Ewan
menatap wanita di depannya, dan harus menahan diri untuk tidak
mengguncang-guncangnya sampai pingsan. Gadis kecil itu punya keberanian, ia
harus mengakui. Ewan tidak tahu apa yang membuat putranya begitu membela wanita
itu, tapi ia akan segera mencari tahu alasannya.
Bahkan
Alaric tampaknya ada di bawah pengaruh wanita itu dan Ewan bisa mengerti
kenapa, karena demi Tuhan, wanita itu sangat cantik. Namun ia sebal ketika
adiknya membela wanita yang menentangnya.
Wanita
itu mengangkat dagu semakin tinggi dengan sikap menantang sehingga cahaya
menyinari bola matanya. Yang berwarna biru. Bukan warna biru biasa, melainkan
biru cemerlang, yang mengingatkan Ewan pada langit di musim semi, persis
sebelum musim panas tiba.
Rambut
wanita itu acak-acakan, tapi ikalnya terjuntai sampai ke pinggang, pinggang
yang lingkarnya dapat Ewan rengkuh dengan kedua tangan. Ya, pas jika tangannya
memeluk lekukan di antara pinggul dan payudara wanita itu. Dan jika Ewan
menggeser tangannya ke atas sedikit, ia bisa merengkuh dada montok wanita itu.
Wanita
yang cantik. Tapi menyusahkan.
Wanita
itu juga sedang kesakitan. Dan jelas rasa sakitnya tidak dibuat-buat.
Mata
wanita itu meredup sehingga Wean bisa lebih jelas melihat bayang-bayang yang
mengelilingi sepasang matanya. Dengan gagah berani Mairin berusaha
menyembunyikan rasa sakit, tapi perasaan itu praktis terpancar dari tubuhnya.
Karena
itu, Ewan tidak mungkin dapat menanyainya sekarang.
Ewan
mengangkat tangan dan memanggil salah satu wanita yang berkumpul di tepi
halaman.
“Berikan
apa yang dia butuhkan,” perintah Ewan.
“Siapkan bak mandi untuknya. Minta Gertie menyiapkan sepiring makanan untuknya.
Dan demi Tuhan, beri dia pakaian lain supaya bisa melepaskan baju warna Cameron
itu.”
Dua
wanita McCabe buru-buru maju dan masing-masing mengambil satu lengan Mairin,
yang masih berdiri di samping Alaric.
“Hati-hati,”
Alaric memperingatkan mereka. “Dia masih kesakitan karena luka-lukanya.”
Kedua
wanita itu melepaskan tangan mereka. Lalu mereka memberi isyarat kepada Mairin
agar berjalan di depan mereka dan masuk ke kastel. Wanita itu melihat ke
sekelilingnya dengan gelisah. Jelas dia tidak berniat masuk. Dia menggigit
bibir bawah, sampai Ewan yakin bibir wanita itu akan berdarah jika dia tidak
berhenti menggigitnya.
Ewan
menghela napas. “Aku tidak menjatuhkan hukuman mati kepadamu, lass. Katamu kau ingin mandi dan makan.
Apakah kau sekarang meragukanku sebagai tuan rumah?”
Mairin
mengerutkan kening dan matanya menyipit saat dia menatap tajam kepada Ewan.
“Aku minta kuda dan makanan. Kau
tidak perlu menjadi tuan rumahku. Aku lebih senang jika bisa pergi dari sini
secepatnya mungkin.
“Aku
tidak punya kuda ekstra yang bisa kuberikan kepadamu. Lagi pula, kau tidak akan
pergi ke mana-mana sampai aku menyelesaikan seluruh masalah ini. Kalau kau
tidak mau mandi, aku yakin para wanita di sini akan senang hati mengantarmu ke
dapur supaya kau bisa makan.”
Lalu
Ewan mengangkat bahu, memberika isyarat bahwa ia tidak peduli apakah Mairin mau
mandi atau tidak. Itu usul Alaric, tapi bukankah semua wanita senang jika
mereka bisa berendam air panas?”
Wanita
itu mengatupkan bibir, seolah ingin berdebat. Tapi rupanya dia lalu memutuskan
bahwa lebih baik dia diam saja. “Aku mau mandi.”
Ewan
mengangguk. “Kalau begitu lebih baik kau mengikuti para wanita ke atas sebelum
aku berubah pikiran.”
Wanita
itu memutar tubuh, mengguman pelan sehingga Ewan tidak bisa mendengarnya. Mata
Ewan menyipit. Wanita yang suka melawan itu benar-benar menguji kesabaran.
Ewan
melihat ke sekeliling untuk mencari putranya, dan melihat anak itu berlari
mengikuti para wanita untuk masuk ke kastel.
“Crispen,”
Ewan memanggilnya.
Crispen
menoleh, alis kecilnya berkerut gelisah karena dia tidak bisa mengikuti wanita
itu.
“Sini,
Nak.”
Setelah
ragu sejenak, Crispen akhirnya berlari menghampiri Ewan, dan Ewan langsung
mendekapnya lagi.
Jantung
Ewan berdebar tak keruan, karena ia merasa sangat lega bisa memeluk putranya
kembali. “Kau membuatku sepuluh tahun lebih tua karena ketakutan, Nak. Jangan
pernah membuat ayahmu cemas seperti ini lagi.”
Crispen
berpegangan ke pundak Ewan dan membenamkan wajah di leher Ewan.
“Tidak
akan, Papa. Aku janji.”
Ewan
memeluknya jauh lebih lama daripada yang seharusnya, sampai Crispen
menggeliat-geliat minta dilepaskan. Ia tidak pernah mengira akan bisa melihat
putranya lagi. Jika perkataan Alaric benar, Ewan harus berterima kasih pada
wanita itu.
Dari
atas kepala Crispen, Ewan memandang Alaric, meminta jawaban dari adiknya yang
membisu itu. Alaric mengangkat bahu.
“Jika
kau ingin mendapat jawaban dariku, kau mencari dari orang yang keliru.” Alaric
dengan tidak sabar menunjuk Crispen. “Dia dan wanita itu tidak mau
memberitahuku apa-apa. Anak manja itu malah memintaku mengantarkan mereka
berdua kepadamu supaya kau bisa melindungi wanita itu.”
Ewan
mengerutkan kening dan menatap mata Crispen. “Apakah itu benar, Nak?”
Crispen
jelas tampak merasa bersalah, namun tekad kuat bersinar-sinar di mata hijaunya.
Bibirnya bergerak-gerak dengan sikap melawan. Tubuhnya menjadi tegang seolah
siap mendengar Ewan memarahinya panjang lebar.
“Aku
sudah berjanji,” Crispen berkeras. “Katamu seorang McCabe tidak boleh
mengingkari janji.”
Ewan
hanya dapat menggeleng-geleng. “Aku mulai menyesal memberiotahumu hal-hal yang
tidak dilakukan seorang McCabe. Ayo kita duduk di Aula, supaya kau bisa
menceritakan petualanganmu kepadaku.”
Ewan
memandang Alaric, tanpa kata-kata memintanya supaya ikut duduk di sana. Lalu ia
berpaling kepada Gannon. Bawa anak buahmu ke utara untuk mencari Caelen.
Beritahu dia bahwa Alaric sudah membawa Crispen pulang. Kembalilah secepat
mungkin.”
Gannon
menunduk hormat dan segera pergi, sambil meneriakkan perintah kepada anak
buahnya.
Ewan
menurunkan Crispen namun tetap memeluk erat pundaknya sewaktu ia menggiring
anak itu ke dalam kastel. Mereka masuk ke aula di tengah seruan dan
sorak-sorai. Crispen dipeluk erat oleh setiap wanita yang melintas dan ditepuk
punggungnya oleh kaum pria klan mereka. Akhirnya Ewan melambaikan tangan untuk
menyuruh semua orang pergi, supaya tidak ada yang mengganggu mereka di sana.
Ewan
duduk di meja dan menepuk tempat di sebelahnya. Crispen melompat ke bangku itu,
sementara alaric duduk di seberang meja.
“Sekarang,
beritahu aku apa yang terjadi,” perintah Ewan.
Crispen
menunduk menatap tangan, menurunkan pundak.
“Crispen,”
bujuk Ewan dengan lembut. “Apa lagi yang McCabe selalu lakukan, yang
kuberitahukan kepadamu?”
“Berkata
jujur,” jawab Crispen dengan berat hati.
Ewan
tersenyum. “Benar. Sekarang, ceritakan apa yang terjadi kepadamu.”
Crispen
menghela napas dengan dramatis sebelum berkata, “Aku menyelinap keluar untuk
menemui Paman alaric. Aku ingin menunggu di perbatasan dan memberinya kejutan
ketika dia pulang.”
Alaric
melotot dari seberang meja kepada Crispen, tapi Ewan mengangkat tangan.
“Biarkan
dia meneruskan ceritanya dulu.”
“Aku
pasti pergi terlalu jauh saat itu. Salah satu prajurit McDonald mengambilku dan
berkata akan membawaku kepada laird-nya
supaya bisa meminta uang untuk membayar tebusan. Jadi aku kabur dan bersembunyi
di gerobak pedagang keliling.”
Ewan
menjadi tegang karena murka terhadap prajurit McDonald itu, dan jantungnya
kembang-kempis mendengar nada bangga dalam suara putranya.
“Kau
tidak akan pernah membuatku malu, Crispen,” kata Ewan dengan tenang. “Sekarang,
lanjutkan ceritamu. Lalu apa yang terjadi?”
“Pedagang
itu menemukan aku sehari kemudian dan berusaha menangkapku. Dia mengejarku,
tapi aku berhasil melarikan diri. Sampai aku tiba di tempat yang tidak kukenal.
Aku mencoba mencuri seekor kuda dari sekelompok pria yang sedang berkemah tapi
mereka menangkapku. Lalu Ma– maksudku dia menyelamatkan aku.”
“Siapa
yang menyelamatkanmu?” desak Ewan.
“Dia menyelamatkan aku.”
Ewan
menahan rasa tidak sabar. “Siapa dia?”
Crispen
bergerak-gerak dengan gelisah. “Aku tidak bisa memberitahumu. Aku sudah
berjanji.”
Ewan
dan alaric berpandangan dengan frustrasi, lalu Alaric mengangkat satu alis,
seolah ingin mengatakan aku kan sudah
memberitahumu.
“Baiklah,
Crispen, apa sebenarnya yang kau janjikan?”
“Bahwa
aku tidak akan memberitahumu siapa dia,” jawab Crispen tanpa pikir panjang.
“Maafkan aku, Papa.”
“Begitu
ua. Kau berjanji apa lagi?”
Sesaat
Crispen tampak bingung, sementara dari seberang meja, Alaric tersenyum karena
mengerti ke mana arah pembicaraan Ewan.
“Aku
hanya berjanji tidak akan memberitahukan namanya kepadamu.”
Ewan
menahan senyum lebar. “Baiklah, teruskan ceritamu. Lady itu menyelamatkanmu.
Bagaimana dia melakukannya? Apakah dia berkemah bersama para pria yang kudanya
ingin kau curi? Apakah meraka akan mengantarnya ke suatu tempat?”
Alis
Crispen berkerut karena dia bingung, tidak tahu apakah dia bisa memberikan
informasi itu tanpa melanggar janjinya.”
“Aku
tidak akan menanyakan namanya lagi,” kata Ewan sungguh-sungguh.
Crispen
tampak lega, lalu dia mengatupkan bibir dan berkata, “Para pria mengambilnya
dari biara. Dia tidak mau bersama mereka. Aku melihat mereka membawanya masuk
ke kemah.”
“Oh
tuhan, dia biarawati?” Ewan berseru.
Alaric
menggeleng kuat-kuat. “Jika wanita itu biarawati, aku biarawan.”
“Bisakah
kau menikah dengan biarawati?” tanya Crispen.
“Mengapa
kau bertanya seperti itu?” tuntut Ewan.
“Duncan
Cameron ingin menikahinya. Jika dia biarawati, Duncan tidak bisa
melakukannya,kan?”
Ewan
menegakkan tubuh dan melemparkan pandangan sengit kepada alaric. Lalu ia
berpaling kepada Crispen, mencoba tetap tenang supaya tidak membuat takut
putranya.
“Para
pria yang kudanya berusaha kau curi. Apakah mereka prajurit Cameron? Apakah
mereka yang mengambil wanita itu dari biara?”
Crispen
mengangguk dengan sungguh-sungguh. “Mereka membawa kami kepada Laird Cameron.
Duncan mencoba membuat... wanita itu... menikah dengannya, tapi dia tidak mau.
Ketika dia menolak, Laird Cameron memukulinya habis-habisan.”
Mata
Crispen berkaca-kaca, namun dengan sengit anak itu menahan air mata.
Ewan
kembali memandang sekilas kepada alaric untuk melihat reaksi adiknya terhadap
berita itu. Siapa wanita ini, yang sangat diinginkan Duncan Cameron sampai pria
itu menculiknya dari biara? Apakah wanita itu pewaris dari keluarga kaya, yang
disembunyikan di sana sampai ia menikah?”
“Apa
yang terjadi setelah Duncan memukulinya?” tanya Ewan.
Crispen
menyeka wajah, meninggalkan kotoran di sana.
“Ketika
kami kembali ke kamar, dia nyaris tidak bisa berdiri. Aku harus memapahnya ke
ranjang. Lalu seorang wanita membangunkan kami. Menurutnya, sang laird sedang
tidur dalam keadaan mabuk berat dan berencana untuk mengancamku, supaya sang
lady melakukan apa yang diinginkan sang larid. Kata wanita itu, kami harus
melarikan diri sebelum sang laird bangun. Sang lady merasa takut tapi dia
berjanji akan melindungiku. Jadi, aku berjanji kepadanya bahwa aku akan membawa
kami berdua ke sini, kepadamu supaya kau bisa melindunginya. Kau tidak akan
membiarkan Duncan Cameron menikahinya, kan, Papa? Kau tidak akan membiarkan
pria itu melukainya lagi, kan?”
Crispen
menatap cemas kepada Ewan, matanya terlihat amat sungguh-sungguh dan serius.
Saat itu, rispen terlihat jauh lebih tua daripada umurnya yang baru delapan
tahun. Seolah dia punya tanggung jawab besar, jauh melebihi yang sanggup
ditanggung anak seumurnya. Namun Crispen tampaknya sudah bertekad memikul
tanggung jawab itu.
“Tidak,
Nak. Aku tidak akan membiarkan duncan Cameron menyakiti wanita itu.”
Perasaan
lega membanjiri wajah Crispen dan tiba-tiba dia kelihatan sangat letih.
Tubuhnya bergoyang-goyang di kursi, lalu dia bersandar ke lengan Ewan.
Lama
Ewan menunduk menatap kepala putranya, dan berusaha menahan diri untuk tidak
mengelus rambut acak-acakan anak itu. Mau tak mau Ewan merasa bangga mendengar
bagaimana Crispen berjuang membela wanita yang menyelamatkannya. Menurut
Alaric, Crispen memaksa alaric dan anak buahnya untuk menuruti keinginannya,
sepanjang perjalanan pulang ke kastel McCabe. Dan sekarang Crispen berusaha
memaksa Ewan agar menepati janji yang dibuatnya atas nama McCabe.
“Dia
tidur,” bisik Alaric.
Ewan
dengan hati-hati mengelus kepala putranya lalu memeluk anak itu erat-erat di
sisinya.
“Siapa
wanita ini, alaric? Apa arti dirinya bagi Cameron?”
Alaric
mendesah frustrasi. “Kalau saja aku bisa memberitahumu. Wanita itu tidak mau
bicara sedikit pun denganku selama dia bersamaku. Dia dan Crispen menutup mulut
bak dua biarawan yang sudah bersumpah akan membisu seumur hidup. Aku hanya tahu
bahwa ketika aku menemukannya, dia telah dipukuli habis-habisan. Aku tidak
pernah melihat wanita dianiaya seburuk itu. Apa yang dialaminya membuatku mual,
Ewan. Tak ada alasan bagi pria untuk memperlakukan wanita seperti itu. Tapi,
meski terluka parah, wanita itu mengadangku dan anak buahku ketika dia mengira
kami ancaman bagi Crispen.”
“Wanita
itu tidak mengatakan apa pun selama dia bersamamu? Tidak pernah membocorkan apa
pun tanpa disengaja? Coba pikir, Alaric. Wanita itu pasti pernah mengatakan
sesuatu. Seorang wanita biasanya tidak sanggup membisu untuk waktu yang lama.”
Alaric
menggerutu. “Seharusnya ada orang yang memberitahu hal itu kepadanya. Sungguh
Ewan, wanita itu tidak mengatakan apa pun. Dia menatapku seolah aku kodok. Yang
lebih buruk lagi, dia membuat Crispen bersikap seolah aku musuh mereka.
Keduanya berbisik-bisik seolah merencanakan sesuatu dan melotot kepadaku ketika
aku berani mengganggu pembicaraan mereka.”
Ewan
mengerutkan kening dan jarinya mengetuk-ngetuk meja kayu itu. “Apa yang Cameron
inginkan darinya? Lagi pula, apa yang dilakukan seorang wanita dari dataran
tinggi di sebuah biara dataran rendah? Penduduk dataran tinggi menjaga ketat
putri mereka bak emas. Tak mungkin mereka mau menitipkan putri mereka di biara
selama berhari-hari.”
“Kecuali
wanita itu sedang dihukum,” alaric mengusulkan. “Mungkin dia tertangkap basah
melakukan perbuatan yang tidak pantas. Banyak gadis yang dibawa ke ranjang oleh
kekasih mereka sebelum memasuki pernikahan yang suci.”
“Atau
mungkin dia gadis pemberontak, sehingga ayahnya pututs asa menghadapinya dan
mengirimnya ke biara,” gumam Ewan, ketika diingat betapa menyulitkan dan keras
kepala wanita itu tadi. Itu skenario yang masuk akal. Tapi jika itu benar, dia
pasti sudah melakukan dosa besar sampai ayahnya mengirimnya ke sana.
Alaric
tertawa kecil. “Harus kuakui, wanita itu punya semangat yang tinggi.” Lalu
sikapnya kembali serius. “Tapi dia melindungi Crispen dengan baik. Dia
menempatkan dirinya di antara Crispen dan orang lain lebih dari sekali, dan
sangat menderita akibat perbuatannya itu.”
Lama
Ewan merenungkan kenyataan itu. Lalu ia mendongak kepada alaric lagi. “kau
melihat luka-lukanya?”
Alaric
mengangguk. “Ya. Ewan, jahanam itu menendangnya. Ada bekas-bekas sepatu bot di
punggung wanita itu.”
Ewan
menyumpah, suaranya bergema ke seluruh ruangan depan itu. “Kalau saja aku tahu
apa hubungannya dengan Cameron. Dan mengapa Cameron begitu menginginkan wanita
itu sampai menculiknya dari biara dan memukulinya hingga pingsan ketika dia
tidak mau menikah dengan pria itu. Lalu, mengapa Cameron berniat memakai
putraku untuk mengubah keputusan wanita itu?”
“Rencana
itu akan berhasil,” kata alaric dengan geram. “Wanita itu sangat protektif
terhadap Crispen. Jika Cameron mengancam Crispen, dia pasti akan menuruti
kemauannya. Aku yakin itu.”
“Ini
menciptakan masalah untukku,” kata Ewan dengan tenang. “Cameron menghendaki
wanita itu. Putraku ingin aku melindunginya. Sementara wanita itu sendiri hanya
ingin pergi dari sini. Belum lagi tentang misteri tentang siapa dia
sebenarnya.”
“Jika
sampai mengetahui di mana dia berada, Cameron pasti akan datang ke sini.”
Kedua
kakak beradik itu berpandangan sejenak. Alaric mengangguk, menerima pernyataan
bisu Ewan. Jika Cameron ingin berperang, klan McCabe siap mengahadapinya.
“Bagaimana
dengan wanita itu?” Alaric akhirnya bertanya.
“aku
akan mengambil keputusan seletah mendengar seluruh cerita darinya,” jawab Ewan.
Ewan
yakin dirinya mampu menjadi pria yang bijaksana. Dan begitu wanita itu melihat
betapa bijaksananya Ewan, dia pasti mau menuruti Ewan.
Synopsis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar