Crystal sama sekali tidak sadar akan aktivitasnya selama satu setengah tahun yang lalu -setidaknya begitulah dugaannya. Setelah percakapannya dengan Angela Sherrington, ia sama sekali tidak yakin akan rahasianya lagi.
Yah, Crystal tidak tahu, cepat atau lambat gadis itu akan tahu, karena selain ingin menemui ayahnya, alasannya pulang ke rumah adalah untuk berterus terang pada Crystal. Lebih baik sekarang dari pada setelah perang. Ini akan memberi Crystal waktu agar terbiasa dengan pendiriannya. Setelah itu, saat ia kembali pada Crystal usai perang, takkan ada yang menghalangi mereka untuk segera menikah.
Bradford berbelok ke arah jalan berbatu yang menuju The Shadows. Ini bukanlah waktu yang tepat, namun ia memilih waktu ini untuk menghindari ayah Crystal, juga Robert. Memberi tahu Crystal mengenai pilihan politiknya adalah sesuatu yang sulit. Tapy Crystal adalah wanita yang mencintainya dan tidak akan pernah menghianatinya. Namun menghadapi seluruh keluarga Crystal bisa berarti bunuh diri. Ia bisa ditembak karena dianggap sebagai mata-mata, seperti yang dikatakan gadis Sherrington itu.
Ia bukan mata-mata, ia takkan bisa. Bradford terlalu jujur untuk menjadi mata-mata.
Api masih menyala di bagian bawah rumah, dan saat Bradford mendekati pintu masuk, ia bisa mendengar nada-nada lembut dari piano. Ia membeku sejenak, bertanya-tanya apakah Crystal sedang menghibur tamu.
Rueben, kepala pelayan keluarga Lonsdale yang berkulit hitam, mundur karena terkejut.
"Apakah ini sungguh-sungguh Anda, Mr. Brad? Oh Tuhan, Miss Crystal pasti sangat senang bertemu Anda!"
"Kuharap demikian, Rueben." Bradford menyeringai. "Apa dia ada di ruang melukis?"
"Ya, Sir. Anda bisa langsung masuk. Kurasa Anda tak ingin ada orang lain saat pertemuan ini." Rueben tersenyum. "Begitu juga Miss Crystal."
"Kalau begitu dia sendirian?"
"Ya."
Bradford menyeberangi ruang tengah dan berhenti sejenak sebelum membuka pintu ganda ke arah ruang melukis. Crystal duduk di depan piano, mengenakan gaun pink dan sutra putih. Gadis itu sedang memainkan karya yang tak dikenalnya. Segala sesuatu yang ada di ruangan itu membawanya ke masa lalu, termasuk Crystal. Gadis itu sama sekali tidak berubah -masih wanita tercantik yang pernah dikenalnya.
Crystal begitu hanyut dalam musiknya hingga tak menyadari kehadiran Bradford. Dan saat ia selesai, ia mendesah panjang.
"Kuharap desahan itu untukku," Bradford berkata lembut.
Crystal berdiri. Tak lama ia berteriak dan berlari ke dalam pelukan Bradford.
Bradford mencium Crystal dengan bersemangat. Crystal membalas ciumannya, tapi tidak selama yang ia inginkan. Crystal tidak pernah membiarkan Bradford memeluknya lama-lama. Namun sebaliknya, Crystal sangat ingin mengajak Bradford ke tempat tidur andai Bradford menginginkannya. Bradfor-lah yang menundanya.
Ia pria yang sangat memegang teguh kepantasan sebelum perang pecah, dan ia menyesalinya sekarang. Andai saja mereka sudah tidur bersama, Crystal pasti akan lebih bisa menerima dan memahami sudut pandang politiknya.
"Oh, Brad." Crystal mendorongnya hingga menjauh dan memandanginya dengan bertanya-tanya. "Kenapa kau tak membalas surat-suratku? Aku menulis begitu banyak surat hingga tak bisa menghitungnya lagi."
"Aku sama sekali tidak menerima surat."
"Ayahmu bilang mungkin kau tidak menerimanya, karena blokade dan sebagainya, tapi aku masih berharap mendengar kabar darimu," ujar Crystal. Lalu matanya mulai menyipit dan tangannya diletakkan di pinggang. Ia bertanya dengan tegas, "Jadi, kemana saja kau, Bradford Maitland, saat aku pergi ke Inggris bersama rombongan turku? Aku menunggumu muncul, tapi kau tak muncul juga. Dua tahun, Brad. Aku tak melihatmu selama dua tahu!"
"Bisnis ini telah membuatku bepergian ke sana-kemari, Crystal. Perang juga masih berlangsung," Bradford mengingatkan dengan lembut.
"Kau pikir aku tak tahu soal itu? Robby bergabung dengan anak muda lainnya. Dia menjaga Benteng Morgan. Aku jadi jarang bertemu dengannya. Adikmu juga bergabung. Tapi bagaimana denganmu? Bisnismu lebih penting bagimu." Bradford sudah akan bicara, tapi Crystal tak berhenti. "Aku sangat malu tidak bisa mengatakan pada teman-temanku bahwa tunanganku berjuang untuk negeri kita bersama pria-pria pemberani lainnya."
Bradford meraih bahu Crystal dan menjauhkannya. "Apakah begitu penting bagimu, Crystal, apa yang dipikirkan teman-temanmu?" ia bertanya tajam.
"Yah, tentu saja penting. Aku tidak mungkin punya suami pengecut, bukan?"
Bradford merasakan amarahnya muncul. "Bagaimana dengan dengan suami yang menjadi simpatisan Union? Apakah lebih buruk dari pengecut bagimu?"
"Seorang Yankee!" Crystal terhenyak dengan ngeri. "Jangan konyol, Brad, kau membuatku takut."
Bradford meraih lengan Crystal agar tidak menjauh darinya. Ia telah merencanakan dengan baik apa-apa yang akan dikatakannya pada Crystal, sesuatu mengenai bangsa yang terpecah belah, sesuatu yang masuk akal yang pernah diucapkan Lincoln, namun ia sama sekali tidak bisa mengingatnya sekarang.
"Aku bukan orang Selatan, Crystal. Aku tak pernah menjadi orang Selatan dan kukira kau tahu itu."
"Tidak!" Crystal menjerit, menaruh tangannya di telinganya. "Aku tidak akan mendengarkan ini! Tidak akan!"
"Ya, kau akan mendengarnya!" Bradford merenggut tangan Crystal, kemudian merapatkan pelukannya, agar gadis itu tak bisa bergerak. "Apa kau kira aku akan bertempur untuk sesuatu yang tidak aku yakini, berjuang untuk menegakkan sesuatu yang benar-benar aku tentang? Jika keyakinanku mengharuskanku untuk memilih salah satu, aku tidak akan memilih Selatan. Seharusnya kau menghargainya."
Bradford menghela napas. Tak mungkin ia mengatakan semuanya pada Crystal sekarang, bahwa ia sudah bergabung dengan militer Union dan akan melakukannya lagi. Crystal mungkin akan berteriak kesetanan dan ia takkan pernah bisa meninggalkan Mobile lagi. Ia sangat ingin membuat Crystal mengerti.
"Crystal, jika aku tidak membela keyakinanku, aku bukan pria sejati. Bisakah kau mengerti itu?"
"Tidak!" Crystal membalas dengan marah, mencoba menjauh dari Bradford. "Yang kutahu adalah bahwa aku telah menyia-nyiakan tahun-tahun terbaikku untuk seorang simpatisan Yankee! Lepaskan aku sekarang juga sebelum aku berteriak!"
Bradford segera melepaskannya dan Crystal terjungkal ke belakang, lalu menatap Bradford. "Pertunangan kita sudah berakhir. Aku tidak akan pernah menikahi seseorang yang seperti... seperti... oh! Kau mungkin tidak menjadi tentara Utara, tapi kau tetap seorang Yankee. Dan aku benci semua Yankee!"
"Crystal, kau sedang kesal, namun jika kau sudah agak tenang dan bisa berpikir jernih..."
"Keluar dari sini!" sela Crystal, nada suaranya meninggi dengan mulai histeris. "Aku membencimu, Bradford! Aku tidak mau melihatmu lagi! Tidak akan pernah mau!"
Bradford berbalik akan pergi, namun ia berhenti di pintu. "Kita belum berakhir, Crystal. Kau akan tetap menjadi istriku, dan aku akan kembali untuk membuktikannya."
Bradford pergi sebelum Crystal dapat menimpalinya. Anehnya, ia memikirkan gadis Sherrington itu. Angela mengerti keadaannya. Gadis itu tidak mengecamnya. Sedangkan wanita yang katanya mencintainya tidak bisa mengerti.
Namun ia belum selesai dengan Crystal Lonsdale. Suatu hari nanti ia akan kembali dan membuat Crystal mengerti.
Next
Back
Synopsis
Ia bukan mata-mata, ia takkan bisa. Bradford terlalu jujur untuk menjadi mata-mata.
Api masih menyala di bagian bawah rumah, dan saat Bradford mendekati pintu masuk, ia bisa mendengar nada-nada lembut dari piano. Ia membeku sejenak, bertanya-tanya apakah Crystal sedang menghibur tamu.
Rueben, kepala pelayan keluarga Lonsdale yang berkulit hitam, mundur karena terkejut.
"Apakah ini sungguh-sungguh Anda, Mr. Brad? Oh Tuhan, Miss Crystal pasti sangat senang bertemu Anda!"
"Kuharap demikian, Rueben." Bradford menyeringai. "Apa dia ada di ruang melukis?"
"Ya, Sir. Anda bisa langsung masuk. Kurasa Anda tak ingin ada orang lain saat pertemuan ini." Rueben tersenyum. "Begitu juga Miss Crystal."
"Kalau begitu dia sendirian?"
"Ya."
Bradford menyeberangi ruang tengah dan berhenti sejenak sebelum membuka pintu ganda ke arah ruang melukis. Crystal duduk di depan piano, mengenakan gaun pink dan sutra putih. Gadis itu sedang memainkan karya yang tak dikenalnya. Segala sesuatu yang ada di ruangan itu membawanya ke masa lalu, termasuk Crystal. Gadis itu sama sekali tidak berubah -masih wanita tercantik yang pernah dikenalnya.
Crystal begitu hanyut dalam musiknya hingga tak menyadari kehadiran Bradford. Dan saat ia selesai, ia mendesah panjang.
"Kuharap desahan itu untukku," Bradford berkata lembut.
Crystal berdiri. Tak lama ia berteriak dan berlari ke dalam pelukan Bradford.
Bradford mencium Crystal dengan bersemangat. Crystal membalas ciumannya, tapi tidak selama yang ia inginkan. Crystal tidak pernah membiarkan Bradford memeluknya lama-lama. Namun sebaliknya, Crystal sangat ingin mengajak Bradford ke tempat tidur andai Bradford menginginkannya. Bradfor-lah yang menundanya.
Ia pria yang sangat memegang teguh kepantasan sebelum perang pecah, dan ia menyesalinya sekarang. Andai saja mereka sudah tidur bersama, Crystal pasti akan lebih bisa menerima dan memahami sudut pandang politiknya.
"Oh, Brad." Crystal mendorongnya hingga menjauh dan memandanginya dengan bertanya-tanya. "Kenapa kau tak membalas surat-suratku? Aku menulis begitu banyak surat hingga tak bisa menghitungnya lagi."
"Aku sama sekali tidak menerima surat."
"Ayahmu bilang mungkin kau tidak menerimanya, karena blokade dan sebagainya, tapi aku masih berharap mendengar kabar darimu," ujar Crystal. Lalu matanya mulai menyipit dan tangannya diletakkan di pinggang. Ia bertanya dengan tegas, "Jadi, kemana saja kau, Bradford Maitland, saat aku pergi ke Inggris bersama rombongan turku? Aku menunggumu muncul, tapi kau tak muncul juga. Dua tahun, Brad. Aku tak melihatmu selama dua tahu!"
"Bisnis ini telah membuatku bepergian ke sana-kemari, Crystal. Perang juga masih berlangsung," Bradford mengingatkan dengan lembut.
"Kau pikir aku tak tahu soal itu? Robby bergabung dengan anak muda lainnya. Dia menjaga Benteng Morgan. Aku jadi jarang bertemu dengannya. Adikmu juga bergabung. Tapi bagaimana denganmu? Bisnismu lebih penting bagimu." Bradford sudah akan bicara, tapi Crystal tak berhenti. "Aku sangat malu tidak bisa mengatakan pada teman-temanku bahwa tunanganku berjuang untuk negeri kita bersama pria-pria pemberani lainnya."
Bradford meraih bahu Crystal dan menjauhkannya. "Apakah begitu penting bagimu, Crystal, apa yang dipikirkan teman-temanmu?" ia bertanya tajam.
"Yah, tentu saja penting. Aku tidak mungkin punya suami pengecut, bukan?"
Bradford merasakan amarahnya muncul. "Bagaimana dengan dengan suami yang menjadi simpatisan Union? Apakah lebih buruk dari pengecut bagimu?"
"Seorang Yankee!" Crystal terhenyak dengan ngeri. "Jangan konyol, Brad, kau membuatku takut."
Bradford meraih lengan Crystal agar tidak menjauh darinya. Ia telah merencanakan dengan baik apa-apa yang akan dikatakannya pada Crystal, sesuatu mengenai bangsa yang terpecah belah, sesuatu yang masuk akal yang pernah diucapkan Lincoln, namun ia sama sekali tidak bisa mengingatnya sekarang.
"Aku bukan orang Selatan, Crystal. Aku tak pernah menjadi orang Selatan dan kukira kau tahu itu."
"Tidak!" Crystal menjerit, menaruh tangannya di telinganya. "Aku tidak akan mendengarkan ini! Tidak akan!"
"Ya, kau akan mendengarnya!" Bradford merenggut tangan Crystal, kemudian merapatkan pelukannya, agar gadis itu tak bisa bergerak. "Apa kau kira aku akan bertempur untuk sesuatu yang tidak aku yakini, berjuang untuk menegakkan sesuatu yang benar-benar aku tentang? Jika keyakinanku mengharuskanku untuk memilih salah satu, aku tidak akan memilih Selatan. Seharusnya kau menghargainya."
Bradford menghela napas. Tak mungkin ia mengatakan semuanya pada Crystal sekarang, bahwa ia sudah bergabung dengan militer Union dan akan melakukannya lagi. Crystal mungkin akan berteriak kesetanan dan ia takkan pernah bisa meninggalkan Mobile lagi. Ia sangat ingin membuat Crystal mengerti.
"Crystal, jika aku tidak membela keyakinanku, aku bukan pria sejati. Bisakah kau mengerti itu?"
"Tidak!" Crystal membalas dengan marah, mencoba menjauh dari Bradford. "Yang kutahu adalah bahwa aku telah menyia-nyiakan tahun-tahun terbaikku untuk seorang simpatisan Yankee! Lepaskan aku sekarang juga sebelum aku berteriak!"
Bradford segera melepaskannya dan Crystal terjungkal ke belakang, lalu menatap Bradford. "Pertunangan kita sudah berakhir. Aku tidak akan pernah menikahi seseorang yang seperti... seperti... oh! Kau mungkin tidak menjadi tentara Utara, tapi kau tetap seorang Yankee. Dan aku benci semua Yankee!"
"Crystal, kau sedang kesal, namun jika kau sudah agak tenang dan bisa berpikir jernih..."
"Keluar dari sini!" sela Crystal, nada suaranya meninggi dengan mulai histeris. "Aku membencimu, Bradford! Aku tidak mau melihatmu lagi! Tidak akan pernah mau!"
Bradford berbalik akan pergi, namun ia berhenti di pintu. "Kita belum berakhir, Crystal. Kau akan tetap menjadi istriku, dan aku akan kembali untuk membuktikannya."
Bradford pergi sebelum Crystal dapat menimpalinya. Anehnya, ia memikirkan gadis Sherrington itu. Angela mengerti keadaannya. Gadis itu tidak mengecamnya. Sedangkan wanita yang katanya mencintainya tidak bisa mengerti.
Namun ia belum selesai dengan Crystal Lonsdale. Suatu hari nanti ia akan kembali dan membuat Crystal mengerti.
Next
Back
Synopsis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar