Jumat, 03 Mei 2019

In Bed with a Highlander #4


Ewan menatap wanita di depannya, dan harus menahan diri untuk tidak mengguncang-guncangnya sampai pingsan. Gadis kecil itu punya keberanian, ia harus mengakui. Ewan tidak tahu apa yang membuat putranya begitu membela wanita itu, tapi ia akan segera mencari tahu alasannya.


Bahkan Alaric tampaknya ada di bawah pengaruh wanita itu dan Ewan bisa mengerti kenapa, karena demi Tuhan, wanita itu sangat cantik. Namun ia sebal ketika adiknya membela wanita yang menentangnya.

Wanita itu mengangkat dagu semakin tinggi dengan sikap menantang sehingga cahaya menyinari bola matanya. Yang berwarna biru. Bukan warna biru biasa, melainkan biru cemerlang, yang mengingatkan Ewan pada langit di musim semi, persis sebelum musim panas tiba.

Rambut wanita itu acak-acakan, tapi ikalnya terjuntai sampai ke pinggang, pinggang yang lingkarnya dapat Ewan rengkuh dengan kedua tangan. Ya, pas jika tangannya memeluk lekukan di antara pinggul dan payudara wanita itu. Dan jika Ewan menggeser tangannya ke atas sedikit, ia bisa merengkuh dada montok wanita itu.

Wanita yang cantik. Tapi menyusahkan.

Wanita itu juga sedang kesakitan. Dan jelas rasa sakitnya tidak dibuat-buat.

Mata wanita itu meredup sehingga Wean bisa lebih jelas melihat bayang-bayang yang mengelilingi sepasang matanya. Dengan gagah berani Mairin berusaha menyembunyikan rasa sakit, tapi perasaan itu praktis terpancar dari tubuhnya.

Karena itu, Ewan tidak mungkin dapat menanyainya sekarang.

Ewan mengangkat tangan dan memanggil salah satu wanita yang berkumpul di tepi halaman.

“Berikan apa yang dia butuhkan,”  perintah Ewan. “Siapkan bak mandi untuknya. Minta Gertie menyiapkan sepiring makanan untuknya. Dan demi Tuhan, beri dia pakaian lain supaya bisa melepaskan baju warna Cameron itu.”

Dua wanita McCabe buru-buru maju dan masing-masing mengambil satu lengan Mairin, yang masih berdiri di samping Alaric.

“Hati-hati,” Alaric memperingatkan mereka. “Dia masih kesakitan karena luka-lukanya.”

Kedua wanita itu melepaskan tangan mereka. Lalu mereka memberi isyarat kepada Mairin agar berjalan di depan mereka dan masuk ke kastel. Wanita itu melihat ke sekelilingnya dengan gelisah. Jelas dia tidak berniat masuk. Dia menggigit bibir bawah, sampai Ewan yakin bibir wanita itu akan berdarah jika dia tidak berhenti menggigitnya.

Ewan menghela napas. “Aku tidak menjatuhkan hukuman mati kepadamu, lass. Katamu kau ingin mandi dan makan. Apakah kau sekarang meragukanku sebagai tuan rumah?”

Mairin mengerutkan kening dan matanya menyipit saat dia menatap tajam kepada Ewan. “Aku minta kuda dan makanan. Kau tidak perlu menjadi tuan rumahku. Aku lebih senang jika bisa pergi dari sini secepatnya mungkin.

“Aku tidak punya kuda ekstra yang bisa kuberikan kepadamu. Lagi pula, kau tidak akan pergi ke mana-mana sampai aku menyelesaikan seluruh masalah ini. Kalau kau tidak mau mandi, aku yakin para wanita di sini akan senang hati mengantarmu ke dapur supaya kau bisa makan.”

Lalu Ewan mengangkat bahu, memberika isyarat bahwa ia tidak peduli apakah Mairin mau mandi atau tidak. Itu usul Alaric, tapi bukankah semua wanita senang jika mereka bisa berendam air panas?”

Wanita itu mengatupkan bibir, seolah ingin berdebat. Tapi rupanya dia lalu memutuskan bahwa lebih baik dia diam saja. “Aku mau mandi.”

Ewan mengangguk. “Kalau begitu lebih baik kau mengikuti para wanita ke atas sebelum aku berubah pikiran.”

Wanita itu memutar tubuh, mengguman pelan sehingga Ewan tidak bisa mendengarnya. Mata Ewan menyipit. Wanita yang suka melawan itu benar-benar menguji kesabaran.

Ewan melihat ke sekeliling untuk mencari putranya, dan melihat anak itu berlari mengikuti para wanita untuk masuk ke kastel.

“Crispen,” Ewan memanggilnya.

Crispen menoleh, alis kecilnya berkerut gelisah karena dia tidak bisa mengikuti wanita itu.

“Sini, Nak.”

Setelah ragu sejenak, Crispen akhirnya berlari menghampiri Ewan, dan Ewan langsung mendekapnya lagi.

Jantung Ewan berdebar tak keruan, karena ia merasa sangat lega bisa memeluk putranya kembali. “Kau membuatku sepuluh tahun lebih tua karena ketakutan, Nak. Jangan pernah membuat ayahmu cemas seperti ini lagi.”

Crispen berpegangan ke pundak Ewan dan membenamkan wajah di leher Ewan.

“Tidak akan, Papa. Aku janji.”

Ewan memeluknya jauh lebih lama daripada yang seharusnya, sampai Crispen menggeliat-geliat minta dilepaskan. Ia tidak pernah mengira akan bisa melihat putranya lagi. Jika perkataan Alaric benar, Ewan harus berterima kasih pada wanita itu.

Dari atas kepala Crispen, Ewan memandang Alaric, meminta jawaban dari adiknya yang membisu itu. Alaric mengangkat bahu.

“Jika kau ingin mendapat jawaban dariku, kau mencari dari orang yang keliru.” Alaric dengan tidak sabar menunjuk Crispen. “Dia dan wanita itu tidak mau memberitahuku apa-apa. Anak manja itu malah memintaku mengantarkan mereka berdua kepadamu supaya kau bisa melindungi wanita itu.”

Ewan mengerutkan kening dan menatap mata Crispen. “Apakah itu benar, Nak?”

Crispen jelas tampak merasa bersalah, namun tekad kuat bersinar-sinar di mata hijaunya. Bibirnya bergerak-gerak dengan sikap melawan. Tubuhnya menjadi tegang seolah siap mendengar Ewan memarahinya panjang lebar.

“Aku sudah berjanji,” Crispen berkeras. “Katamu seorang McCabe tidak boleh mengingkari janji.”

Ewan hanya dapat menggeleng-geleng. “Aku mulai menyesal memberiotahumu hal-hal yang tidak dilakukan seorang McCabe. Ayo kita duduk di Aula, supaya kau bisa menceritakan petualanganmu kepadaku.”

Ewan memandang Alaric, tanpa kata-kata memintanya supaya ikut duduk di sana. Lalu ia berpaling kepada Gannon. Bawa anak buahmu ke utara untuk mencari Caelen. Beritahu dia bahwa Alaric sudah membawa Crispen pulang. Kembalilah secepat mungkin.”

Gannon menunduk hormat dan segera pergi, sambil meneriakkan perintah kepada anak buahnya.

Ewan menurunkan Crispen namun tetap memeluk erat pundaknya sewaktu ia menggiring anak itu ke dalam kastel. Mereka masuk ke aula di tengah seruan dan sorak-sorai. Crispen dipeluk erat oleh setiap wanita yang melintas dan ditepuk punggungnya oleh kaum pria klan mereka. Akhirnya Ewan melambaikan tangan untuk menyuruh semua orang pergi, supaya tidak ada yang mengganggu mereka di sana.

Ewan duduk di meja dan menepuk tempat di sebelahnya. Crispen melompat ke bangku itu, sementara alaric duduk di seberang meja.

“Sekarang, beritahu aku apa yang terjadi,” perintah Ewan.

Crispen menunduk menatap tangan, menurunkan pundak.

“Crispen,” bujuk Ewan dengan lembut. “Apa lagi yang McCabe selalu lakukan, yang kuberitahukan kepadamu?”

“Berkata jujur,” jawab Crispen dengan berat hati.

Ewan tersenyum. “Benar. Sekarang, ceritakan apa yang terjadi kepadamu.”

Crispen menghela napas dengan dramatis sebelum berkata, “Aku menyelinap keluar untuk menemui Paman alaric. Aku ingin menunggu di perbatasan dan memberinya kejutan ketika dia pulang.”

Alaric melotot dari seberang meja kepada Crispen, tapi Ewan mengangkat tangan.

“Biarkan dia meneruskan ceritanya dulu.”

“Aku pasti pergi terlalu jauh saat itu. Salah satu prajurit McDonald mengambilku dan berkata akan membawaku kepada laird-nya supaya bisa meminta uang untuk membayar tebusan. Jadi aku kabur dan bersembunyi di gerobak pedagang keliling.”

Ewan menjadi tegang karena murka terhadap prajurit McDonald itu, dan jantungnya kembang-kempis mendengar nada bangga dalam suara putranya.

“Kau tidak akan pernah membuatku malu, Crispen,” kata Ewan dengan tenang. “Sekarang, lanjutkan ceritamu. Lalu apa yang terjadi?”

“Pedagang itu menemukan aku sehari kemudian dan berusaha menangkapku. Dia mengejarku, tapi aku berhasil melarikan diri. Sampai aku tiba di tempat yang tidak kukenal. Aku mencoba mencuri seekor kuda dari sekelompok pria yang sedang berkemah tapi mereka menangkapku. Lalu Ma– maksudku dia menyelamatkan aku.”

“Siapa yang menyelamatkanmu?” desak Ewan.

Dia menyelamatkan aku.”

Ewan menahan rasa tidak sabar. “Siapa dia?”

Crispen bergerak-gerak dengan gelisah. “Aku tidak bisa memberitahumu. Aku sudah berjanji.”

Ewan dan alaric berpandangan dengan frustrasi, lalu Alaric mengangkat satu alis, seolah ingin mengatakan aku kan sudah memberitahumu.

“Baiklah, Crispen, apa sebenarnya yang kau janjikan?”

“Bahwa aku tidak akan memberitahumu siapa dia,” jawab Crispen tanpa pikir panjang. “Maafkan aku, Papa.”

“Begitu ua. Kau berjanji apa lagi?”

Sesaat Crispen tampak bingung, sementara dari seberang meja, Alaric tersenyum karena mengerti ke mana arah pembicaraan Ewan.

“Aku hanya berjanji tidak akan memberitahukan namanya kepadamu.”

Ewan menahan senyum lebar. “Baiklah, teruskan ceritamu. Lady itu menyelamatkanmu. Bagaimana dia melakukannya? Apakah dia berkemah bersama para pria yang kudanya ingin kau curi? Apakah meraka akan mengantarnya ke suatu tempat?”

Alis Crispen berkerut karena dia bingung, tidak tahu apakah dia bisa memberikan informasi itu tanpa melanggar janjinya.”

“Aku tidak akan menanyakan namanya lagi,” kata Ewan sungguh-sungguh.

Crispen tampak lega, lalu dia mengatupkan bibir dan berkata, “Para pria mengambilnya dari biara. Dia tidak mau bersama mereka. Aku melihat mereka membawanya masuk ke kemah.”

“Oh tuhan, dia biarawati?” Ewan berseru.

Alaric menggeleng kuat-kuat. “Jika wanita itu biarawati, aku biarawan.”

“Bisakah kau menikah dengan biarawati?” tanya Crispen.

“Mengapa kau bertanya seperti itu?” tuntut Ewan.

“Duncan Cameron ingin menikahinya. Jika dia biarawati, Duncan tidak bisa melakukannya,kan?”

Ewan menegakkan tubuh dan melemparkan pandangan sengit kepada alaric. Lalu ia berpaling kepada Crispen, mencoba tetap tenang supaya tidak membuat takut putranya.

“Para pria yang kudanya berusaha kau curi. Apakah mereka prajurit Cameron? Apakah mereka yang mengambil wanita itu dari biara?”

Crispen mengangguk dengan sungguh-sungguh. “Mereka membawa kami kepada Laird Cameron. Duncan mencoba membuat... wanita itu... menikah dengannya, tapi dia tidak mau. Ketika dia menolak, Laird Cameron memukulinya habis-habisan.”

Mata Crispen berkaca-kaca, namun dengan sengit anak itu menahan air mata.

Ewan kembali memandang sekilas kepada alaric untuk melihat reaksi adiknya terhadap berita itu. Siapa wanita ini, yang sangat diinginkan Duncan Cameron sampai pria itu menculiknya dari biara? Apakah wanita itu pewaris dari keluarga kaya, yang disembunyikan di sana sampai ia menikah?”

“Apa yang terjadi setelah Duncan memukulinya?” tanya Ewan.

Crispen menyeka wajah, meninggalkan kotoran di sana.

“Ketika kami kembali ke kamar, dia nyaris tidak bisa berdiri. Aku harus memapahnya ke ranjang. Lalu seorang wanita membangunkan kami. Menurutnya, sang laird sedang tidur dalam keadaan mabuk berat dan berencana untuk mengancamku, supaya sang lady melakukan apa yang diinginkan sang larid. Kata wanita itu, kami harus melarikan diri sebelum sang laird bangun. Sang lady merasa takut tapi dia berjanji akan melindungiku. Jadi, aku berjanji kepadanya bahwa aku akan membawa kami berdua ke sini, kepadamu supaya kau bisa melindunginya. Kau tidak akan membiarkan Duncan Cameron menikahinya, kan, Papa? Kau tidak akan membiarkan pria itu melukainya lagi, kan?”

Crispen menatap cemas kepada Ewan, matanya terlihat amat sungguh-sungguh dan serius. Saat itu, rispen terlihat jauh lebih tua daripada umurnya yang baru delapan tahun. Seolah dia punya tanggung jawab besar, jauh melebihi yang sanggup ditanggung anak seumurnya. Namun Crispen tampaknya sudah bertekad memikul tanggung jawab itu.

“Tidak, Nak. Aku tidak akan membiarkan duncan Cameron menyakiti wanita itu.”

Perasaan lega membanjiri wajah Crispen dan tiba-tiba dia kelihatan sangat letih. Tubuhnya bergoyang-goyang di kursi, lalu dia bersandar ke lengan Ewan.

Lama Ewan menunduk menatap kepala putranya, dan berusaha menahan diri untuk tidak mengelus rambut acak-acakan anak itu. Mau tak mau Ewan merasa bangga mendengar bagaimana Crispen berjuang membela wanita yang menyelamatkannya. Menurut Alaric, Crispen memaksa alaric dan anak buahnya untuk menuruti keinginannya, sepanjang perjalanan pulang ke kastel McCabe. Dan sekarang Crispen berusaha memaksa Ewan agar menepati janji yang dibuatnya atas nama McCabe.

“Dia tidur,” bisik Alaric.

Ewan dengan hati-hati mengelus kepala putranya lalu memeluk anak itu erat-erat di sisinya.

“Siapa wanita ini, alaric? Apa arti dirinya bagi Cameron?”

Alaric mendesah frustrasi. “Kalau saja aku bisa memberitahumu. Wanita itu tidak mau bicara sedikit pun denganku selama dia bersamaku. Dia dan Crispen menutup mulut bak dua biarawan yang sudah bersumpah akan membisu seumur hidup. Aku hanya tahu bahwa ketika aku menemukannya, dia telah dipukuli habis-habisan. Aku tidak pernah melihat wanita dianiaya seburuk itu. Apa yang dialaminya membuatku mual, Ewan. Tak ada alasan bagi pria untuk memperlakukan wanita seperti itu. Tapi, meski terluka parah, wanita itu mengadangku dan anak buahku ketika dia mengira kami ancaman bagi Crispen.”

“Wanita itu tidak mengatakan apa pun selama dia bersamamu? Tidak pernah membocorkan apa pun tanpa disengaja? Coba pikir, Alaric. Wanita itu pasti pernah mengatakan sesuatu. Seorang wanita biasanya tidak sanggup membisu untuk waktu yang lama.”

Alaric menggerutu. “Seharusnya ada orang yang memberitahu hal itu kepadanya. Sungguh Ewan, wanita itu tidak mengatakan apa pun. Dia menatapku seolah aku kodok. Yang lebih buruk lagi, dia membuat Crispen bersikap seolah aku musuh mereka. Keduanya berbisik-bisik seolah merencanakan sesuatu dan melotot kepadaku ketika aku berani mengganggu pembicaraan mereka.”

Ewan mengerutkan kening dan jarinya mengetuk-ngetuk meja kayu itu. “Apa yang Cameron inginkan darinya? Lagi pula, apa yang dilakukan seorang wanita dari dataran tinggi di sebuah biara dataran rendah? Penduduk dataran tinggi menjaga ketat putri mereka bak emas. Tak mungkin mereka mau menitipkan putri mereka di biara selama berhari-hari.”

“Kecuali wanita itu sedang dihukum,” alaric mengusulkan. “Mungkin dia tertangkap basah melakukan perbuatan yang tidak pantas. Banyak gadis yang dibawa ke ranjang oleh kekasih mereka sebelum memasuki pernikahan yang suci.”

“Atau mungkin dia gadis pemberontak, sehingga ayahnya pututs asa menghadapinya dan mengirimnya ke biara,” gumam Ewan, ketika diingat betapa menyulitkan dan keras kepala wanita itu tadi. Itu skenario yang masuk akal. Tapi jika itu benar, dia pasti sudah melakukan dosa besar sampai ayahnya mengirimnya ke sana.

Alaric tertawa kecil. “Harus kuakui, wanita itu punya semangat yang tinggi.” Lalu sikapnya kembali serius. “Tapi dia melindungi Crispen dengan baik. Dia menempatkan dirinya di antara Crispen dan orang lain lebih dari sekali, dan sangat menderita akibat perbuatannya itu.”

Lama Ewan merenungkan kenyataan itu. Lalu ia mendongak kepada alaric lagi. “kau melihat luka-lukanya?”

Alaric mengangguk. “Ya. Ewan, jahanam itu menendangnya. Ada bekas-bekas sepatu bot di punggung wanita itu.”

Ewan menyumpah, suaranya bergema ke seluruh ruangan depan itu. “Kalau saja aku tahu apa hubungannya dengan Cameron. Dan mengapa Cameron begitu menginginkan wanita itu sampai menculiknya dari biara dan memukulinya hingga pingsan ketika dia tidak mau menikah dengan pria itu. Lalu, mengapa Cameron berniat memakai putraku untuk mengubah keputusan wanita itu?”

“Rencana itu akan berhasil,” kata alaric dengan geram. “Wanita itu sangat protektif terhadap Crispen. Jika Cameron mengancam Crispen, dia pasti akan menuruti kemauannya. Aku yakin itu.”

“Ini menciptakan masalah untukku,” kata Ewan dengan tenang. “Cameron menghendaki wanita itu. Putraku ingin aku melindunginya. Sementara wanita itu sendiri hanya ingin pergi dari sini. Belum lagi tentang misteri tentang siapa dia sebenarnya.”

“Jika sampai mengetahui di mana dia berada, Cameron pasti akan datang ke sini.”

Kedua kakak beradik itu berpandangan sejenak. Alaric mengangguk, menerima pernyataan bisu Ewan. Jika Cameron ingin berperang, klan McCabe siap mengahadapinya.

“Bagaimana dengan wanita itu?” Alaric akhirnya bertanya.

“aku akan mengambil keputusan seletah mendengar seluruh cerita darinya,” jawab Ewan.


Ewan yakin dirinya mampu menjadi pria yang bijaksana. Dan begitu wanita itu melihat betapa bijaksananya Ewan, dia pasti mau menuruti Ewan.


Synopsis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar