Pikiran yang kusut berputar-putar di kepala Brianna yang lelah ketika memikirkan situasi itu. Yang pertama harus dilakukannya adalah mencapai kamar lotengnya dan dengan cepat-cepat membereskan barang-barang mereka. Kemudian ia akan membawa semuanya, termasuk anaknya ke restoran. Bila beruntung, restoran itu akan kosong. Terkadang sang pemilik tinggal sampai malam untuk mengganggunya, tapi pada Jumat malam, biasanya pria itu tinggal di rumah, berpura-pura menjadi suami yang setia. Ia akan tinggal di sana cukup lama untuk mencuri makanan dengan jumlah yang memadai untuk perjalanan ke kota lain. Kemudia ia akan pergi ke istal untuk menyewa kuda. Itu berarti ia akan berkuda sepanjang malam ke stasiun kereta api terdekat. Semoga saja tidak akan ada hambatan sebelum mereka berhasil mencapai kereta api. Mereka harus berkuda dengan cepat, tidak memberi David Paxton kesempatan untuk mengikuti mereka. Ia bersyukur atas apa yang telah disisihkannya dari uang pakaian Daphne. Kalau ia menggunakanannya dengan bijak, uang itu mungkin akan cukup sampai ia menemukan pekerjaan baru.
Sepanjang hari itu hidupnya dipenuhi oleh pergolakan emosi yang tiada habisnya, yang mungkin ditambah dengan kondisi tubuhnya yang kurang tidur malam sebelumnya. Bagaimana ia bisa mendapatkan semua yang dibutuhkannya? Ia tidak yakin menunggang kuda akan semudah yang terlihat. Selama tumbuh di panti asuhan, ia sudah pernah melihat orang lain berkuda di taman, tapi tidak mendapat kesempatan untuk belajar. Saat satu kali Ricker berusaha untuk membuatnya memanjat ke atas sadel, binatang besar itu menginjak kakinya dan menggigitnya. Ia tidak mau dekat-dekat dengan kuda lagi. Memerah sapi rasanya sudah cukup buruk, keahlian yang butuh waktu berminggu-minggu untuk dipelajari dan hampir membuatnya kehilangan pekerjaannya. Kemudian masih ada ayam-ayam pria itu. Setiap pagi tangannya dipatuk sampai berdarah oleh ayam-ayam yang marah ketika ia mengumpulkan telur mereka. Ia akhirnya belajar untuk tidak meminta maaf sebelum mengambil telur-telur itu. Ayam pengeram yang mendapatkan peringatan terlebih dahulu menjadi amat sangat protektif.
Pikiran tersebut membawa Brianna kembali kepada pria yang
berjalan di sampingnya, satu tangan menekan punggungnya sementara tangan
satunya lagi menahan berat badan Daphne. Anaka yang terbungkus mantel itu, yang
rupanya sama lelahnya dengan ibunya, telah melingkarkan lengan kurusnya ke
leher David Paxton dan tertidur dengan lelap dengan kepalanya terkulai di bahu
David. Aku sudah mendapat peringatan atas penculikan yang ingin kau lakukan,
pikir Brianna, dan aku akan mematuk tanganmu secara lebih kejam daripada
ayam betina mana pun yang pernah hidup. Kata-kata yang berani. Cara David
Paxton menyandang pistol memperlihatkan kalau pria itu tahu cara
menggunakannya. David punya tenaga yang lebih untuk mengalahkannya, pikir
Brianna.
Saat itu juga, Brianna merasa sangat sakit dan tungkainya
terasa begitu berat sehingga ia ingin sekali menjatuhkan badannya dan berlutut,
lalu melipat tangannya ke belakang. Tapi itu tidak akan terjadi. Ia adalah
seorang O’Keefe, keturunan dari minimal satu orang tua yang pasti keras kepala
dan pemberontak juga. Ia terbuat dari batu yang kokoh.
***
David tidak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya. Berkat
pengumuman Daphne di resital, pilihan Brianna telah dipangkas menjadi tinggal
satu, ikut bersamanya ke No Name. Namun, bagaimana ia bisa memberitahu wanita
itu? Ia merasakan kalau Brianna perlu mencapai kesimpulan tersebut dengan
sendirinya, dan melihat ke dalam mata Brianna, yang mengilap seperti air raksa
yang terkena cahaya bulan, ia melihat sesuatu yang membuatnya waspada. Pemberontakan.
Ia sudah sering melihat itu di mata orang-orang yang dicurigai melakukan
kejahatan. Ketika disudutkan, mereka punya satu pikiran: lari.
Oke. Ia sudah siap untuk itu dan akan menggagalkan usaha apa
pun yang dibuat Brianna untuk melarikan diri bersama Daphne. Tapi, sial, ia
letih. Ia sudah beperjalanan selama tiga hari. Dinilai dari raut wajah Brianna,
David tahu ia tidak akan menikmati tempat tidur yang empuk di hotel.
David memandang Brianna lagi dan kembali dibuat terkesima
oleh ketabahan wanita itu. Brianna bahkan terlihat lebih lelah daripada
dirinya, namun masih berencana untuk kabur pada detik ia berputar memalingkan
wajahnya.
Walau David tahu dirinya hanya membuang-buang tenaga, ia
berkata, “Kalihatannya kau mau ambruk, dan aku berani bertaruh sebagian alasan
adalah karena sudah terlalu lama kau tidak tidur di ranjang yang nyaman. Dengan
senang hati aku akan menyewakan kamar untukmu dan Daphne di Taj Mahal lokal.
Setelah tidur yang nyaman kita bisa mendiskusikan kekacauan ini paginya.”
“Kau tahu tentang Taj Mahal?” balas Brianna. “Sungguh
menakjubkan.”
David berusaha agar emosinya tidak terpancing. Mungkin cara
bicara Brianna lebih hebat darinya, tapi ia telah mendapatkan pendidikan yang
baik. Bertahun-tahun yang lalu, Ace telah membayar uang sekolahnya dengan hasil
berjudi, dan para suster di sekolah Katholik tidak mengizinkan kemalasan dalam
bentuk apa pun. “Butuh seribu gajah untuk membawa bahan-bahan yang digunakan
untuk membangun Taj Mahal,” jelas David, “dan bagunan itu dihiasi dengan batu
mulia maupun semimulia yang, hingga hari ini, membuatnya terlihat seakan-akan
berubah warna, tergantung pada cahaya. Sebagian orang percaya kalau Shah Jahan
melakukannya dengan sengaja, untuk menggambarkan perubahan suasana hati
perempuan.”
Dagu Brianna naik beberapa sentimeter. “Mungkin suasana
hatiku kacau, tapi penilaianku atas karekter orang masih tetap bagus. Aku tidak
akan masuk ke hotel denganmu untuk uang sebanyak apa pun.”
Meski sangat lelah, David tak bisa menahan dirinya untuk
tidak tertawa. Wanita ini benar-benar luar biasa. Brianna tidak akan membuatnya
bisa tenang. Bayangan Hazel Wright sekilas melintas di benaknya, dan ia
berterima kasih kepada Tuhan karena telah lolos dari takdir itu. Ia pasti sudah
mati bosan. Ia menghargai wanita cerdas yang dibumbui dengan emosi yang
meledak-ledak. Brianna adalah seorang wanita yang ia rasa akan membuatnya tetap
terhibur, baik di tempat tidur maupun di tempat lain.
“Karena itu, Sir,” Brianna melanjutkan, “kusarankan kita
berdua beristirahat di tempat kita masing-masing dan bertemu pada pagi hari.”
Brianna menarik arloji dari saku roknya, membuka tutupnya, dan melirik
permukaan arloji itu. “Bagaimana kalau jam delapan di restoran? Kita bisa
mendiskusikan langkah kita selanjutnya sambil sarapan.”
David tahu dengan sangat baik kalau Brianna sama sekali
tidak berniat untuk menemuinya ketika sarapan. Kalau ia tidur sampai jam tujuh,
wanita itu pasti sudah lama menghilang bersama Daphne. Namun, kalau ia
mengatakan bahwa ia mengetahui rencana Brianna, maka itu akan menjadi sebuah
kesalahan besar. Ia sudah banyak berurusan dengan banyak pelarian selama
kariernya sebagai penegak hukum, dan ia akan menyimpan pikiran itu untuk
dirinya sendiri.
Jadi, bukannya berdebat, David menyatakan setuju untuk
bertemu dengan Brianna saat sarapan esok paginya. Setelah memasuki toko
pakaian, menyerahkan anak yang tidur itu kepada Brianna dan mengambil tasnya,
David mengucapkan selamat malam dan kembali ke hotel, sengaja menguap sepanjang
jalan kalau-kalau wanita itu melihat ke luar. Ia ingin Brianna mendapat kesan
kalau ia telah tertipu dan berencana untuk tidur seperti bayi sepanjang malam.
Setelah memasuki kamar hotel, David langsung mengumpulkan
barang-barangnya –peralatan cukur dan pakaian kotor– menyumpalkan semua itu ke
dalam tas pelananya, dan tanpa sekalipun melirik ke arah tempat tidur, yang
telah memanggil-manggil namanya sejak kedatangannya, ia meninggalkan hotel dan
berjalan ke istal. Ia menemukan sebuah tempat yang tertutup bayangan di
belakang kereta barang bobrok, duduk di tanah dengan punggung bersandar ke
bangunan yang sama bobroknya, ia bertahan di sana untuk menunggu pengantin
wanitanya yang bermaksud melarikan diri.
***
Brianna meletakkan Daphne di atas bangku di dapur restoran,
yang untungnya gelap, dan menegakkan badannya dengan susah payah. Oh, betapa ia
rindu berbaring di samping anaknya dan membiarkan kelelahan mengambil alih
dirinya. Tapi itu bukan pilihan. Ia harus mengumpulkan makanan sebelum pergi ke
istal. Semoga saja David Paxton sudah tak sadar lagi sekarang.
Sambil meraba-raba jalannya ke konter, Brianna meraih lampu
minyak dan korek api yang selalu tergeletak di dekat kaki lampu itu. Lalu,
setelah meraba-raba lagi untuk melepaskan kacanya serta menaikkan sumbunya, ia
menggesek korek api dan menyalakan lampu. Ketika cahaya memenuhi ruangan,
Brianna hampir tak melirik tumpukan piring kotor serta konter-konter dan kompor
yang terkena makanan. Ia tidak akan mengenakan celemek malam ini. Ia menarik
sarung bantal dari saku roknya, membukanya, dan meraih lampu.
Pantry restoran itu berupa rruangan sempit yang penuh dengan
rak dan kotak es, tampak mengerikan ketika malam dengan bayangan yang
menari-nari di dinding. Brianna meletakkan lampu yang dipegangnya untuk mulai
mengumpulkan makanan. Dadanya sakit akibat perasaan bersalah. Ia hampir bisa
mendengar Suster Theresa berkata, “Kau tidak boleh mencuri.” Khotbah itu telah
tertanam di dalam dirinya, dan selama lebih dari enam tahun, ia tidak pernah
mengambil apa pun tanpa berdoa memohon ampun. Yah, tak ada yang bisa
dilakukannya. Ia harus pergi dan bergantung pada pengertian Tuhan kalau ia
melakukan ini demi anaknya. Selain itu, ia telah bekerja sepanjang minggu dan
seharusnya akan menerima gaji. Ia juga telah bekerja lembur selama berjam-jam
tanpa pernah di bayar. Dengan memandangnya seperti itu, ia merasa mudah untuk
meyakinkan dirinya sendiri kalau ini tidak benar-benar mencuri.
Brianna memilih dua roti, sekotak keju, dan daging yang
cukup banyak –ham dan bacon menjadi pilihan utamanya karena kedua
daging itu tidak akan cepat busuk seperti daging ayam atau sapi segar.
Suara sesuatu yang berderak membuat jantung Brianna
tersentak. Ia membeku dan berhenti bernapas untuk mendengarkan, berharap kalau
suara itu tidak berasal dari si pemilik restoran. Ketegangan mereda dari
bahunya ketika ia memutuskan suara tersebut hanyalah penutup jendela yang
berayun. Terima kasih, Tuhan. Memang sudah kebiasaan laki-laki tua
menjijikan itu untuk mengendap-endap ketika tahu ia sedang sendirian. Si
pemilik restoran menganggap sudah menjadi haknya untuk menyudutkan Brianna di
dapur. Brianna membenci tangan pria itu yang suka meraba-raba.
Besok pria tua itu mungkin tidak akan pernah menyadari kalau
makanan di restorannya berkurang. Tidak mencatat barang-barangnya dengan benar
adalah salah satu kekurangan terbesar pria itu, dan akan sangat menguntungkan
bagi brianna. Hal terakhir yang ia bututhkan adalah ditahan oleh penduduk Glory
Ridge dan dipenjara karena pencurian.
Brianna mengangkat lampu dan membungkuk untuk mengangkat
sarung bantal yang sudah diisinya dengan makanan. Sarung bantal itu lebih berat
daripada yang diduganya. Bagaimana ia bisa membawa barang-barang mereka,
makanan, serta Daphne ke istal pada saat yang bersamaan? Hanya dengan bantuan
Tuhan yang Mahabaik…
***
Bab 7
Menunggu tidak pernah menjadi kegiatan yang paling disukai
David untuk menghabiskan waktu. Ia menyandarkan punggungnya ke dinding istal
dan memasukkan tumit sepatu botnya ke tanah untuk menggeser bokongnya yang
sakit di atas tanah dingin itu. Brengsek. Ketika kata itu terlontar di
dalam benaknya, saat itu juga ia mengernyit. Hari-hari ia bicara seperti itu
sudah berakhir. Tadi, ketika di gereja, dengan jelas Brianna telah
memberitahunya kalau wanita itu tidak suka dengan gaya bicaranya. Oke, baiklah.
Ia sudah melihat baik Ace maupun Joseph mengubah gaya bicara mereka, dengan
keras dipaksa oleh istri mereka masing-masing. Sekarang, Ace, salah satu gunslinger
paling ditakuti di Barat, tidak akan pernah lagi mengucapkan kata brengsek.
Well, mungkin ketika sedang bersama teman-teman Ace akan melanggarnya,
tapi lebih seringnya tidak, takut omongannya yang tidak sopan itu akan menular
ke anak-anaknya dan membuat kaget guru mereka di hari pertama mereka sekolah.
Sebelum kedatangannya ke Glory Ridge, David menjaga mulutnya
hanya ketika ia sedang bersama istri kakaknya serta anak-anak mereka, dan
ketika ia sedang berada di sekitar para wanita di kota. Selain itu, ia bicara
seperti apa pun yang diinginkannya. Ia menebak hari-hari itu akan hilang
selamanya. Silahkan saja kalau Brianna mau marah, ia tidak peduli, tapi
terkutuklah dirinya kalau mengajari putrinya untuk bicara seperti koboi.
David menusuk tanah dengan tumitnya lagi, bertanya-tanya
apakah tanah di kota ini merupakan tanah liat. Sial, pantatnya –well,
ok, bokongnya –sakit sekali. Ia menegang, lalu dengan sentakan
diperutnya sadar bahkan ketika sedang berpikir pun ia tidak bisa menjaga
mulutnya. Bagaimana ia bisa membesarkan seorang anak perempuan menjadi wanita
terhormat? Ibunya telah mengajarkannya dengan benar, dan Ace telah menambahkan
jeweran di telinganya sebagai dorongan. Seiring dengan barjalannya waktu, ia
telah melenceng jauh dari semua tata krama dan sopan santun yang ditanamkan
kepadanya itu selama mengawasi para pekerja di peternakannya yang kasar ataupun
para deputinya di kota yang juga sama kasarnya. Ketika kau mendengarkan bahasa
kasar setiap hari, kau menirunya. Tapi bukan berarti ia sudah tak bisa
diselamatkan lagi. Dengan sedikit latihan, ia akan berhasil menghilangkan
kebiasaannya.
Seberkas cahaya kuning menyeruak dari pintu istal yang
terbuka, bersumber dari lampu minyak yang tergantung di dalam istal. Sesekali,
ketika angin bertiup agak kencang, David visa mendengar suara desisan lampu
minyak. Ia mendongakkan kepalanya untuk melihat bulan yang tinggal seperempat,
seperti sebuah bola yang dibelah. Dilihat dari posisi bulan yang maih agak
rendah, sekarang pasti sekitar tengah malam. Sudah berapa lama ia duduk di sini
–tiga jam atau lebih? Di mana wanita sialan itu? Ia tahu Brianna berencana untuk
lari malam ini, dan ia mendapat kesan wanita itu terlalu pintar untuk
melakukannya dengan berjalan kaki. Cepat atau lambat Brianna pasti akan muncul
di istal ini.
Sebuah pikiran yang mengerikan berkelebat di benak David.
Dinilai dari ucapannya, Brianna mungkin berasal dari Boston, dan meski telah
bekerja sebagai pelayan dan guru di sebuah peternakan selama bertahun-tahun,
bukan berarti ia mengerti tentang alam liar Colorado. Bagaimana kalau Brianna
berniat berjalan kaki ke kota lain? Pikiran itu membuat David ketakutan
setengah mati. Dengan bulan yang hanya kelihatan kurang dari separuh, padang
rumput akan mendai gelap gulita dan penuh dengan bahaya: ular-ular derik yang
keluar dari sarang mereka dengan datangnya musim semi; coyote lapar yang
berhasil bertahan dari musim dingin yang keras dan panjang; dan sial, bahkan
lebih buruk lagi, singa gunung yang tersesat. Singa biasanya tidak berkeliaran
di padang rumput, tapi mereka memiliki wilayah perburuan yang luas, dan ketika
hewan buruan menjadi semakin jarang, yang bisa saja terjadi selama musim salju,
mereka berburu semakin jauh. Anjing padang rumput bisa menjadi camilan yang
lezat. Coyote yang lapar juga tidak terlalu buruk. Begitu juga dengan
wanita bodoh, yang berjalan terseok-seok di dalam kegelapan dengan seorang anak
kecil. Sikap angkuh Brianna tidak akan bisa mengintimidasi seekor puma. David
membayangkan konfrontasi itu, dengan Brianna bersiap untuk bertarung melawan
seekor predator yang memiliki gigi serta cakar yang mematikan. Ia hampir bisa
mendengar wanita itu berkata, “Maaf, suh… sana pergi!”
David baru akan meloimpat berdiri ketika suara langkah kaki
yang terseok-seok mencapai telinganya. Ia memiliki pandangan malam yang tajam,
dan dengan matanya ia memeriksa kegelapan, menangkap sesautu bergerak ke
arahnya, dengan tinggi sedikit di atas satu setengah meter dan menggembung,
bagian atas dan bawah sama lebarnya. Ketika sosok itu semakin dekat. David bisa
melihat dengan lebih jelas. Iru adalah seorang wanita dalam balutan rok,
menggendong anak di satu bahu dan dua buntalan besar di masing-masing
tangannya. David bersandar dengan santai lagi ke dinding istal. Seharusnya
Brianna tidak membawa beban seberat itu.
Brianna terhuyung, tersandung roknya, dan hampir jatuh. Lalu
ia menegakkan badannya yang terbungkuk, mendapatkan keseimbangan dan dengan susah
payah melanjutkan langkahnya ke depan. David tidak bergerak dari tempatnya yang
tertutup bayangan, penuh dengan rasa lega bercampur kekesalan. Paling tidak
wanita itu masih punya akal sehat untuk tidak pergi dengan berjalan kaki.
Sekali lagi ia mengagumi tekad Brianna, meskipun ia menyesalkan tindakan wanita
itu. Di sinilah Brianna sekarang, mengambil langkah satu demi satu bahkan
ketika tubuhnya sudah tidak kuat lagi. Terkutuklah harga diri dan
kekeraskepalaan wanita itu.
Brianna berjalan terhuyung-huyung melewati David, sama
sekali tidak menyadari keberadaan David di tempat yang gelap itu, lalu memasuki
istal, tersandung hingga berhenti di bagian dalam pintu, Daphne dibungkus dalam
mantel baru serta sesuatu yang terlihat seperti mantel milik Brianna, yang
membuat wanita itu tidak terlindungi sama sekali dari udara dingin kecuali oleh
pakaiannya yang tipis. Di mana syalnya?
“Halo?” seru Brianna ketika menghilang dari penglihatan David.
“Bangunlah , Bung! Aku butuh kuda!”
Apakah Brianna tahu cara menunggang kuda? David mencari
posisi yang enak, bersiap untuk terhibur. Ia ragu pria yang bertugas pada malam
itu mau menyewakan kuda paling lemah sekalipun kepada seorang amatir seperti Brianna.
David mendengar gerutuan lalau langkah kaki seorang laki-laki.
Suara yang menjawab bukan suara si pemilik istal, tapi suara seorang pemuda. “Apa
kabar, Mrs. Paxton… Apa yang membawamu kemari pada jam segini?”
Brianna menjawab, “Aku ingin menyewa kuda, Sir.”
“Untuk apa?”
“Untuk transportasi. Untuk apa lagi orang menyewa kuda?”
“Ke mana kau akan pergi,” tanya pemuda itu, “dan kapan kau
akan kembali?”
“Aku tak berencana untuk kembali,” jawab Brianna lagi. “Aku
akan meninggalkan kuda itu di istal di kota terdekat.”
Pemuda itu tertawa. Nada bicaranya terdengar tidak menyenangkan.
“Kami hanya menyewakan kuda untuk perjalanan pergi-pulang. Kami tidak bisa
membiarkan salah satu kuda kami ditinggalkan entah di mana, karena kami tidak
bisa mengambilnya.”
“Oh, well.” David hampir bisa mendengar roda di
kepala Brianna berputar. “Kalau begitu berapa yang harus kubayar untuk membeli
seekor kuda, Sir?”
Pemuda itu tidak buru-buru menjawab. “Well, seratus
lima puluh dolar cukup. Kecuali kau merasa murah hati dan ingin membuat
pertukaran denganku untuk menurunkan harganya. Aku baru saja mengganti jerami
di salah satu kandang kosong kami. Tempat itu sudah siap untuk digunakan.”
“Maaf?” David sudah pernah mendengar nada itu di
suara Brianna sebelumnya dan tahu kalau si pemuda akan segera menyesali
ucapannya. “Apa kau menyarankan sesuatu yang tidak pantas, Sir? Aku akan
mengingatkanmu kalau kau sedang berbicara dengan seorang lady.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar