Home

Sabtu, 16 Maret 2024

Beyond The Highland Mist #9

“Bukan aku yang ingin dibunuh,” Adrienne mengulang kata-katanya.

Adrienne terbenam di timbunan bantal empuk dan selimut wol, seakan tertelan oleh gunung yang terbuat dari bulu angsa. Setiap ia bergerak, tempat tidur keparat ini ikut bergerak bersamanya. Ini membuatnya capai, seperti terperangkap dalam kepompong berbentuk jaket ikat terbuat dari bulu angsa. “Aku ingin bangun, Hawk. Sekarang.” 

Sayangnya, suara yang ia keluarkan tidak segarang yang ia inginkan. Seharusnya bisa saja, tapi mencoba berdebat dengan lelaki satu ini selagi berada di tempat tidur, membuyarkan pikirannya seperti daun yang tertiup angin badai, lalu membentuk imaji-imaji yang penuh gairah; kulit berwarna tembaga bertemu kulit yang berwarna pucat, sorot mata tajam dan ciuman yang panas membara.

Hawk tersenyum, dan Adrienne harus menggigit bibirnya, menekan hasrat memuncak untuk membalas senyumnya, seperti orang tolol. Hawk terlihat rupawan jika sedang muram, tapi saat ia tersenyum, Adrienne berada dalam bahaya besar sebab ia terancam lupa bahwa Hawk adalah sang musuh. Adrienne tak boleh lupa itu. Segala rasa frustasi itu dapat ia gunakan, dan menghasilkan cacian yang mengagumkan.

Senyum Hawk pupus. “Sayang, semuanya memang unttukmu. Kapan kau mengerti? Kau harus dikawal. Nanti kau akan terbiasa. Kelak kau bahkan tak menyadarinya.” Hawk menunjuk ke dua belas orang kekar yang berdiri di luar kamar Adrienne.

Adrienne memandang ke arah “pengawal elit” yang disebut Hawkk. Mereka berdiri dengan kaki terbuka lebar, lengan terlipat di dada bidang. Wajah mereka tanpa ekspresi, dan perawakan keenam orang itu seakan mampu membuat Atlas mengkerut. Di mana mereka mendapatkan orang-orang macam ini? Peternakan lelaki kekar? Adrienne mendengus jijik. “Apa yang kau tak mengerti adalah di saat kau sibuk melindungi aku, pembunuhnya akan lebih mudah mencari siapa pun yang sebenarnya ia cari. Sebab itu bukan aku!”

“Apakah semua orang memanggilmu ‘Janet Gila’ sebab kau menolak untuk menerima kenyataan?” Hawk bertanya. “Kenyataannya adalah seseorang menginginkan kematianmu. Kenyataannya adalah aku hanya ingin melindungimu. Kenyataannya adalah kau istriku dan aku akan selalu melindungimu dari bahaya.” Hawk mencondongkan tubuhnya lebih dekat sambil berbicara, menekankan kata kenyataannya adalah seakan menikam udara tepat di depan Adrienne. Di saat yang sama, Adrienne membenamkan diri semakin dalam ke timbunan bulu angsa, setiap kali Hawk menikamnya dengan kata-kata.

“Sudah menjadi tugasku, kehormatanku, dan kesenangan bagiku,” Hawk melanjutkan. Sorot matanya menyapu wajah Adrienne dan menjadi kelam karena gairah. “Kenyataan… kenyataannya adalah kau sungguh cantik sayangku,” ujarnya dengan suara yang seketika menjadi serak.

Suaranya seolah menyulap imaji rum manis yang dicampur dengan minuman Scotch mahal, yang disiramkan di atas bongkahan es yang meleleh. Halus dan kasar sekaligus. Membuat Adrienne tidak tenang, membuyarkan sisa-sisa pertahanan yang ia pegang erat-erat. Saat Hawk membasahi bibirnya sendiri dengan lidahnya, Adrienne merasa mulutnya kering seperti padang pasir. Dan mata Hawk berkilau dengan bara keemasan gairah tanpa akhir. Mata Hawk terkunci pada bibir Adrienne dan oh, ia akan menciumnya dan Adrienne akan melakukan apapun untuk mencegahnya!

“Sudah waktunya kau mengetahui yang sesungguhnya. Aku bukan Janet Gila,” ia menyerocos, apa saja yang melintas di benaknya saat itu demi mencegah bibir Hawk menyeretnya ke kenikmatan beracun itu. “Dan untuk kesekian kalinya –aku bukan sayangmu!”

Hawk seketika setuju. “Kurasa kau memang bukan. Bukan gila, maksudku. Tapi kau memang sayangku, suka atau tidak. Bahkan, Lidya juga tidak. Tidak mengira kau gila, maksudku. Kami berdua tahu kau cerdas dan mampu. Kecuali mengenai dua hal: keselamatanmu, dan aku. Kau menjadi sama sekali tidak beralasan untuk dua alasan tadi.” Hawk mengangkat salah satu bahu kekarnya. Maka dari itulah aku mengadakan pembicaraan kecil ini denganmu. Untuk membantumu melihat segalanya lebih jelas.”

“Oh! Dua hal itu yang justru membuatmu bebal. Aku tidak dalam bahaya dan aku tak menginginkanmu!”

Hawk tertawa. Lelaki ini memang sialan, tapi ia tertawa. “Kau memang ada dalam bahaya, dan untuk soal menginginkan aku…” Hawk bergeser mendekat. Berat badannya menindih selimut bulu angsa di dekat Adrienne dan membuatnya bergeser dengan kaget. Tepat ke dalam pelukan Hawk. Kebetulan sekali, pikir Adrienne dengan sinis. Sekarang ia paham kenapa selimut bulu angsa ini banyak digunakan di masa lalu. Dan mengapa mereka memiliki anak.

“Kau benar, aku memang menginginkanmu–”

Tubuh Hawk menjadi kaku. “Sungguh?”

“Keluar dari kamarku,” Adrienne melanjutkan. “Keluar dari sini dan dari hidupku. Jangan ada di tempatku berada, bahkan jangan hirup udara nafasku!”

“Udara itu milikku, seperti halnya tuan tanah, atau semuanya. Tapi aku bisa dibujuk untuk membaginya denganmu, istriku yang cantik.”

Ia tersenyum!

“Dan aku bukan istrimu! Atau setidaknya, bukan wanita yang seharusnya kau nikahi! Aku berasal dari tahun seribu sembilan ratus – itu jaraknya hampir lima ratus tahun di masa depan, seandainya kau tak bisa berhitung – dan Comyn membunuh anaknya sendiri. Caranya? Entah, tapi aku sudah curiga, dan aku sama sekali tak tahu bagaimana bisa berujung ada di pangkuannya. Tapi ia harus menikahkan seseorang padamu – katanya aku ini karunia dari Tuhan – jadi ia menggunakan aku saat aku muncul! Dan itulah kira-kira cerita sampai akhirnya aku terperangkap bersamamu.”

Nah. Sudah tersampaikan. Yang sebenarnya. Ini akan menyetop upaya Hawk untuk menggodanya lagi. Walaupun jika apa yang diceritakan Lidya tentang Raja James benar adanya, yang baru saja dilakukan Adridenne dapat membahayakan seluruh klan Douglas. Kalimat yang terlontar dari mulut Adrienne menghentikan bibir Hawk mencapai bibirnya, sebab itu adalah bahaya yang paling besar yang bisa Adrienne lihat saat itu. Bahkan amarah seorang Raja yang penuh dendam, tak lebih berbahaya dari itu. Satu lagi lelaki rupawan, satu lagi hati yang hancur.

Hawk terduduk diam. Ia mengamati Adrienne sambil membisu, seolah mencerna ucapan yang baru ia dengar. Lalu seulas senyum lembut mengusir kabut di matanya. “Grimm bilang kau suka menceritakan kisah-kisah aneh. Ia bilang imajinasimu luar biasa. Ayahmu bilang kepada grimm betapa kau memohon padanya agar dijadikan penghiburnya daripada putrinya. Sayang, aku sama sekali tak menentang kisah bagus dan bersedia mendengarkan, jika kau menuruti nasihatku tentang keselamatanmu.”

Adrienne menghembuskan udara dengan putus asa, yang melembungkan sebagian kecil rambutnya ke arah wajah Hawk. Ia mencium rambut Adrienne saat melewati mulutnya.

Rasa panas terasa di perut Adrienne. Ia memejamkan mata dan berusaha mengumpulkan kekuatan dari semua penjuru jiwanya. Aku tak akan memikirkan ia mencium bagian apapun dari tubuhku, ia bertekad kuat.

“Aku bukan putri Red Comyn,” adrienne menghela napas, memejamkan matanyakuat-kuat. Kapan ia sadar memejamkan mata tak berarti bisa menyingkirkan sesuatu? Ia membuka matanya. Oh Tuhan, tapi lelaki ini sungguh memesona. Adrienne mengumpulkan pikiran dengan sombongnya bahwa ia bisa sebegitu tak menyukai lelaki inii, tapi tetap bisa obyektif tentang keelokannya. Pertanda kedewasaan yang pasti.

“Tak apa, bukan masalah. Sekarang kau istriku. Itu saja.”

“Hawk – ”

“Diamlah, sayangku.”

Adrienne terdiam, terbawa pada kehangatan tangan Hawk yang bertumpu di atas tangannya. Kapan dia menggenggam tangan Adrienne? Dan mengapa Adrienne tidak segera menariknya? Dan mengapa Adrienne begitu mabuk atas gesekan sensual kulit lelaki ini pada kulitnya?

“Adrienne… Racun Callabron ini. Agar bisa bekerja dengan benar, ia harus masuk ke tubuh melalui aliran darah primer.” Jemari Hawk dengan lembut menyentuh bekas luka berwarna merah yang tampak menonjol di atas kulit Adrienne yang berwarna putih bersih. “Ini tidak meleset samasekali. Ini bidikan yang tepat.”

“Siapa yang ingin membunuhku?” Adrienne menelan ludah. Siapa yang sampai hati? Tak seorangpun di sini yang mengenalnya. Tapi… bagaimana jika ada yang ingin membunuh Janet Gila, tapi tak menyadari bahwa Adrienne bukan orangnya?

“Aku tak punya jawaban untuk pertanyaan itu, sayangku. Belum. Tapi sebelum aku aku menemukan jawabannya, kau akan dikawal siang malam. Setiap saat, setiap tarikan napas. Aku tak akan membiarkan jiwamu terancam lagi.”

“”Tapi aku bukan Janet Comyn,” Adrienne masih mencoba dengan keras kepala.

Matanya yang tajam menatap mata Adrienne. “Sayang, aku tak peduli siapa kau, siapa kau sebenarnya, atau siapa yang kau inginkan. Aku menginginkanmu. Di hidupku. Di pelukanku. Di ranjangku. Jika kau lebih senang percaya bahwa… bahwa kau datang dari masa depan, maka lakukanlah. Tapi sejak hari ini, kau adalah istriku, dan aku akan melindungimu dari apapun yang akan menyakitimu. Kau tak perlu merasa takut lagi.”

Adrienne mengangkat tangannya dengan pasrah. “Baiklah. Kawal saja aku. Jadi aku boleh bangun sekarang?”

“Tidak.”

“Lalu kapan?” Adrienne bertanya.

“Kalau aku bilang boleh.” Hawk tersenyum dan menunduk untuk mencuri ciuman. Wajahnya dihentikan oleh dua telapak tangan Adrienne yang menggenggam wajah Hawk. Adrienne berusaha dengan segenap kekuatannya untuk tidak menimang wajah Hawk dan membimbingnya ke ciuman yang ia cari dengan tangan gemetar.

Hawk menggeram dan menatap lama. “Aku seharusnya memperlakukanmu sama dengan burung elang piaraanku, istriku.”

“Izinkan aku bangun dari tempat tidurku,” Adrienne menawar dengan manis. Tak sudi ia menanyakan bagaimana suaminya memperlakukan burung-burung elang piaraannya itu.

Hawk menggeram, lalu pergi. Tapi kedua belas pengawal elit tetap tinggal di depan pintu kamar.

Setelah Hawk pergi, Adrienne mengingat satu-satunya kalimat yang dikatakan oleh Hawk. Kau tak perlu lagi merasa takut. Lelaki itu memang terlalu indah untuk jadi kenyataan.

***

 

Hari-hari pemulihan berlangsung sangat membahagiakan. Lidya mengacuhkan semua keberatan Hawk dan menyuruh Adrienne dibawa keluar ke taman. Walaupun masih dikawal dengan ketat, Adrienne sekarang bisa terbaring bermandikan cahaya matahari seperti seekor kucing yang sedang berjemur, yang sangat berpengaruh untuk kesembuhannya. Hari-hari yang dilewati dengan bercakap-cakap bersama Lidya, membuat mereka semakin mengenal satu sama lain, baik dari percakapan-percakapan kecil, ternyata berperan penting dalam penyembuhannya. Sambil menyeruput the (sebenarnya Adrienne lebih menyukai kopi, tapi kopi berarti melibatkan Hawk dan permintaannya itu muncul kembali dalam skenario), sambil bercerita, sewaktu-waktu merasakan bulu kuduknya berdiri, dilanda perasaan seakan di tempat inilah ia seharusnya berada seumur hidupnya.

Cinta dapat tumbuh di kehidupan paling keras sekalipun, pikir Adrienne dikeheningan yang  nyaman bagaikan selimut tua yang hangat. Dari kehidupannya sebelumnya yang gersang, sampai ia tiba di sini, hidupnya seakan terberkati – damai dan sempurna serta sederhana.

Proses kesembuhan Adrienne berjalan lebih cepat dari yang dibayangkan. Menurut Tavis, ini karena usia muda berpihak pada Adrienne, seraya Tavis mengamati tangannya sendiri yang sudah dimakan usia. Belum lagi adanya faktor alam, tambah Tavis. Maksudmu keras kepala, ujar Hawk mengoreksi.

Lidya yakin ada rona merah cinta di pipi Adrienne. Ha! Hawk mengumpat. Cinta pada mentari pagi, mungkin lebih tepatnya. Dan Lidya hampir tergelak melihat sebersit rasa cemburu yang ditujukan Hawk kepada sinar mentari saat ia menatap keluar jendela dapur.

Grimm menawarkan teori kemungkinan bahwa Adrienne begitu marah pada Hawk sehingga ia mempercepat kesembuhannya agar segera dapat menghadapi Hawk kembali. Ini baru lelaki yang mengerti wanita, pikir Hawk.

Tak ada seorangpun dari mereka yang tahu bahwa hari-hari itu adalah saat paling bahagia bagi Adrienne, kecuali ketiadaan kucingnya, Moonshadow.

Sembari berbaring bermandikan cahaya mentari dan rasa damai, Adrienne begitu menikmati saat mana ia tak perlu berhati-hati. Sebelumnya ia sungguh takut bahwa ia akan mengucap hal mengenai Eberhard selagi hilang kesadaran akibat pengaruh obat. Ia tak akan mengerti jika ada orang yang memberitahunya bahwa ia menyebut-nyebut soal ratu hitam, sebab benaknya saat sadar tak pernah mengingat ia bermain catur.

Tanpa disadari Adrienne, selagi ia dan Lidya sedang menghabiskan waktu menyenangkan bersama, Grimm telah pergi atas suruhan Hawk, dan kini sudah dalam perjalanan pulang dari istana Comyn, tempat ia menemukan informasi mengejutkan tentang Janet Gila.

Jika Adrienne mengetahui betapa terobsesinya Hawk untuk menjadikannya istri, beserta seluruh aspek terkait dengan hal itu, ia pasti akan segera mengepak pakaiannya dan lari tunggang langgang.

Tapi Adrienne tidak tahu menahu tentang ini. Dan oleh karenanya waktu yang ia habiskan di taman Dalkeith-Upon-The-Sea akan ia tempatkan sebagai permata indah di kenangannya, agar selalu bersinar bagaikan berlian di tengah bayangan suram.

***

 

Memang tidak mudah menyelinap di istana dengan selusin pengawal kekar yang mengikuti dari belakang, tapi Adrienne berhasil melakukannya. Setelah beberapa lama, Adrienne menganggap mereka tak ada. Sama halnya ia menganggap bahwa Hawk hanyalah serangga menjengkelkan yang selalu harus diusir pergi.

Dalkeith-Upon-The-Sea adalah istana yang indah seperti yang pernah ia bayangkan sejak kecil di kala ia menringkuk di bawah selimut yang ia bentuk seperti tenda, dengan bantuan lampu senter, membaca cerita dongeng lama setelah lampu kamarnya dipadamkan.

Kamar yang sekarang ini luas dan lapang, dengan anyaman hiasan dinding berwarna cerah tergantung di dinding batu guna mencegah angin yang masuk melalui celah dinding, walaupun Adrienne tak menemukan satupun celah di dinding – ia sudah mengintip di balik hiasan dinding tersebut, hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya.

Rasa ingin tahu yang wajar, pikirnya. Bukan berarti ia sedang mencari-cari cela baik di istana ini maupun si empunya.

Ratusan jendela berbingkai yang indah. Sepertinya orang-orang yang tinggal di Dalkeith tak ingin terkurung di dalam ruangan sementara di luar sana banyak terdapat pemandangan indah pada pegunungan, lembah dan pinggiran pantai Skotlandia.

Adrienne menghela napas sambil berhenti sejenak di samping sebuah jendela untuk menikmati pemandangan ombak berwarna perak yang menghempas di dinding jurang sebelah barat.

Seorang wanita bisa jatuh cinta di tempat seperti ini. Gaun sutra halus di atas selop satin berhias pita serta romansa tepat di atas kaki sempurna milik seorang tuan tanah yang juga sempurna.

Saat itu juga, seolah terpanggil oleh pikiran yang sendang tak menentu, tiba-tiba Adrienne melihat Hawk yang sedang melintas di lantai bawah, sedang membimbing seekor kuda hitam paling besar yang pernah ia lihat. Adrienne bersiap beranjak pergi, namun kaki dan matanya mengacuhkannya, sehingga akhirnya Adrienne hanya bisa berdiri memandangi Hawk, dengan kekaguman yang tak bisa dihindari.

Dengan sebuah lompatan yang sigap, sang tuan tanah Skotlandia yang sedang mengenakan kilt itu melemparkan tubuhnya ke atas seekor kuda garang.

Saat ia menunggangi kuda, kilt yang dikenakannya tersibak, memperlihatkan otot paha yang kokoh, serta sekelumit rambut yang berwarna hitam. Adrienne mengerjapkan matanya, mencoba tak memikirkan hal lain yang ia pikir terlihat.

Mereka pasti mengenakan sesuatu lagi dibalik kilt mereka. Adrienne merasa ia pasti sedang berkhayal, tapi tetap saja dengan anehnya seolah mematutkan kejantanan kuda itu ke tubuh Hawk.

Ya. Pasti itu yang terjadi. Adrienne trak sengata melihat ‘perabot’ sang kuda saat memandangi paha Hawk, dan ternyata mencampuradukkan kedua hal tersebut. Adrienne berpikir, seingatnya ia tak pernah melihat kejantanan Hawk berukuran sama dengan milik kuda jantan itu.

Pipi Adrienne bersemu mereah. Ia berbalik secepat kilat untuk berhenti memikirkan hal itu dan segera mengamati ruangan berikutnya. Ia memutuskan untuk menghabiskan pagi untuk mengeksplorasi istana, lebih bertujuan untuk mengalihkan pikirannya dari lelaki sialan itu. Lalu kebetulan saja ia berjalan ke arah jendela dan melongok keluar. Peristiwa kilt yang tersingkap tadi malah menambah kobaran api khayalannya.

Adrienne memaksa pikirannya kembali ke arsitektur Dalkeith yang indah. Sekarang ia berada di lantai dua, dan telah melihat-lihat puluhan kamar tamu, termasuk kamar tempat ia menghabiskan malam pertamanya di sini. Dalkeith begitu luas, pasti ada ratusan kamar dan sebagian besar darinya seperti tak pernah dihuni puluhan tahun. Bagian istana tempatnya sekarang berada adalah bagian yang baru saja direnovasi dan sering digunakan. Bagian ini terbuat dari kayu ringan, dipoles sampai mengkilap, dan tak tampak sebutir debu pun terlihat. Karpet-karpet tebal menutupi lantai, sehingga tak ada ubun telanjang yang terlihat. Ikatan-ikatan rempah wangi serta bunga kering digantung hampir di setiap kisi jendela, sehingga menebar wangi di depanjang lorong.

Selarik sinar matahari mengantar Adrienne ke sebuah ruangan tertutup di tengah lorong. Di dinding kayunya terlihat sebuah ukiran seekor kuda yang sedang berlari, dengan elegan surainya berkibar tertiup angin. Sebentuk tanduk melingkar keluar dari dahinya. Seekor unicorn?

Tangan Adrienne bertumpu pada pintunya, saat ia berhenti sesaat. Sekonyong-konyong mempunyai firasat bahwa ruangan ini sebaiknya tidak diganggu. Rasa ingin tahu yang berlebihan selalu membawa celaka

Saat pintu ruangan terbuka ke dalam diam-diam, Adrienne terpaku, satu tangan gemetar menggapai tiang.

Tak dapat dipercayai. Sungguh mencengangkan. Tatapan matanya yang penuh rasa takjub menyapu seluruh ruangan, dari lantai ke langit-langit, dari satu sisi ke sisi lainnya dan kembali lagi.

Siapa yang membuatnya?

Kamar ini memikat setiap inci rasa kewanitaan di dalam tubuhnya. Hadapilah , Adrienne, ia menggumam dalam hati, Seantero istana ini memikat setiap inci kewanitaan dalam tubuhmu. Belum lagi si empunya yang seksi dan jantan itu.

Kamar ini dibuat untuk bayi. Dibangun dengan penuh cinta sampai seolah terasa sesak. Gelombang perasaan yang bertentangan melanda sampai akhirnya ia berhasil mengusir semuanya.


Synopsis

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar