubuhnya. Hadapilah , Adrienne, ia menggumam dalam hati, Seantero
istana ini memikat setiap inci kewanitaan dalam tubuhmu. Belum lagi si
empunya yang seksi dan jantan itu.
Kamar ini dibuat untuk bayi. Dibangun dengan penuh cinta
sampai seolah terasa sesak. Gelombang perasaan yang bertentangan melanda sampai
akhirnya ia berhasil mengusir semuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar