Kamis, 14 November 2019

Beyond the Highland Mist #5


Sidheach James Lyon Douglas mengelus rahangnya yang tak tercukur dengan tangannya yang kasar. Amarah? Mungkin. Tak percaya, tentu. Sifat posesif. Dari mana datangnya.

Amarah. Ya, benar. Amarah yang dingin dan kelam yang menggerogotinya dari dalam dan minuman Scotch ini hanya menambah parah semuanya.

Ia sudah berdiri dan melihat istrinya kelaparan dengan matanya sendiri. Ia melihat sendiri gairah membara istrinya akan seorang pria –dan bukan dirinya. Sulit dipercaya.

“Teruslah minun seperti itu dan kita tak akan bisa sampai ke Uster besok,” Grimm memperingatkan.

“Aku tak akan pergi ke Uster besok. Bisa-bisa istriku sudah menggendong bayi saat aku pulang dari sana.”

Grimm menyeringai. “Ia benar-benar marah padamu, kau tahu?”

“Dia marah sekali padaku?”

“Kau terlalu mabuk untuk menikahinya, apalagi menidurinya, dan sekarang kau gelisah sebab ia memandangi Adam dengan pandangan suka.”

“Suka? Coba beri gadis itu penggali tanah, ia akan menggunakannya untuk kabur sambil makan malam!”

“Lalu?”

“Dia istriku.”

“Oh, ini terlalu berat buatku. Dulu kau bilang kau tak akan peduli pada istrimu begitu pernikahan selesai. Kau sudah bersumpah untuk mematuhi keputusan Raja, dan itu sudah kau kerjakan. Lalu mengapa harus marah, Hawk?”

“Aku tak ingin ia menjadikanku suami yang istrinya tak setia.”

“Aku yakin suami yang demikian adalah jika sang suami peduli. Kau kan tidak peduli.”

“Tak ada yang pernah bertanya apa aku peduli atau tidak.”

Grimm mengerjapkan matanya, kagum akan perilaku Hawk. “Semua wanita memandangi Adam seperti itu.”

“Ia bahkan tak menganggapku. Adam yang ia inginkan. Siapa orang yang menggaji pandai besi itu?”

Grimm tersenyum sambil memandang minumannya. “Bukankah Thomas si Pandai besi?”

“Benar juga.”

“Ke mana Thomas?”

“Aku tak tahu, Grimm. Maka itu aku bertanya.”

“Pasti ada yang mempekerjakan Adam.”

“Bukan kau?”

“Tidak. Kurasa kaulah orangnya, Hawk.”

“Tidak. Mungkin dia itu adik Thomas dan Thomas sedang sakit keras.”

Grimm tertawa. “Thomas yang jelek itu kakaknya? Tak mungkin.”

“Singkirkan dia.”

“Adam?”

“Ya.”

Sunyi.

Lalu, “Demi Tuhan, Hawk, kau pasti bercanda! Bukan kebiasaanmu merampas penghidupan seorang pria karena cara seorang gadis memandangnya...”

“Gadis yang satu ini istriku.”

“Betul –yang sama sekali tak kau inginkan.”

“Aku mengubah pikiran.”

“Lagipula, ia berhasil membuat Esmeralda cukup senang, Hawk.”

Sidheach menghela napas. “Benar juga.” Ia terdiam sejenak seakan termakan cemburu. “Grimm?”

“Hm?”

“Katakan padanya untuk tetap berpakaian saat ia bekerja. Ini perintah.”

***


Tapi Hawk tak bisa mendiamkan hal itu. Benaknya baru menyadari tempat kakinya menyeret tubuhnya saat ia sudah mendekati nyala api di bawah pohon Rowan di tempat Adam menempa besi.

“Selama datang Lord Hawk dari Dalketih-Upon-The-Sea.”

Hawk memutar badannya sehingga bertatapan dengan si pandai besi, yang berada di belakangnya. Tak banyak orang yang bisa mengagetkan Hawk, dan untuk sesaat Hawk kagum sekaligus jengkel terhadap tukang besi satu ini.

“Aku tak mempekerjakanmu. Siapa kau?”

“Adam,” balas si pandai besi dengan tenang.

“Adam apa?”

Si pandai besi berpikir sejenak, lalau tersenyum nakal. “Adam Black.”

“Siapa yang menggajimu?”

“Kudengar anda butuh seseorang untuk mengurus bengkel pandai besi.”

“Jangan ganggu istriku.” Hawk terkejut mendengar kalimat yang melompat keluar dari mulutnya sendiri. Demi Tuhan, ia seperti suami yang cemburuan! Ia berniat untuk memaksa informasi tentang siapa yang menyewa pandai besi ini, tapi tampaknya ia tak bisa menguasai mulutnya serta kakinya; setidaknya bukan hal yang menjadi perhatian istri barunya.

Adam tertawa culas. “Aku tak akan melakukan hal yang tak diinginkan sang nyonya.”

“Kau tak akan melakukan hal yang tak aku inginkan.”

“Kudengar sang nyonya tak menginginkanmu.”

“Ia pasti menginginkanku.”

“Jika tidak?”

“Semua wanita menginginkanku.”

“Lucu sekali. Aku juga punya masalah yang sama.”

“Kau cukup kurangajar untuk ukuran seorang pandai besi. Siapa tuan tanahmu sebelumnya?”

“Belum pernah ada orang yang pantas kupanggil majikan.”

“Lucu sekali, pandai besi. Aku juga punya masalah yang sama.”

Kedua lelaki itu berdiri berhadapan. Kukuh seperti baja.

“Aku bisa memerintahmu dari tanahku,” Hawk berkata sengit.

“Ah, tapi kau tak akan tahu siapa yang akan ia pilih, kau atau aku? Dan kukira ada sebuah bentuk kesopanan di dalam dirimu, yang menjerit membutuhkan adat lama macam keadilan, sifat ksatria, kehormatan dan keadilan. Hawk yang bodoh. Seluruh ksatria tak lama lagi akan punah, seperti debu-debu mimpi yang terhembus melintasi khayalan waktu yang senantiasa berubah.”

“Kau lancang. Dan mulai saat ini, kau dipecat.”

“Kau takut,” sang pandai besi terheran-heran.

“Takut?” Hawk mengulangi kata itu sambil mengejek. Pandai besi bodoh ini berani menginjakkan kaki di tanah kekuasaannya dan bilang bahwa ia, Hawk yang melegenda, takut? “Tak ada yang kutakuti. Apalagi kau.”

“Kau takut. Kau lihat bagaimana istrimu memandangiku. Kau takut tak bisa mencegah istrimu menggerayangiku.”

Seulas senyum mengejek dan pahit terukir di bibir Hawk. Ia bukan orang yang menyerah pada ejekan. Ia memang takut ia tak bisa mencegah istrinya mendekati si pandai besi. Itu menyakitkan hatinya, memicu amarahnya, dan si pandai besi juga benar tentang adab yang ia junjung. Adab yang menuntut, seperti yang dikira oleh Grimm, bahwa ia tak akan merenggut penghidupan seseorang karena rasatak nyaman yang ia rasakan terhadap istrinya. Hawk menderita satu-satunya kecacatan yang dimiliki seorang bangsawan, tepat pada intinya. “Siapa kau sebenarnya?”

“Seorang pandai besi biasa.”

Hawk mengamatinya dari bawah cahaya bulan yang memercik di sela pohon-pohon rowan. Tak ada yang biasa dalam hal ini. Ada sesuatu yang tercabut dari ingatannya, samar-samar, tapi ia tidak bisa memastikannya. “Aku mengenalmu, bukan?”

“Sekarang, ya. Dan sebentar lagi, istrimu juga akan mengenalku dengan baik.”

“Mengapa kau memancing amarahku?”

“Kau memancing amarahku saat kau memuaskan hasrat ratuku.” Kata-kata itu terucap bagai diludahkan berbarengan dengan sang pandai besi berpaling dengan cepat.

Hawk berusaha mengingat tentang seorang ratu yang pernah ia puaskan. Tak ada nama yang dapat ia ingat. Tak biasanya begini. Tapi, tetap saja pria ini dengan jelas mengatakan semua itu. Di suatu tempat, di suatu saat, Hawk telah membuat seorang wanita berpaling dari pria ini. Dan kini pria ini akan memainkan permainan yang sama pada Hawk. Dengan istrinya. Sebagian dari dirinya mencoba untuk tak peduli, tapi sejak pertama ia memandang Janet Gila hari ini, ia tahu ia sedang dalam masalah untuk pertama kali dalam hidupnya. Jauh dalam benaknya, jika mata Janet yang berkilau bagai perak itu dapat menariknya untuk masuk ke dalam lumpur hisap, ia akan serta merta mematuhinya.

Apa yang bisa dikatakan pada pria yang pasangannya terenggut? Tak ada yang bisa ia katakan pada sang pandai besi. “Aku tak berniat menyinggung perasaan siapapun,” akhirnya Hawk berkata.

Adam memutar badannya dan senyumnya terkembang cemerlang. “Menyerang atau bertahan, segalanya sah-sah saja dalam gelora nafsu. Apakah kau masih berniat mengusirku?”

Hawk menatap matanya untuk waktu yang lama. Si pandai besi itu benar. Sesuatu dalam dirinya menjerit menuntut keadilan. Pertempuran yang adil dalam posisi yang seimbang. Jika ia tak bisa mempertahankan seorang gadis, jika ia harus kehilangan dia karena lelaki lain... Harga dirinya membara. Jika istrinya meninggalkannya, tak peduli apakah ia pantas menerimanya atau tidak, dan demi seorang pandai besi seperti itu, wah, legenda Hawk pasti akan berbeda jadinya.

Tapi yang lebih buruk dari itu, jika ia mengusir pandai besi ini malam ini juga, ia tak akan pernah tahu pasti apakah istrinya benar-benar akan memilihnya dari pada Adam Black. Dan itu penting. Ketidakpastian itu bisa menyiksanya seumur hidup. Bayangan istrinya hari ini berdiri, bersandar pada sebatang pohon, sedang menatap si pandai besi –ah! Itu bisa memberinya mimpi buruk walaupun Adam sudah tak ada.

Ia akan mengizinkan si pandai besi untuk tetap tinggal. Dan malam ini Hawk akan menggoda istrinya. Saat ia sudah tahu pasti ke arah mana hati istrinya tertuju, mungkin saat itulah ia mengusir keparat satu ini.

Hawk melambaikan tangannya. “Seperti kehendakmu. Aku tak akan mengusirmu.”

“Sesuai keinginanku. Aku suka itu,” Adam Black membalas dengan congkak.

***

Hawk berjalan ke arah pekarangan istana dengan lamban, menggosok kepalanya yang masih sakit akibat perkelahian saat ia mabuk tiga malam lalu. Pernikahan yang diperintahkan oleh Raja James telah dilaksanakan. Hawk sudah menikahi putri keluarga Comyn itu dan oleh karenanya sudah mematuhi perintah terakhir dari Raja James. Sekali lagi, Dalkeith selamat.

 Hawk sangat berharap bahwa apa yang tak terlihat akan terlupakan, dan bahwa Raja James akan melupakan Dalkeith-Upon-the-Sea. Selama bertahun-tahun ia mematuhi perintah-perintah gila James, sampai akhirnya ia mengeluarkan surat keputusan kerajaan, James merampas kemerdekaan Hawk yang terakhir.

Kenapa ia harus kaget? Selama lima belas tahun sang raja telah berbahagia dengan membuang semua pilihan-pilihan yang ada, sampai akhirnya ia tiba di suatu pilihan untuk mematuhi rajanya atau mati, termasuk juga seluruh keluarganya.

Ia ingat hari James memanggilnya, tiga hari sebelum masa bertakhtanya usai.

Hawk hadir, rasa ingin tahunya terusik oleh ketegangan yang terasa di ruang takhta luas saat itu. Hawk tahu itu ada hubungannya dengan siasat James –dan sambil berharap siasatnya itu tak ada hubungannya dengan dirinya atau Dalkeith –Hawk mendekat dan berlutut.

“Kami sudah mengatur pernikahanmu,” James mengumumkan saat ruangan menjadi sunyi.

Sekujur tubuh Hawk mendadak kaku. Ia bisa merasakan tatapan mata seluruh orang yang ada di ruangan itu dengan penuh rasa senang, ejekan dan sedikit... rasa iba?

“Kami telah memilih” –James berhenti sejenak dan kemudian tertawa penuh benci –“Calon istri untuk menghiasi hari-harimu di Dalkeith.”

“Siapa?” Hawk hanya mengizinkan dirinya sendiri mengajukan satu kata sebagai pertanyaan. Sebab lebih dari satu kata akan mengkhianati rasa ingkar yang mendidih di nadinya. Ia tak bisa memercayai dirinya sendiri untuk berbicara jika setiap jengkal raganya ingin meneriakkan pengingkaran.

James tersenyum dan mengisyaratkan Rad Comyn untuk mendekat ke singgasana, dan Hawk hampir meraung marah. Jangan-jangan maksudnya adalaj Janet Gila! James tega memaksanya menikahi perawan gila yang dikurung Red Comyn di menaranya!

Kedua ujung bibir James tertekuk ke atas membentuk senyuman yang buruk. “Kami sudah memilih Janet Comyn untuk menjadi mempelaimu, Hawk Douglas.”

Suara tawa perlahan terdengar dari seluruh penjuru ruangan. James menggosokkan kedua tangannya dengan senang.

“Tidak!.” Kata itu lolos dari mulut Hawk bersama dengan udara yang terhembus. Terlambat, ia mencoba menariknya kembali.

“Tidak?” James mengulang perkataannya, senyumnya terlihat dingin. “Kau melawan perintah?”

Hawk menatap lantai di depannya. Ia menarik napas. “Bukan begitu, Paduka. Hamba nanya khawatir tidak jelas menyatakan perasaan hamba.” Hawk berhenti sejenak dan menelan ludah. “Yang hamba maksud adalah, “Tidak disangka Paduka begitu baik kepada hamba.” Kebohongan yang baru ia ucapkan seolah membakar bibirnya dan menghanguskan harga dirinya. Tapi itu bisa menyelamatkan Dalkeith.

James terkekeh, senang begitu mudahnya Hawk menyerah, sebab ia memang menikmati mempertontonkan kekuasaannya sebagai raja. Dalam hati, Hawk berpikir, sekali lagi James memegang semua kartunya.

Saat James berbicara sekali lagi, suaranya terdengar berlumur bisa. “Jika kau gagal menikahi putri Comyn, Hawk douglas, kami akan menyapu bersih semua keturunan Douglas dari Skotlandia. Tak ada setetespun darah keturunanmu akan selamat jika kau tak mematuhi perintah ini.”

Ancaman yang sama selalu diucapkan James untuk mengendalikan Hawk Douglas, dan ancaman yang terbukti efektif berkali-kali.

Hawk menundukkan kepala untuk menyembunyikan amarahnya.

Tak bolehkan ia memilih sendiri istrinya? Selama mengabdi lima belas tahun, niat untuk memilih sendiri wanita idamannya, kembali ke Dalkeith dan membina keluarga yang jauh dari rusaknya kerajaan James terus ia pelihara walaupun sang raja selalu berusaha untuk menghancurkannya, satu persatu. Walaupun Hawk bukan lagi lelaki yang percaya cinta, ia memang percaya pada keluarga dan kelompoknya, dan ia pikir menghabiskan seluruh hidupnya dengan seorang wanita yang luar biasa, dikelilingi anak-anak yang sangat ia idamkan.

Ia ingin berjalan kaki menyusuri pantai sambil bercerita pada anak-anaknya. Ia ingin anak dan cucu rupawan. Ia ingin mengisi kamar anak di Dalkeith. Oh, kamar anak, pikiran itu menusuk perih; kenyataan ini lebih pahit dan menyakitkan daripada apapun sang raja lakukan padanya. Sekarang aku tak akan pernah bisa mengisi kamar anak itu –tidak jika istriku mengandung benih sakit jiwa!

Tak akan ada anak-anak –setidaknya yang legal –untuk Hawk. Bagaimana ia bisa tahan kenyataan bahwa ia tak akan bisa menimang anak kandung?

Hawk tak pernah mengutarakan niatnya ingin membina keluarga; ia tahu jika James mengetahuinya, segala harapan atas hal itu akan dimusnahkan. James tampaknya berpendapat jika ia sendiri tak bisa mendapatkan istri yang ia inginkan, maka Hawk pun tak akan.

“Angkat kepalamu dan lihat kami, Hawk,” James memerintah.

Hawk mengangkat kepalanya pelan-pelan dan menatap sang raja dengan tatapan suram.

James mengamatinya dan mengalihkan pandangannya ke arah Red Comyn dan menambahkan tatapan mengancam untuk menyuruhnya bekerja ama, “Kami juga akan memusnahkan keluarga Comyn, jika keputusan ini diingkari. Kau dengar yang kami katakan, Red Comyn? Jangan lawan perintah kami.”

Laird Comyn anehnya tampak seperti sama terganggunya dengan perintah James.

Sambil berlutut di depan takhta James, Hawk menundukkan pikiran memberontaknya untuk terakhir kali. Ia menyadari tatapan iba para prajurit yang berjuang bersamanya; tatapan simpati Grimm; Kebencian sekaligus kepuasan yang diperlihatkan para bangsawan yang sejak lama membenci Hawk atas reputasinya di kalangan wanita, dan bahwa ia tetap akan menikahi Janet Comyn walaupun jika wanita itu adalah seorang nenek tua yang ompong, renta dan gila. Hawk Douglas rela melakukan apa pun demi menjaga agar Dalkeith dan seluruh rakyatnya aman.

Kabar burung tentang Janet Comyn sangat banyak beredar; perawan tuga gila yang dikurung sebab penyakit sakit jiwanya tak tersembuhkan.

Sambil berjalan menyusuri jalan setapak batu memasuki Dalkeith, Hawk tertawa mengingat kembali bayangan yang semula ia punya tentang Janet Gila. Ia baru sadar bahwa James ternyata sama tak tahunya tentang Janet, sebab James tak akan membiarkan Hawk menikah dengan Janet jika ia tahu seperti apa sesungguhnya paras Janet. Ia terlalu cantik, terlalu bergairah.. James ingin agar Hawk menderita, dan satu-satunya cara seorang lelaki akan menderita di sekitar wanita ini adalah jika ia tak bisa menjamahnya, jika ia tak bisa merasakan ciuman sang wanita dan mereguk kenikmatan badani.

Hawk sama sekali tak mengira akan menemui makhluk cantik dan halus bertemperamen keras yang ia temui di bengkel pandai besi ini. Ia memang mengirim Grimm di saat terakhir untuk mewakilkannya menikah, dengan niat untuk mengacuhkannya jika mempelainya itu tiba. Ia memerintah semua orang untuk tidak menyambutnya. Kehidupan sehari-hari di Dalkeith berjalan seperti biasa seakan tak ada perubahan. Hawk berkesimpulan, jika memang Janet itu gila seperti yang dikabarkan, ia tak akan mengerti bahwa ia sudah menikah. Hawk menyimpulkan bahwa ia ia bisa menemukan cara untuk menghadapi Janet, walaupun artinya harus mengurungnya di suatu tempat, jauh dari Dalkeith. James memerintahkannya untuk menikahinya, dan tak bilang apa-apa mengenai tempat tinggal.

Lalu, ia akhirnya melihat sendiri Janet Comyn yang “gila.” Seperti seorang dewi yang tengah dilanda birahi ia menguliti Hawk dengan ucapannya, menunjukkan kecerdasan yang sebanding dengan kecantikannya. Tak ada gadis yang ia ingat bisa membangkitkan rasa dahaga akan dirinya seperti saat ia membelai wanita itu dengan pandangannya.

Kabar burung yang beredar ini sangat keliru. Jika saja Hawk diperbolehkan memilih sendiri wanita idamannya, maka kualitas yang dimiliki Janet –mandiri, cerdas, tubuh yang menggiurkan, dan hati yang teguh –adalah kualitas yang ia cari.

Mungkin, pikir Hawk, hidupnya memang sedang membaik.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar